Kolom

Mengurai Migrasi Pemilih Jokowi

joko widodo, prabowo subianto, calon presiden, pilpres 2019, asosiasi pdip, asosiasi jokowi, asosiasi prabowo, asosiasi gerindra, partai gerindra, capres gerindra, capres pdip, nusantara, nusantaranews, nusantara news
Joko Widodo dan Prabowo Subianto. (Foto: Ilustrasi/NusantaraNews)

Mengurai Migrasi Pemilih Jokowi

Pada Pemilu 2014, pertarungan antara Jokowi dengan Prabowo adalah pertarungan value (nilai), pertarungan idiologi (gagasan). Jokowi mengusung nilai atau gagasan kerakyatan dan Prabowo mengusung Kemandirian Nasional. Jokowi, sebagai simbol gerakan politik kerakyatan dicitrakan sebagai Si Marhaen seperti rakyat Indonesia pada umumnya. Hal tersebut nampak dalam wujud kampanye Jokowi pada waktu itu seperti menjadi tukang tambal ban, mengayuh becak, harga pakaian yang dikenakan dan lain sebagainya.

Sedangkan Prabowo mencitrakan sebagai pelanjut para pendiri bangsa. Bisa dilihat dari gaya berpakaian Prabowo yang meniru atau mencontoh busana para pejuang kemerdekaan. Pun dalam orasi-orasinya, Prabowo selalu mengatakan, percaya dan bangun kekuatan diri sendiri, kita akan menjadi Macan Asia!

Dan, rakyat pun memilih Jokowi sebagai presiden. Kemenangan Jokowi pun sangat tipis hanya selisih 6,3 persen saja dari suara yang memilih Prabowo.

Kemenangan Jokowi ini juga tak lepas dari kesadaran rakyat bahwa Jokowi adalah anti-tesis dari SBY yang telah berkuasa selama 10 tahun. Rakyat berharap dengan dengan Jokowi sebagai presiden, maka program-program kerakyatan yang dijanjikan oleh Jokowi di masa kampanye diwujudkan dalam bentuk kebijakan-kebijakan yang dapat mengangkat harkat dan martabat rakyat Indonesia. Menuju masyarakat adil makmur seperti yang dicita-citakan para pendiri bangsa.

Baca Juga:  Kontrakdiksi Politisasi Birokrasi dan “Good Governance”

Apa lacur? Pemerintahan Jokowi justru melanjutkan program-program di masa pemerintahan sebelumnya. Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) yang dibuat di masa akhir pemerintahan SBY digenjot. Dan infrastruktur pun menjadi kiblat pembangunan Jokowi.

Trisakti, program unggulan Jokowi di masa kampanye 2014 masuk tong sampah. Subsidi-subsidi rakyat dikurangi, impor merajalela, BUMN diprivatisasi dan rakyat pun dibuat meradang.

Dalam survei IDM pada Mei 2018 lalu (survei dilakukan pada 28 April–18 Mei 2018), sudah terdekteksi adanya migrasi pemilih. Migrasi pemilih ini didominasi oleh kelompok masyarakat yang selama ini termaginalkan. Yaitu petani, di mana nilai tukarnya terus turun hampir 10 persen. Ketidakpuasan atas turunnya harga komoditas menyebabkan ketidakpercayaan terhadap pemerintah semakin menguat dikalangan ini.

Impor beras yang terus digenjot oleh pemerintah semakin menambah besar ketidakpercayaan petani terhadap pemerintahan Jokowi. Begitu juga dikalangan peternak, khususnya peternak ayam di mana ketidakstabilan harga pakan yang cukup berlangsung lama telah membuat peternak skala kecil dan menengah gulung tikar.

Baca Juga:  Fenomena “Post Truth" di Pilkada Serentak 2024

Pun di sektor pekerja (buruh). Peraturan Pemerintah Nomor 78/2015 (PP 78) tentang pengupahan menjadi penyebab utama migrasinya pemilih Jokowi di kalangan ini. Pengebirian atas hak upah buruh ini bukan hanya beralihnya dukungan terhadap Jokowi tetapi juga melahirkan perlawanan berupa aksi-aksi massa oleh hampir seluruh serikat pekerja atau buruh untuk menolak PP/78 ini.

Dalam temuan survei IDM pada bulan Oktober 2018 (pelaksanaan survei, 8–21 Oktober 2018) diketahui bahwa 38,9 persen responden mengatakan kondisi ekonomi saat ini mengalami penurunan. Sebesar 48,4 persen mengatakan kondisi ekonomi mereka sama saja (stagnan).

Begitu juga hasil survei IDM pada bulan Maret ini, dalam temuan survei kami sebanyak 71,7 persen responden mengatakan sulit mencari pekerjaan. Hal ini sejalan dengan pertumbuhan ekonomi nasional selama 4,5 tahun pemerintahan Jokowi yang berkisar antara 4,8-5 persen saja. Keadaan pertumbuhan ekonomi ini tentu saja berimbas kepada lapangan kerja di masyarakat. Dengan pertumbuhan ekonomi yang hanya berkisar di 4,8-5 persen tidak memberikan tambahan lapangan kerja baru bagi angkatan kerja baru. Hal ini menambah migrasi pemilih Jokowi di kalangan milenial yang memang sangat membutuhkan lapangan kerja.

Baca Juga:  Anak Ideologis Prabowo, Cabup Gus Fawait Luncurkan 8 Program Aksi Untuk Sejahterakan Rakyat Jember

Migrasi pemilih Jokowi juga melanda kelas menengah perkotaan, di mana isu korupsi dan demokrasi merupakan hal penting bagi kelas ini. Tertangkapnya Romahurmuziy dalam operasi tangkap tangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di mana Romi, sapaan akrab Romahurmuziy, diketahui publik sebagai salah satu tim inti dari Jokowi. Dan juga, kriminalisasi terhadap pengkritik Jokowi (Ahmad Dhani salah satunya), menambah deret barisan migrasi pemilih Jokowi.

Migrasi pemilih yang semakin meluas ini, tentunya sangat menguntungkan bagi pasangan Prabowo-Sandi. Karena migrasi pemilih ini hanya bermuara kepada dua yaitu memilih Prabowo-Sandi atau menjadi Golongan Putih (Golput).

Oleh: Bin Firman Tresnadi, Direktur Eksekutif Indonesia Development Monitoring

Related Posts

1 of 3,253