NUSANTARANEWS.CO – Seluruh fraksi di DPR RI menyetujui Rancangan Undang-Undang (RUU) Jabatan Hakim disahkan menjadi Undang-Undang (UU) dalam rapat Paripurna yang digelar di Gedung Nusantara II DPR/MPR RI, Jakarta, Rabu (12/10).
“Kami menanyakan kepada seluruh sidang dewan yang kami hormati, apakah RUU tentang Jabatan Hakim ini dapat disetujui dan disahkan menjadi Undang-undang?” tanya Wakil Ketua DPR RI, Agus Hermanto, yang memimpin sidang kepada seluruh para Anggota Dewan yang hadir.
Jawaban “setuju” dari anggota sidang disusul ketukan Palu sidang dari pimpinan DPR menandakan disahkannya RUU tersebut menjadi UU di DPR RI untuk kemudian diserahkan kepada pemerintah.
RUU Jabatan Hakim ini merupakan Hak inisiatif DPR RI yang diajukan oleh Komisi III DPR RI pada September tahun 2015 lalu. Setelah melalui berbagai proses diskusi dan rangkaian penyusunan, akhirnya Naskah Akademis (NA) dan Draft RUU tentang Jabatan Hakim disampaikan kepada Badan legislasi (Baleg) DPR RI untuk dilakukan pengharmonisasian, pembulatan dan pemantapan konsep.
Hasil kajian pengharmonisasian, pembulatan dan pemantapan konsep RUU Jabatan Hakim telah diterima sepenuhnya oleh Komisi III.
Beberapa hal yang krusial diatur dalam pembentukan RUU tentang jabatan hakim pasca harmonisasi oleh Baleg DPR RI adalah sebagai berikut:
1. Menambahkan hakim militer di dalam ruang lingkup jabatan hakim sebagaimana yang tercantum dalam pasal 4.
2. Mengubah pengaturan pendelegasian mengenai kode etik dan pedoman perilaku hakim dari yang semula diatur oleh Komisi Yudisial (KY) dan Mahkamah Agung (MA), menjadi diatur dalam Peraturan Pemerintah/PP (tercantum dalam pasal 10).
3. Menambahkan norma pada Pasal 11 ayat 2 mengenai Hak Hakim yang diberikan secara proporsional sesuai dengan kedudukan Hakim di lingkungan peradilan dan kemampuan keuangan negara.
4. Mengubah Pasal 16 huruf b dari yang semula berbunyi “seleksi peserta pendidikan” menjadi “penetapan wilayah penerimaan” dan memindahkan yang semula huruf b menjadi huruf c yaitu “seleksi peserta pendidikan”.
5. Menambahkan awalan frasa “Pengangkatan Hakim tinggi dilakukan melalui” pada Pasal 26 ayat 1.
6. Menambahkan KY sebagai lembaga yang akan bersama-sama dengan MA melakukan uji kompetensi dan kelayakan dan menentukan lulus atau tidaknya calon hakim tinggi (pasal 27 ayat 2 huruf b).
7. Menambahkan poin d dalam Pasal 35 ayat 1 yaitu “politisi” dilarang merangkap jabatan sebagai hakim.
8. Menambahkan frasa “alokasi kebutuhan” pada Pasal 37 ayat 3 sebagai salah satu pertimbangan bagi penempatan Hakim pertama.
9. Menambahkan KY untuk bersama-sama MA membentuk tim promosi Hakim Pertama pada Pasal 40 ayat 6.
10. Menambahkan KY untuk bersama-sama dengan MA membentuk tim mutasi Hakim Pertama pada Pasal 41 ayat 3.
11. Menambahkan KY untuk bersama-sama dengan MA melakukan pembinaan Hakim tinggi pada Pasal 42 ayat 2.
(Deni)