NUSANTARANEWS.CO, Nunukan – Memindaklanjuti permohonan Asosiasi Agen Kapal Pedalaman (AAKP) Nunukan dan untuk mengurai sengkarut yang saat ini terjadi terutama mengenai persoalan dokumen berlayar, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Nunukan menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) di Ruang Ambalat Kantor DPRD Kabupaten Nunukan, Senin (18/4)
Diketahui, Pengurusan dokumen kelengkapan kapal pada Balai Pengelola Transportasi Darat (BPTD) Wilayah Kaltimtara di Balikpapan, selama ini dikeluhkan oleh Asosiasi Agen Kapal Pedalaman (AAKP) Kabupaten Nunukan.
Pasalnya, banyak dokumen kapal yang sudah cukup lama diajukan pengurusannya, hingga saat ini belum selesai. Akibatnya, sebanyak 361 kapal yang ada di daerah ini beroperasi tanpa dilengkapi dokumen resmi. Misalnya Surat Persetujuan Berlayar (SPB).
Menurut salah seorang anggota AAKP Kabupaten Nunukan, Jamaluddin, Pemerintah Darah dan petugas jaga setempat memang memberikan kebijakan terhadap kapal penumpang dan barang yang berlayar ke wilayah III di Kabupaten Nunukan tanpa dilengkapi dokumen yang masih dalam proses pengurusan.
Namun, persoalannya adalah, kebijakan yang merupakan kearifan lokal tersebut hanya berlaku di Nunukan. Tidak sampai pada institusi berwenang lainnya.
“Maka wajar jika suatu saat ada pemeriksaan oleh petugas berwenang di luar daerah, kapal yang tidak dilengkapi dokumen tersebut akan ditahan untuk diamankan,” terang Jamaluddin.
Menurut dia, para pemilik armada kapal angkutan sebenarnya sangat menyadari pentingnya dokumen dimaksud demi keamanan dan kenyamanan saat ada pemeriksaan oleh petugas di lapangan agar tetap diizinkan melakukan perjalanan berlayar.
Dicontohkan, pernah terjadi penahanan sebuah kapal angkutan bahan pokok oleh Polairud beberapa waktu lalu. Penahanan terhadap kapal yang melayani rute pelayaran ke Kecamatan Sebuku tersebut karena Surat Persetujuan Berlayar (SPB) telah habis masa berlakunya.
Akibatnya, kapal sempat ditahan beberapa lama di Tarakan. Setelah dilakukan pemeriksaan lebih lanjut dan alasan tidak dilengkapi kapal itu dengan SPB yang masih berlaku, Polairud akhirnya membijaki untuk melepaskannya kembali.
“Kami berharap, kebijakan Pemerintah Daerah terhadap kapal yang belum selesai pengurusan dokumen kelengkapannya dapat diteruskan ke institusi terkait berwenang agar tidak menimbulkan rasa kekhawatiran saat berlayar,” lanjut Jamaluddin.
Baru triwulan pertama di tahun 2022 ini, lanjut Jamal, terjadi penahanan terhadap kapal di Nunukan akibat dokumen yang tidak lengkap atau masih dalam tahap proses pengurusan sudah terjadi 5 kali. Baik terhadap kapal dengan jenis GT 35 hingga GT 50.
“Kami tidak ingin bekerja di bawah intimidasi dan penangkapan karena mengakibatkan banyak kerugian,” lanjutnya.
Diterangkan rata-rata kapal yang ditahan oleh aparat berwenang tersebut sebenarnya memiliki surat menyurat yang sah namun sudah habis masa berlakunya.
Perpanjangan masa berlaku surat yang sebelumnya ada pada kewenangan Dishub Kabupaten Nunukan dan KSOP Nunukan, kini sudah dialihkan ke Balai Pengelola Transportasi Darat (BPTD) Wilayah Kaltimtara di Balikpapan.
“Namun, setelah cukup lama diurus, hingga kini dokumen kapal tersebut tidak dapat diakomodir oleh BPTD Wilayah Kaltimtara,” katanya lagi.
Sementara perwakilan BPTD Wilayah XVII dalam RDP ini mengungkapkan bahwa saat ini pihaknya belum memiliki kantor di Nunukan. Sehingga untuk mengurus administrasi, para pemilik kapal harus melalui email atau datang lansung ke Samarinda.
Selain itu, kendala kedua, adalah bahwa saat ini hanya ada 1 personil dari BPTD yang bertugas di Nunukan sementara ada 18 Dermaga di wilayah Nunukan. Hal ini yang menyebabkan terkendalanya pelayanan dalam pengurusan dokumen.
Menyikapi hal tersebut, DPRD Kabupaten Nunukan minta kepada BPTD dan Dishub Kabupaten Nunukan agar dapat membijaki persoalan ini. Apalagi menjelang Lebaran, keberadaan angkutan sungai dan laut bagi masyarakat Nunukan sangatlah vital.
“Kami minta jangan dianggap remeh hal ini. Ingat , ini terkait hajat hidup masyarakat ,” tandas Andi Krislina yang memimpin RDP.
Ahirnya, setelah melalui pembicaraan yang panjang, disepakati bahwa untuk dokumen Surat Pemberangkatan Berlayar (SPB) untuk sementara ini akan mengacu pada Perbub Kalimantan Utara No 44 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Angkutan Sungai dan Penyeberangan Dalam Wilayah Provinsi Kalimantan Utara. (ADV/ES)