NUSANTARANEWS.CO, Depok – Mengenal Depok saat ini dari Baba Entong dan Baba Murasa. Dewasa ini gaya hidup modern terus berkembang dan menjalar ke segala sendi kehidupan masyarakat. Tatanan kehidupan yang bersumber dari kearifan lokal saat ini seakan hanya tinggal slogan saja – kian tersamar oleh derasnya arus modernisasi yang mengalir deras tak terbendung.
KOOD, Kelompok Orang Orang Depok adalah sebuah komunitas yang terdiri dari orang-orang tua yang hingga saat ini terus berjuang mempertahankan budaya dan seni peninggalan para leluhur masyarakat Depok.
Ada dua orang yang dipercaya oleh KOOD untuk menjadi garda sekaligus perisai guna menjaga dan melestarikan peninggalan sejarah leluhur yakni Baba Entong dan Baba Murasa.
Sudah banyak yang dilakukan KOOD dalam upaya melestarikan kearifan lokal di wilayah Depok dan sekitarnya. Salah satunya adalah dengan giat kepada kalangan pemuda untuk mengenal dan memahami sejarah leluhur. Meski usia sudah di atas rata-rata, Baba Entong dan Baba Murasa dengan tak kenal lelah tetap semangat menanamkan pentingnya melestarikan kearifan lokal.
KOOD bahkan telah menerbitkan sebuah buku kamus yang Berjudul “KAMUS ORANG DEPOK”. Buku itu laku keras. Banyak peminatnya. Baik kalangan praktisi budaya maupun para birokrat yang berhubungan dengan bahasa dan budaya Depok.
Baba Entong sendiri bahkan tetap mempertahankan kesenian-kesenian Depok sebagai pemimpin grup seni “Selendang Biru” yang kegiatannya terkait dengan seni dan budaya Depok. Baba Entong berasumsi bahwa budaya Betawi berporos di wilayah Depok. Hal itu dibuktikan dengan adanya gong bolong, situs-situs tua di Tapos, pusaka-pusaka seperti keris, tombak, dan topeng serta wayang purba di Depok.
Misalnya budaya kesenian “Palang Pintu” yang hingga saat ini masih dipakai dalam acara adat lamaran atau antar besan di upacara pernikahan yang sumbernya berasal dari Depok. Sebaliknya, adat “Rebut Dandang” sebagai awalan adat “Palang Pintu” sudah tidak dipakai lagi.
Terkait dengan budaya Depok yang terserap di wilayah Jakarta/Betawi konon banyak orang Depok yang mencari nafkah di Jakarta dan membawa budaya. Itulah sebab banyak budaya Depok terserap di Jakarta/Betawi kala itu. Atau istlahnya jaman ki benen/jaman dahulu kala.
KOOD berusaha menggandeng pemerintah dalam upaya pelestarian budaya asli Depok agar Depok memiliki jati diri, tradisi termasuk budaya dan seni. Selain itu, KOOD juga terus mengajak masyarakat dari berbagai kalangan untuk bersinergi dalam melestarikan budaya asli Depok.
Sedangkan Baba Murasa, adalah seorang pegawai negri yang sebentar lagi akan pensiun selalu singgah di rumah “Budaya Rawa Denok“ – tempat teman-teman komunitas seperjuangannya berkumpul untuk melestarikan seni dan budaya. Baba Murasa juga selalu memberikan edukasi, pemahaman, dan pembinaan kepada para generasi muda.
Saat ini Baba Murasa sedang melakukan napak tilas keberbagai tempat di wilayah Depok dan sekitarnya dalam rangka menginventarisir peninggalan peninggalan sejarah budaya Depok. Seperti sumur tujuh di beji, Tugu Sawangan, Batu Tapak, makam Syekh Yusuf Depok, Sejarah leluhur Tapos, rumah rumah Blandongan dll, dengan tujuan untuk dijadikan bahan literasi budaya Depok.
Baba Murasa juga selalu menjalin hubungan dengan beberapa komunitas pemerhati kebudayaan Betawi se jabodetabek.
Baba Murasa bilang, “Depok sangat kaya dengan warisan sejarah budaya dan situs-situs. “Sayang kalau sampai punah,” ujarnya.
“Kami di komunitas KOOD mengajak kepada para pemangku kebijakan/instasi terkait, masyarakat, dan generasi muda mari bersama-sama kita lestarikan warisan budaya leluhur sebagai pelajaran untuk menuju masa depan.”
“Sejarah mengajarkan semua hal tentang kehidupan. Maju matinya sebuah peradaban tergantung dari pemahamannya terhadap kebudayaan,” pungkas baba Murasa sambil berkaca kaca. (DA)