Fenomena Kotak Kosong dalam Pilkada di Indonesia walaupun masih Tabu dan Aneh bin Ajaib bagi sebagian kalangan masyarakat kita dan merupakan Keniscayaan yang ada dalam pesta demokrasi kita. Walaupun aneh bin Ajaib, karena kotak kosong hadir serta lahir dari produk halal dalam Konstitusi kita di tengah-tengah Penduduk Indonesia mencapai 270 juta jiwa.
Oleh: Maimun Rajapante
Kotak kosong merupakan produk halal yang dihasilkan Konstitusi jika muncul Calon Tunggal dalam Pilkada di setiap daerah. Kotak Kosong bukan berarti kotak suara yang kosong, melainkan munculnya calon tunggal yang tidak memiliki saingan sehingga dalam surat suara terisi lembar suara lawan dinyatakan dalam bentuk kotak kosong.
Dalam sebuah artikel Kompas 2020, seorang Anggota Dewan Pembina Perkumpulan Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini pernah menjelaskan mengenai fenomena calon tunggal pada Pilkada 2020 yang lalu merupakan sebuah anomali demokrasi.
Adanya calon tunggal tidak lantas membuat calon tunggal tersebut serta merta secara aklamasi diangkat menjadi kepala daerah.
Maka dalam sistem Pilkada dikenal adanya pemilu antara pasangan calon tunggal yang akan melawan Kotak kosong.
Kita kembali ke Pilkada Pidie Jaya tahun 2024 ini yang sudah di depan mata kita, maka Masyarakat Pidie Jaya masih bingung tentang “Fenomena Kotak Kosong dalam Pilkada“. Kenyataan sampai saat ini diramalkan/diprediksi bahwa akan muncul Calon Tunggal dalam Pilkada Pidie Jaya.
Menurut informasi dari beberapa media dan medsos yang beredar di tengah-tengah Masyarakat kita bahwa, sampai saat ini baru satu pasangan calon yang berhasil meraih dukungan partai politik yaitu Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Said Mulyadi – Saiful Bahri {SAFAR}. Pasangan ini diprediksi menjadi calon Tunggal karena telah “ memborong seluruh tiket Partai Politik “dalam pilkada Pidie Jaya….Allahu’alam.
Meskipun situasi ini baru bagi Masyarakat Pijay, maka harus kita relakan harapan yang tidak kita inginkan akibat dari “Nyoe-nyoe Kon Jak Meucuca Para Kandidat Pilkada, dan Cukop Malei Tueh Nanggroe Japakeh“. Menurut Masyarakat awam, Para Stake Horders Politik Pidie Jaya telah Gagal mencetak Kaderisasi serta melahirkan Generisasi Kepemimpinan Pidie Jaya masa depan, khuen Masyarakat bak Maimun Rajapante.
Adapun penyebab munculnya kotak kosong dalam pilkada beragam, mulai dari biaya politik yang tinggi sehingga sulitnya memenuhi persyaratan untuk maju di Pilkada terutama bagi calon tertentu dan calon independen. Sistem pemilu berbiaya tinggi inilah yang akhirnya menghambat para kandidiket mendapatkan dukungan partai politik. Ini semua akibatnya adalah munculnya koalisi “Pedagang Portugis dalam Politik“ yang pragmatis, hingga gagalnya kaderisasi di level partai. Karena setiap partai ingin mendukung kandidat yang kuat dan mempunyai “Alat dan Tepung adonan“ dalam politik mutakhir di tanah air akhir-akhir ini.
Saya Rajapante, Lebih Suka Muncul Calon Bupati/Wakil Bupati Kotak Kosong di Pidie Jaya untuk melawan Petahana, karena akan jelas terlihat, apakah kepemimpinan Abuwa– Waled selama 10 tahun ini Masyarakat Pijay puas atau tidak puas.
Kotak Kosong adalah jawabannya sehingga menjadi masukan dan Pelajaran berharga dalam Pembangunan ke depan ini, khususnya dalam hal pesan tersurat dalam Tong Kosong untuk pemenang pesta demokrasi Pidie Jaya.
Meskipun “Sayang seribu sayang, Slogan Indatu Keubah Awak Meureudu, Mata Hu Sue Meutaga tinggal Tong Kosong “…..Malei Teuh khuen ureung awam bak Rajapante.
Komisi Pemilihan Umum [KPU] memiliki aturan mengenai kotak kosong dalam aturan main penyelenggaraan Pilkada. Aturan KPU menjelaskan mekanisme pemilihan bagi daerah dengan pasangan calon Tunggal. Dapat diketahui bahwa aturan tentang pasangan calon Tunggal dalam pilkada sudah diperbaharui sebanyak dua kali. Pertama kali di atur dalam Peraturan KPU Nomor 14 Tahun 2015 tentang pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan wakil Bupati, dan atau Walikota dan Wakil Walikota dengan satu pasangan calon.
Kemudian aturan ini diperbaharui lagi dengan terbitnya Peraturan KPU Nomor 13 Tahun 2018 tentang Perubahan atas Peraturan Peraturan KPU Nomor 14 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan wakil Bupati, dan atau Walikota dan Wakil Walikota dengan satu pasangan calon. (*)