NUSANTARANEWS.CO – “Kelas Menengah di Indonesia menjadi golongan yang makin menonjol. Pada tahun 2015 diperkirakan jumlahnya mencapai sekitar 170 juta orang atau 70% penduduk Indonesia. Pasti golongan ini menjadi konsumen yang besar jumlahnya sehingga merupakan pasar penting di Asia setelah China dan India,” ungkap Sayidiman Suryohadiprojo.
Sebagaik akibatnya, kata mantan Gubernur Lemhanas itu, dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN yang sudah berlaku sejak 1 Januari 2016 amat menentukan apakah pasar itu mengkonsumsi produk buatan Indonesia atau buatan luar negeri, baik negara Asean lainnya, China atau negara lain dunia. Sebab itu, lanjutnya, perlu diusahakan agar Kelas Menengah itu tidak hanya berperan penting bagi Konsumsi tetapi juga dalam Produksi.
“Indonesia harus mampu menghasilkan produk-produk yang kuat bersaing dengan produk impor, agar Kelas Menengah membeli produk dalam negeri jauh lebih banyak dari pada produk impor. Juga harus mampu menghasilkan jasa (services) yang bermutu, khususnya kesehatan, agar orang-orang Indonesia tak merasa perlu berobat ke luar negeri dalam jumlah besar seperti sekarang ini terjadi,” terangnya.
Untuk itu, kata Sayidiman, Kelas Menengah kita harus mempunyai kompetensi tinggi dalam melakukan berbagai pekerjaan yang ada dan terus berkembang dalam satu masyarakat Masa Kini. Sudah mulai terlihat meningkatnya jumlah Pekerja Asing di Indonesia karena dinilai mereka lebih mampu dan lebih produktif dari Pekerja Indonesia.
“Jangan sampai peningkatan kesempatan kerja yang timbul sebagai akibat kebutuhan hidup yang meningkat justru dimanfaatkan Pekerja Asing sedang Pekerja Indonesia menganggur. Ini semua memerlukan berbagai perubahan dalam masyarakat, baik di bidang Pendidikan dan Industri maupun dalam pembinaan mental bangsa,” kata mantan Duta Besar RI untuk Jepang itu.
Menurut Sayidiman, apa yang dilakukan bangsa Jepang di masa lalu mengenai hal sama perlu kita pelajari. Sejak Restorasi Meiji tahun 1868 Jepang berhasil mengembangkan berbagai kemampuan untuk mengimbangi kemampuan Barat dan membuat masyarakatnya tidak membeli dan menggunakan produk Barat. Hal itu terus berlangsung setelah Jepang kalah perang dan dikuasai dan didominasi AS. “Sikap untuk mengejar dan bahkan mengungguli produksi Barat dan penolakan terhadap produk Barat bersumber pada kuatnya rasa kebangsaan atau nasionalisme yang bersumber pada sifat tradisional masyarakat Jepang,” imbuhnya.
Sayidiman menyatakan bahwa, nasionalisme mendorong setiap mahluk Jepang untuk selalu berpikir dan berbuat yang terbaik bagi bangsanya. Seperti penolakan pemerintah Jepang mengimpor beras AS yang lebih rendah harganya dari beras Jepang, untuk melindungi produksi petaninya.
“Maka di Indonesia juga perlu dikuatkan sikap Nasionalisme di seluruh masyarakat, khususnya Kelas Menengah. Menguatkan Nasionalisme adalah sesuai dengan Pancasila Dasar Negara RI. Tumbuhnya Kelas Menengah yang disertai penguatan Pancasila membuat Kelas Menengah benar-benar bermanfaat bagi perkembangan Bangsa,” terang dia lagi.
Kalau Pancasila dan Nasionalisme kuat dalam kehidupan Bangsa, lanjutnya, maka kita pun sanggup membentuk Kelas Menengah yang besar menghasilkan Produksi dan Jasa dalam berbagai aspek kehidupan bangsa serta sebagai Konsumen yang mengutamakan produk bangsa sendiri. Dan sekali gus diwujudkan Keadilan Sosial bagi seluruh Rakyat dengan makin berkurangnya kemiskinan serta kesenjangan antara kaya-miskin.
“Semoga para Pemimpin kita menyadari hal ini. Insya Allah Indonesia tidak menjadi Bangsa yang dikendalikan dan dimanfaatkan Bangsa lain,” tandasnya. (red-02/ed.sule)