Ekonomi

Menyoal Pelepasan Saham Negara Pada Publik, Masihkah BUMN?

laporan keuangan, keuangan bumn, bumn, bumn bermasalah, ada apa, nusantaranews
Kementerian BUMN dan slogan BUMN Hadir untuk Negeri. (Foto: Istimewa/NUSANTARANEWS.CO)

NUSANTARANEWS.CO – Berdasar data dan informasi dari Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) per bulan Oktober 2019, jumlah perusahaan milik negara berjumlah 142 unit. Namun, beberapa BUMN yang merupakan entitas ekonomi dan bisnis serta merupakan pengejawantahan dari konstitusi ekonomi pasal 33 UUD 1945, kepemilikan sahamnya tidak lagi 100 persen.

Tercatat, BUMN Perbankan (Bank Mandiri, BRI, BNI dan BTN), Garuda Indonesia, Perusahaan Gas Negara (beruntung sudah diholding migaskan), Inalum, Aneka Tambang (Antam) dan lain-lain hanya menguasai saham hingga 51 persen saja. Dan, oleh karenanya keputusan-keputusan strategis BUMN sebagai perusahaan milik negara tidak lagi menjadi keputusan tunggal wakil pemerintah walau secara mayoritas masih mendominasi.

Menjadi permasalahan dikemudian hari yaitu, sejauh mana pejabat yang berwenang (man in charrge) di berbagai kementerian teknis dan BUMN sendiri bisa lepas dari pengaruh kepentingan (conflict of interest) pribadi dan kelompoknya bisa dicegah adalah sesuatu pokok masalah. Hal lain, adalah apakah jaminannya apabila penguasaan negara melalui kepemilikan saham yang masih 100 persen di beberapa BUMN, seperti Pertamina, Perusahaan Listrik Negara (PLN)  dan yang lainnya dijamin tidak akan diperjualbelikan atau dipecah (stock split) sahamnya melalui Initial Public Offering (IPO) ke pasar bursa?

Kepemilikan Saham

Sebagai contoh, misalnya 51 persen saham masih dimiliki oleh negara, sedangkan 49 persen saham adalah milik publik, orang per orang atau sekelompok orang, apakah ini masih milik negara juga?  Dengan selisih 2 persen perbedaan kepemilikan saham, maka konsekuensinya adalah sebagian penguasaan kebijakan strategis korporasi juga harus dibagi dengan pihak lain. Dan keputusan untuk meminta BUMN harus IPO supaya meningkatkan produktiftas dan nilai perusahaan bisa sarat konflik kepentingan, baik secara pribadi pejabat kementerian maupun kelompok politik tertentu..

Baca Juga:  DPRD Nunukan Gelar RDP Terkait PHK Karyawan PT. BHP

Lalu pertanyaan selanjutnya adalah, apakah tak boleh saham negara diperjualbelikan? Apakah tak boleh saham negara dipecah atau dijual di pasar bursa? Kalau mengacu Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN, justru peluang mengIPO-kan BUMN itu sangat terbuka dan bisa ditafsirkan secara bebas jumlah dan atau persentase saham negara yang akan dilepas.

Maka itu, ketegasan jumlah dan persentase saham negara sehingga tepat disebut BUMN ini seharusnya termaktub dalam ketentuan perUndang-Undangan yang berlaku. Lagipula soal IPO agar nilai perusahaan akan tumbuh lebih baik sudah terbantahkan dengan kinerja yang lebih baik antara BUMN yang masih 100 persen sahamnya milik negara dibandingkan dengan yang sudah diperjualbelikan di pasar bursa.

Selain itu, pada pasal 72 UU No. 19 Tahun 2003 tentang BUMN tersebut, dijelaskan pada huruf d, bahwa soal restrukturisasi dan privatisasi BUMN dilakukan dengan cara yang mudah, tak disebutkan ruang lingkup kepemilikan saham negara dan BUMN apa saja yang boleh diprivatisasi. Sedangkan Pasal 74 disebutkan pula maksud dari privatisasi adalah untuk memperluas kepemilikan masyarakat atas Persero. Pertanyaannya adalah, apakah jika 100 persen saham negara atau tidak diprivatisasi, maka BUMN bukan milik masyarakat? Selain memberikan kemudahan privatisasi, pada Pasal 77 juga disebutkan dalam huruf d, bahwa Persero yang bergerak di bidang usaha sumberdaya alam tidak dapat diprivatisasi, namun faktanya beberapa BUMN bidang ini telah diprivatisasikan meskipun tidak seluruh saham milik negara yang dilepas ke publik, seperti Perusahaan Gas Negara (PGN), Aneka Tambang dan lain-lain.

Baca Juga:  DBHCHT Sumenep Fasilitasi Jaminan Ketenagakerjaan untuk Petani Tembakau

Selanjutnya adalah, bagaimana halnya dengan posisi anak usaha BUMN yang dibentuk untuk menunjang kegiatan operasional perusahaan induknya, yang selama proses pelaksanaan Pemilihan Umum 2019 Serentak (Legislatif dan Presiden) menjadi perdebatan dan opini publik? Sebagian pihak menyatakan bahwa anak-anak usaha BUMN tak dapat dikategorikan sebagai BUMN, sedangkan pihak lain menyatakan sebaliknya.

Kemakmuran Negara

BUMN sebagai mandat konstitusi ekonomi negara jelas berbeda secara diametral dengan korporasi swasta dalam hal tujuan didirikannya. Tujuan BUMN, sebagaimana dijelaskan pasal 33 UUD 1945 ayat 3 adalah untuk kemakmuran semua orang dengan demikian tak ada orang per orang yang beroleh manfaat. Sedangkan perusahaan swasta dalam bentuk Peeusahaan Terbatas (PT) didirikan bertujuan untuk mencari keuntungan yang sebesar-besarnya untuk kesejahteraan para pemegang saham yang ditunjukkan oleh proporsi kepemilikan sahamnya.

Dengan mendasari pada perbedaan tujuan BUMN dan korporasi swasta inilah dapat dipahami mengapa BUMN-BUMN yang telah dijual sahamnya ke publik/go public (baca: dijual) atau saham negara hanya tinggal 51 persen tidak semua labanya dapat masuk ke kas negara. Berbeda dengan BUMN yang sahamnya dimiliki negara 100 persen, maka kendali negara dalam hal ini kementerian teknis dan BUMM masih dominan menentukan arah kebijakan pembagian laba.

Baca Juga:  Antisipasi Masuk Beras Impor, Pemprov Harus Operasi Pasar Beras Lokal di Jawa Timur

Mencermati perkembangan proporsi kepemilikan saham negara di berbagai BUMN, maka mendesak dilakukan oleh pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden KH. Ma’ruf Amin untuk memeriksa berbagai ketentuan per-Undang-Undangan terkait penguasaan negara dalam perspektif kepemilikan saham ini. Jangan sampai IPO BUMN hanya didasari oleh terminologi mayoritas saham atau separuh lebih suara di forum Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) menjadi alasan untuk menjual saham negara yang masih 100 persen dimiliki oleh BUMN.

Ketegasan proporsi ini mendesak harus termuat dalam ketentuan dasar per Undang-Undangan agar tujuan BUMN didirikan yang merupakan kepentingan negara untuk kemakmuran bersama TIDAK ditafairkan SEPIHAK, apalagi direduksi hanya dengan terminologi penguasaan saham mayoritas ansich. Sementara ada kepentingan pribadi atau kelompok bisnis swasta tertentu yang memiliki tujuan untuk memakmurkan orang per orang.

Oleh: Defiyan Cori, Penulis Adalah Ekonom Konstitusi

Related Posts

1 of 3,064