Hukum

Penyuap Pejabat Bakamla Ke Luar Negeri, KPK Masih Enggan Hubungi Interpol

NUSANTARANEWS.CO – Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) belum akan bekerjasama dengan pihak interpol untuk menangkap Direktur PT Melati Technofo Indonesia (MTI) Fahmi Darmawansyah yang sudah ditetapkan menjadi tersangka dalam kasus dugaan suap dalam pengadaan alat monitoring satelit di Badan Kemanan Laut (Bakamla).

Menurut Juru Bicara KPK, Febri Diansyah tim penyidik masih memberikan kesempatan kepada suami dari artis senior Inneke Koesherawati tersebut untuk menyerahkan diri kepada lembaga antirasuah.

“Kami belum sampai pada kesimpulan apakah dibutuhkan seperti kerjasama dengan Interpol atau upaya-upaya paksa lain,” tuturnya di Gedung KPK, Jakarta, Jumat, (16/12/2016).

“Yang pasti penyidik sekarang sedang fokus pada beberapa kegiatan untuk memperdalam perkara ini,” sambungnya.

Dia menjelaskan, Fahmi sudah meninggalkan negeri ini sebelum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT). Tepatnya Fahmi sudah berada di luar negeri, dua hari sebelum tim satgas lembaga antirasuah melakukan OTT dan kemudian menetapkan tersangka.

Baca Juga:  Alumni Lemhannas RI Minta Kejari Inhil, Inspektorat, dan Tipikor Periksa Kominfo

“Yang bersangkutan (Fahmi Darmawansyah) ada di luar negeri beberapa hari sebelum ada OTT, sekitar 2 hari yang lalu,” ucap Febri.

Saat ditanya dimana tepatnya, Fahmi berada saat ini? Febri enggan membeberkannya lebih rinci, termasuk sudah sejauh mana pergerakan yang dilakukan oleh tim KPK.

“Rincian posisi dan pergerakan kami belum bisa sampaikan,” pungkasnya.

Sebagaimana diketahui, Fahmi ditetapkan menjadi tersangka oleh KPK, pasca OTT yang digelar pada Rabu, (14/12/2016) siang. Ia diduga memberi suap kepada Deputi Informasi dan Hukum Badan Keamanan Laut (Bakamla), ESH (Eko Susilo Hadi) yang kini telah ditetapkan menjadi tersangka.

Rencananya suap yang diberikan adalah 7,5% dari total nilai proyek sebesar Rp 200 miliar atau setara dengan Rp 15 miliar. Yang baru diberikan adalah sebesar Rp 2 miliar dalam bentuk pecahan valuta asing Dollar Singapura dan Dollar Amerika Serikat.

Ketiga tersangka dalam kasus ini yakni, Deputi Informasi dan Hukum Badan Keamanan Laut (Bakamla), berinisial ESH (Eko Susilo Hadi), MAO (Muhammad Adami Okta) dan HST (Hardy Stefanus) yang merupakan pegawai PT MTI (Multi Terminal Indonesia) telah ditahan di tiga rutan yang berbeda.

Baca Juga:  DPRD Nunukan Fasilitasi RDP Petani Rumput Laut Dengan Pemerintah

Dimana ESH ditahan di rutan Polres Jakarta Pusat, HST ditahan di rutan Polres Jakarta Timur, sedangkan MAO ditahan di Rutan KPK Cabang Guntur.

Ketiganya ditahan selama 20 hari kedepan dan mulai terhitung sejak Kamis, (15/12/2016) kemarin. Dengan demikian mereka akan ditahan hingga (4/1/2017).

Akibat dari perbuatannya itu, ESH sebagai penerima disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau asal 12 huruf b atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001.

Sedangkan HST, MAO dan FD sebagai pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 5 ayat 1 huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 99 tentang Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah pada Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP. (Restu)

Related Posts

1 of 589