Cerpen

Sebuah Rindu yang Menyakitkan

senja sebuah luka, cerpen, cerpenis indonesia, cerpen indonesia, nusantaranews, bentar wirayudha, cerpen bentar wirayudha
Rindu yang menyakitkan. (Foto: Dok. Photoshop Creative)

Sebuah Rindu yang Menyakitkan

04 Juli 2019

Hai apa kabar, perkenalkan nama aku Rifqi, aku akan menceritakan kehidupanku dengannya yang di akhir cerita ada sebuah masalah yang merusak hubungan kami, kalian pasti penasaran? Setelah itu apa yang terjadi ya? Inilah ceritaku.

24 Juni 2018

Malam yang sunyi hanya terdengar suara sepeda motor melaju di samping rumahku, serta binatang malam seperti Jangkrik yang bunyinya berasal dari sudut rumah, sedangkan jam menunjukkan pukul satu lewat lima menit, namun rasa ngantukku belum juga datang, sebab kepikiran sama Mila. Perempuam yang selama ini aku cintai.

Kerinduan terus saja menghantui pikiranku. Ketika teringat pada namanya yang indah itu membuatku tak bisa tidur malam ini, dan senyuman manisnya, rasa tidak bisa dihapus di dalam pikiranku, serta bintang di langit hanya terbayang wajah cantiknya. Menurutku tidak ada perempuan yang baik dan cantik di dunia ini selain dia seorang.

Kemudian sang ngantuk menghampiriku juga. Semoga saja aku bisa bertemu dengannya meskipun lewat mimpi. Akhirnya aku dapat mengukir mimpiku di atas kasur yang empuk itu dengan wajah tersenyum sambil memikirkannya.

Ayam berkokok menandakan waktu pagi telah tiba, aku bangkit dari atas keranjang dan di luar jendela sudah tampak sinar matahari menyelimuti muka bumi ini, lalu aku membuka jendela dengan perlahan dan kicauan burung mulai terdengar di mana-mana. Embun pagi membasahi seluruh tumbuhan di belakang rumahku, serta para kupu-kupu yang terbang kesana sini dan sayapnya berwarna-warni sehingga indah sekali dilihat.

Seandainya kupu-kupu itu bisa dititipkan sesuatu, mungkin aku akan menyampaikan salam rindu buat orang yang aku cintai selama ini yaitu Mila. Kemudian aku menutup rapat jendela dan pergi menuju kamar mandi untuk membersihkan seluruh badan agar kelihatan harum dan bersih dari kuman ataupun bakteri

Selesai mandi aku berniat melakukan shalat dhuha sebagaimana dianjurkan oleh agama islam yang dilakukan ketika matahari naik kira-kira sepenggalah hingga matahari tepat di atas kepala. Di rakaat pertama sesudah membaca surah Al-Fatihah aku baca surah Al-Kafirun dan di rakaat kedua membaca surah Al-Ikhlas, karena aku pernah mendengar pada salah satu guru di sekolah bahwa kedua surah di atas hukumnya sunah dibaca ketika mengerjakan shalat dhuha. Sesudah itu aku membaca doa setelah selesai shalat dhuha serta mendoakan dia yang jauh di sana agar diberi kesehatan selalu, di jauhkan dari segala musibah, dan dilancarkan aktivitasnya sehari-hari dengan baik, amin.

****

27 Juni 2018

Balikan pondok sudah di depan mata tinggal menghitung hari saja, tapi dia belum ada kabar sama sekali selama liburan. Ditelpon tidak pernah diangkat, sedangkan aku sudah telanjur rindu sama dia. Apakah dia mempunyai laki-laki lain di belakangku, atau mungkin dia sudah melupakan aku sebagai pacarnya. Aku berharap tidak seperti itu, aku takut kehilangan dia dari kehidupanku, dan kehadirannya membuat hidupku lebih baik dari pada sebelumnya.

Waktu bergulir dengan cepatnya dan tidak disangka balikan pondok telah tiba. Jam tujuh lewat lima belas menit, aku menyiapkan barang-barang dimulai dari merapikan baju, membeli peralatan mandi, dan barang lainnya. Tetapi rasa ingin ketemu dengannya tak kunjung hilang di dalam hati, serta rindu yang terus menjadi bahan pikiranku selama ini.

Seandainya ada obat penghilang rindu, pasti aku akan membelinya untuk menghapus memori ingin ketemu sama dia, tapi hal itu sangat sulit bagiku. Apalagi saat ini aku akan kembali kepondok dan harus meninggalkan dia bergaul dengan orang lain di luar sana. Aku takut dia suka sama laki-laki lain, tapi aku yakin dia perempuan yang terbaik dan akan menjaga cintaku selamanya.

Matahari sudah hampir tenggelam di ufuk barat menandakan sore hari tiba, akupun bersiap-siap untuk kembali kepondok, sebab waktu paling lambat sebelum adzan magrib berkumandang harus berada di pondok semua dan kalau telat akan dihukum berdiri di depan kantor pesantren sambil mengaji Al-Qur’an selama tiga jam. Akupun bergegas mandi, takut terlambat kembali kepondok. Setelah beberapa menit kemudian, akhirnya aku selesai mandi dan selanjutnya mengambil sarung beserta baju yang sudah dirapikan tadi, lalu memakainya secara bergantian.

Setelah merasa sudah siap semua, aku memutuskan untuk berangkat dengan mengendarai sepeda motor ayahku, namun rasa ingin ketemu sama dia masih melekat erat di dalam hati, serta rindu yang terus saja menghantui pikiranku. Aku ingin menangis supaya kedua orang tua tahu bahwa anaknya sedang rindu sama perempuan yang namanya Mila, tapi aku malu untuk nangis di depan mereka, akan aku jalani hidup ini dengan sabar, ikhlas, serta menyerahkan semua kepada tuhan yang maha esa.

“Kamu lagi apa sekarang Mil?,” kata-kata itu terus menyerang pikiranku di tengah perjalanan kepondok. Aku takut terjadi sesuatu sama dia saat ini dan semoga saja tidak ada musibah yang menghampirinya, serta dapat melaksanakan aktivitasnya dengan baik. Namun rasa rindu ini masih menjadi teman pikiranku. Aku benar-benar tidak bisa menghapus dari dalam ingatanku. Mungkin obat satu-satunya adalah bertemu dengannya, tetapi sangat sulit bagiku buat ketemu sama dia, karena aku sudah kembali kepenjara suciku yaitu pondok pesantren, sedangkan disana di larang berpacaran apalagi ketemuan sama perempuan yang bukan mahramnya.

****

20 Agustus 2018

Hari demi hari, bulan berganti bulan, aku merasakan pahit dan manisnya kehidupanku selama ini, di mulai dari bersekolah, ajian kitab kuning, dan kegiatan lainnya. Sehingga hari paling istimewanya para santri telah tiba yaitu liburan yang dinanti sejak kemarin. Aku sangat senang sekali, karena dapat pulang lagi kerumah dan bertemu kedua orang tua, serta menyembuhkan rasa rindu yang sudah lama menjadi teman akrabku selama di pondok. Aku tak sabar lagi buat ketemu sama dia untuk mengungkapkan kerinduan yang terpendam di dalam hati. Benar juga yang dikatakan Dilan, rindu itu memang berat dan kalau saja merindukannya dapat pahala, mungkin aku orang pertama kali yang merindukannya, serta paling banyak mendapatkan pahala.

Pada saat ini para santri sedang sibuk menyiapkan barang miliknya diantaranya, memasukkan baju kedalam tasnya, ada pula yang masih mandi, mengambil pakaiannya yang bergantung di depan kamar mereka, dan ada juga yang masih berkeliaran kesana-kesini untuk kepentingan mereka sendiri. Sedangkan aku sudah siap untuk pulang kerumah dan bertemu dengannya.

Selesai berpamitan kepada kyai, aku di jemput oleh ayah menggunakan sepeda motor kesayangannya. Sesudah itu, akupun pulang dengan wajah gembira sambil memikirkan dia yang jauh di mata, tapi dekat di hati. Sesampainya di rumah, aku langsung minta izin kepada orang tua untuk pergi kerumah dia sebentar, akhirnya mereka mengizinkan dengan berpesan jangan terlalu lama-lama dan aku menjawabnya dengan kata sederhana “iya”.

Di tengah jalan, hatiku berbunga-bunga ingin segera sampai di rumahnya buat ketemu dengan dia. Beberapa menit kemudian, sampai juga pada tujuanku, namun sebelum memasuki pintu gerbang, aku terkejut melihat dia bersama laki-laki lain sedang mesra-mesraan di serambi rumahnya. Hatiku benar-benar sakit seperti disambar petir, ternyata perempuan yang selama ini aku cintai masih mengharap cintanya orang lain. Seandainya dia tahu betapa beratnya usaha aku menjaga cintanya, menahan rindu yang sekarang menjadi teman akrabku, tapi dia seenaknya bermain cinta di belakangku dan dia melupakan janjinya untuk setia serta mencintaiku selamanya. Aku tidak tahu harus berbuat apalagi selain pulang, tetapi sebelum malangkahkan kaki untuk pergi meninggalkan rumahnya, tanpa disengaja dia menoleh kearahku yang berdiri tegak di depan rumahnya sejak tadi. Dia terlihat kebingungan, seolah-olah tidak percaya kalau aku berada di rumahnya.

“Mil, siapa laki-laki yang berada di depan rumahmu itu,” tanya laki-laki itu sambil mengarahkan jari telunjuknya kepadaku.

“Kamu tunggu disini ya,” jawab Mila dengan kebingungan.

“Mau kemana,” tanya laki-laki itu lagi.

Tapi dia tidak menjawabnya dan pergi kearahku yang berdiri di depan rumahnya.

“Hai Rifqi, apa kabar,” ucapnya sambil mengeluarkan senyum manisnya, namun aku tidak tergoda sama sekali melainkan semakin kecewa sama dia.

“Dasar perempuan pengkhianat,” kataku dengan nada yang nyaring.

Setelah itu aku memilih untuk pulang saja, karena tidak tahan lagi melihat dia berada dihadapanku.

“Bisa aku jelasin Rif, ini semua hanya salah paham,” kata dia, namun aku menghiraukan perkataannya dan terus menjauh darinya.

Aku kira dia perempuan yang baik dan sholehah, tapi sebaliknya, dia perempuan licik, suka mempermainkan perasaannya orang lain. Aku sudah berjuang mati-matian menahan rindu berat kepadanya, menjaga cintanya, tetapi malah dia yang membuang jauh cintaku dan menghadirkan laki-laki itu di dalam hidupnya. Sejak berpacaran dengannya, ketika dia tidak ada kabar, aku khawatir takut terjadi sesuatu sama dia, serta rasa rindu yang terus menerus menyerang hati, namun perjalanan hidupku dengannya berakhir sampai hari ini. Semoga dia bahagia dengan pilihannya itu, sedangkan aku akan mencoba melupakannya dari kehidupanku.

Akan aku tulis cerita perjalananku sewaktu berpacaran sama dia, untuk disebarkan di media sosial, agar semua orang tahu pengorbanan cintaku kepadanya, bagaimana rasanya melawan rindu sama perempuan yang aku cintai, tapi dia mendatangkan orang ketiga dan aku dilupakan sebagai pacarnya. Ketika sudah selesai menulis ceritanya, akan aku beri judul tulisan tersebut dengan nama “Sebuah Rindu Yang Menyakitkan” yang mengisahkan rinduku sama dia, namun pada akhirnya sangat menyakitkan.

04 Juli 2019

Cerita di atas merupakan kenangan yang paling pahit aku rasakan selama ini, apabila teringat pada cerita ini rasanya ingin segera melupakannya dan membuang jauh dari kehidupanku, namun itu semua tidak semudah yang aku pikirkan, sebab sampai sekarang aku masih merindukannya, tetapi aku akan berusaha mencoba melupakan dia selamanya. Selamat membaca sobat.

 

 

Oleh: Rifqi Hasan, Pengurus perpustakaan PP. Annuqayah Lubangsa Selatan, siswa MA Tahfidh Annuqayah dan santri asal Dasuk

Related Posts

1 of 3,057