Berita UtamaOpiniTerbaru

Kepemimpinan Indonesia dan Tantangan Pembangunan Berkelanjutan

Kepemimpinan Indonesia dan Tantangan Pembangunan Berkelanjutan
Kepemimpinan Indonesia dan Tantangan Pembangunan Berkelanjutan
Panggung kepemimpinan Indonesia, mereka para pemimpin menghadapi peran yang tidak hanya menuntut kebijaksanaan dalam mengelola pemerintahan, tetapi juga tantangan nyata menghadapi isu-isu pembangunan berkelanjutan.
Oleh: Rasmito

 

Di tengah dinamika global dan kebutuhan mendesak untuk merespons perubahan iklim, keberlanjutan lingkungan, dan ketahanan pangan, pemimpin Indonesia berdiri di garis depan, harus siap membimbing negara ini menuju masa depan yang lebih berkelanjutan. Para pemimpin ini harus menyadari bahwa pembangunan berkelanjutan bukan sekadar konsep, melainkan suatu kewajiban moral dan tanggung jawab kolektif terhadap generasi sekarang dan yang akan datang.

Mereka harus menjalankan peran strategis dalam merancang kebijakan yang tidak hanya memacu pertumbuhan ekonomi, tetapi juga melibatkan prinsip-prinsip keberlanjutan yang membentuk fondasi pembangunan berkelanjutan.

Tantangan pertama yang dihadapi adalah pengelolaan sumber daya alam yang bijaksana. Indonesia, sebagai negara yang kaya akan keanekaragaman alam, memerlukan kebijakan yang mampu melindungi ekosistemnya sambil memastikan pemanfaatan sumber daya alam secara berkelanjutan.

Baca Juga:  Kekeringan Panjang, Naufal Alghifary Beber Banyak Desa di Pasuruan Butuh Air Bersih

Pemimpin Indonesia harus mampu menyusun strategi yang seimbang antara eksploitasi ekonomi dan pelestarian alam. Selain itu, perlindungan lingkungan hidup menjadi titik fokus utama. Pemimpin harus memimpin negara menuju transisi energi yang bersih, mempromosikan teknologi ramah lingkungan, dan menggalakkan kesadaran masyarakat terhadap pentingnya menjaga kelestarian lingkungan.

Ketahanan pangan juga menjadi prioritas krusial, dimana perang antara Rusia dan Ukraina menyebabkan gelombang dampak signifikan terhadap ketahanan pangan dan energi di seluruh dunia, termasuk di Indonesia.

Konflik antara Rusia dan Ukraina telah mengakibatkan gangguan pasokan pangan global. Kedua negara tersebut memiliki peran kunci dalam produksi dan ekspor komoditas pangan seperti gandum dan jagung. Ketidakpastian pasokan ini telah mendorong kenaikan harga pangan di pasar internasional, memberikan tekanan tambahan pada negara-negara yang sudah menghadapi tantangan keamanan pangan.

Indonesia tidak langsung terlibat dalam konflik tersebut, tetapi dampaknya dirasakan melalui ketidakstabilan pasar global. Kenaikan harga pangan dunia dapat berdampak negatif pada impor pangan Indonesia, sementara kenaikan harga energi dapat mempengaruhi biaya produksi dan mengancam ketahanan energi nasional.

Baca Juga:  Pelantikan Pengurus Komite SMPIT Al-Izzah Sorong Periode 2024-2026 Berlangsung Khidmat

Pemimpin Indonesia harus mengambil langkah-langkah proaktif dalam mengelola dampak krisis ini. Diversifikasi sumber daya pangan dan energi, meningkatkan produksi dalam negeri, dan merancang kebijakan yang responsif terhadap perubahan pasar global menjadi kunci untuk menjaga ketahanan pangan dan energi dalam situasi yang tidak pasti ini.

Pada persoalan ketahanan pangan, pemimpin Indonesia juga harus menggandeng sektor pertanian, menerapkan inovasi, dan memastikan distribusi pangan yang adil untuk mengatasi masalah kelaparan dan meningkatkan kesejahteraan petani, dengan menjaga stabilitas harga gabah padi, ketersediaan pupuk dan harga pupuk yang terjangkau serta berkomitmen menjaga kelestarian dan keberadaan zonasi lahan pertanian yang selama ini tergerus berubah menjadi lahan perumahan maupun industri.

Sehingga, reforma agraria menjadi langkah strategis dalam menjawab persoalan keberlanjutan dan kelestarian. Pemimpin harus berani menghadapi ketidaksetaraan dalam kepemilikan tanah, menjalankan reforma agraria yang adil, dan memastikan bahwa kekayaan alam ini dinikmati secara merata oleh seluruh masyarakat.

Baca Juga:  Jelang Pilkada Serentak, Ribuan Orang Gelar Acara Indonesia Berdoa

Tidak kalah penting, pengakuan terhadap masyarakat adat dan desa menjadi ciri khas kepemimpinan yang inklusif. Pemimpin Indonesia harus menghormati hak-hak adat dan tradisional masyarakat, melibatkan mereka dalam proses pengambilan keputusan, dan memastikan bahwa perkembangan ekonomi tidak merugikan keberlanjutan budaya dan lingkungan.

Maka, di tengah kompleksitas tugas yang dihadapi, harus dapat menjadi arsitek perubahan yang membawa negara ini ke arah yang lebih berkelanjutan. Dengan kebijaksanaan, kepemimpinan, dan inovasi, mereka menjadi penjaga tonggak pembangunan berkelanjutan, mewujudkan impian akan Indonesia yang sejahtera, adil, dan lestari (*)

Penulis adalah Direktur Eksekutif Human Studies Institute dan Dosen Geografi Manusia Universitas Islam ’45 (Unisma) Kota Bekasi

Related Posts

1 of 61