Hukum

Mangkir terus, KPK Jemput Paksa Saski Kasus Korupsi Nur Alam

NUSANTARANEWS.CO – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjemput paksa salah satu saksi kasus dugaan korupsi dalam penerbitan Surat Keputusan (SK) guna mendapatkan Surat Izin Usaha Pertambangan (SIUP). Dia adalah seorang PNS Pemprov Sulawesi Tenggara (Sultra) bernama Ridho Insani.

Pelaksana Harian (Plh) Kabiro Humas KPK Yuyuk Andriati mengatakan penjemputan paksa dilakukan hari ini, (20/10/2016) sekitar pukul 15:30 WIB. Penjemputan paksa silakukan di kediamannya yang terletak di kawasan Jakarta Timur.

“Penyidik KPK hari ini, sekitar pukul 15.30 menjemput saksi Ridho Insana di kediamannya di daerah Jakarta Timur,” kata Yuyuk di Jakarta, Kamis, (20/10/2016).

Lebih lanjut Yuyuk mengatakan penjemputan paksa dilakukan penyidik lantaran Ridho tidak pernah memenuhi panggilan penyidik KPK. Padahal sebagai warga negara yang baik, seyogyanya dia turut serta membantu KPK dalam memberangkus korupsi.

Yeye menambahkan setelah dijemput paksa, tim penyidik KPK langsung memeriksanya. Namun dia enggan membeberkan materi apasaja yang ditanyakan penyidik KPK Ridho.

Baca Juga:  Viral!!! Wartawan Geruduk SMAN 01 Tulungagung Ketua AWASI Angkat Bicara

“Sebab penyidikannya masih berlangsung hingga saat ini,” kata Yeye.

Pada 23 Agustus 2016, Nur Alam ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK atas dugaan Tindak Pidana Korupsi (TPK) dalam persetujuan pencadangan wilayah pertambangan, persetujuan Izin Usaha Pertambangan (IUP), eksplorasi dan persetujuan peningkatan izin usaha pertambangan eksplorasi menjadi izin usaha pertambangan operasi produksi kepada PT. AHB di wilayah Sultra tahun 2008-2014.Dia diduga mendapatkan kick back atau imbal balik dari izin yang dikeluarkannya.

Atas perbuatannya, Nur Alam dijerat dengan Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Nur Alam sendiri telah melakukan upaya untuk melepaskan status tersangkanya dengan mengajukan gugatan praperadilan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan (Jaksel).

Namun Pengadilan tidak mengabulkan gugatan tersebut sehingga Nur Alam harus menjalani proses hukumnya kembali. (Restu)

Related Posts

1 of 206