Berita UtamaHukumRubrikaTerbaru

Regulasi Robot Trading di Indonesia Belum Jelas, Masyarakat Bisa Jadi Korban

Regulasi robot trading di Indonesia belum jelas, masyarakat bisa jadi korban.
Regulasi robot trading di Indonesia belum jelas, masyarakat bisa jadi korban.

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Regulasi yang mengatur aktivitas robot trading belum ada di Indonesia. Hal itu merugikan masyarakat atau badan usaha yang terjun di dunia trading.

Kerugian itu terlihat dari munculnya persoalan antara member dengan broker robot trading. Bahkan, dampak tidak adanya regulasi membuat bisnis di sektor trading tidak berkembang pesat di Indonesia.

Menanggapi hal itu, praktisi hukum Yunasril Yuzar menyampaikan bahwa aktivitas robot trading di Indonesia mengikuti hukum internasional

“Kalau kita bicara robot trading, ini persoalan internasional. Semua orang tahu dan bisa melakukannya, bahkan kalau bicara trading, itu kan tidak tunduk pada hukum nasional. Hukum nasional harus tunduk pada hukum internasional karena itu sudah diakui oleh masyarakat luas,” ujar Yunasril.

Yunasril menuturkan memang ada lembaga yang bersinggungan dengan aktivitas trading, seperti Bappeti. Sayangnya, lembaga itu tidak memiliki kewenangan yang bisa mengintervensi broker.

Saat ini, kata dia, semua orang dibebaskan untuk memilih broker, baik itu broker yang terdaftar atau pun tidak.

Baca Juga:  Untuk Kesekian Kalinya, Putin Menunjukkan Bahwa Ia Tidak Menggertak

Kondisi itu juga diperkuat dengan pernyataan Bappeti dan Kemenag yang mengatakan belum mampu membuat suatu regulasi atau sistem terkait robot trading.

“Sementara itu, saat ini hukum kita belum final. Kalau belum final bagaimana kita menjangkau sesuatu, sementara instrumennya tidak ada,” ujarnya.

Terkait hal itu, Yunasril pun berharap pemerintah bisa menerbitkan aturan yang jelas agar ada kejelasan bagi masyarakat.

“Harus dipahami dan juga harus kita akui, hukum selalu tertinggal dengan perkembangan. Karena hukum itu sendiri harus mengikuti perkembangan, bukan perkembangan yang harus ditarik mengikuti hukum yang belum mampu menjangkau,” ujar Yunasril.

“Jadi kita harus berpikir, duduk satu meja bagaimana caranya agar suapaya orang bermain trading itu tidak dilarang, tidak bisa dilarang. Tapi bagaimana membuat aturan yang orang sekiranya melakukan trading sehingga orang itu bisa menerima kerugian atau keuntungan,” ujarnya menambahkan.

Di sisi lain, Yunasril pun mengingatkan bahwa tidak ada korban dalam dunia trading. “Dalam dunia trading tidak ada korban. Kalau yang rugi disebut korban, yang untung disebut apa?” kata Yunasril.

Baca Juga:  Rakyat Banyak Kesulitan, Kenaikan Pajak PPN 12 Persen Layak Dikaji Ulang

Terkait dengan persoalan PT SMI, salah satu perusahaan yang diduga merugikan member, kata dia, seharusnya PT SMI tidak dikaitkan. Sebab, dia melihat PT SMI hanya menjadi korban opini yang terbangun dari berbagai masalah-masalah sebelumnya yang menyangkut robot trading. Alasan tersebut diungkapkan berdasarkan fakta yang terjadi di masyarakat.

“Yang saya tahu, PT SMI ini hanya menjual ebook. Kemudian ada bonus, bisa diambil atau tidak. Kemudian, konsumen atau member dia punya kebebasan untuk mengikuti trading atau tidak. Itu kembali lagi pada hak trader. Setelah itu, putus hubungannya dengan SMI, tidak ada masalah lagi dengan PT SMI,” ujarnya.

Yunasril menambahkan bahwa pihak yang juga sebenarnya berwenang untuk menangani persoalan robot trading adalah Bappeti. Pihak di luar itu, kata dia, tidak memiliki dasar hukum.

“Yang bisa melihat persoalan itu hanya Bapppeti karena diberi kewenangan pengawasan. Kalau di luar Bappepti mempersoalkan, berarti itu tidak jelas hukum itu sendiri. Ingat lex specialis dan lex generalis, hukum yang khusus dapat mengesampingkan hukum yang umum,” ujar Yunasril.

Baca Juga:  Pramono Anung Apresiasi Pelaksanaan AI & Robotic Innovation Expo 2024

“Sementara UU Perdagangan itu hukum yang khusus. Dan ingat, yang diberikan izin adalah perusahaan, bukan perorangan. Kalau perusahaan, berarti pengawasan itu harus berjalan dulu. Lakukan penyelidikan atau penyidikan oleh lembaga terkait seperti Bappeti atau Kemendag,” ujarnya.

Selain hanya menjual E book, Yunasril menjelaskan bahwa aktivitas PT SMI di bawah lembaga perdagangan. Serta menjalankan usahanya sesuai dengan ketentuan pada PP No. 29 Tahun 2021.

Yunasril menuturkan seseorang tidak bisa dikaitkan jika terjadi persoalan yang menyangkut robot trading. Lembaga terkait seharusnya meminta pertanggujawaban perusahaan.

“Tidak bisa orang langsung diberi hukuman. Yang diberi izin itu perusahaan. Lalu orang yang dipersoalkan, tidak bisa, belum sampai pada orangnya. Perusahaan dulu karena ada pengawasan. Kecuali yang diberi izin orangnya. Karena subjek hukum ada dua, bisa orang, bisa badan hukum,” ujarnya.

Yunasril berkata Bappebti seharusnya memainkan fungsinya untuk mengawasi dan membina sua pihak yang berkecimpung di dunia trading. Sebab, dia mengatakan mereka memberi sumbangsih positif bagi perekonomian nasional.

“PT SMI ini beroperasi sejak 2017 berjalan lancar, kenapa sekarang dipersoalkan. Lalu di mana fungsi pengawasannya?” ujar Yunasril. (Den/Aya)

Related Posts

1 of 92