Kolom

Dampak Kebijakan Keamanan Integratif Jokowi, Nasib Perwira Polisi Terbengkalai

kondensat, kasus kondensat, buronan kondensar, honggo windratmo, kabareskrim polri, komjen arief sulistyanto, mabes polri, nusantaranews, red notice, nusantara, korupsi kondensat, nusantara news
Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian melantik Komjen Ari Dono Sukanto (kiri) sebagai Wakapolri dan Komjen Polisi Arief Sulistyanto (kanan) sebagai Kabareskrim Polri. (ntmcpolri.info)

Dampak kebijakan Keamanan Integratif Jokowi, Nasib Perwira Polisi Terbengkalai

Seluruh anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia harus pahami bahwa Presiden Joko Widodo yang justru memperlemah dan mengamputasi kewenangan Polisi. Bahkan menabrak konstitusi dengan mengeluarkan kebijakan melalui Perpres Nomor 2 Tahun 2015 tentang Keamanan Integratif, yaitu memutus sebagian kewenangan Kepolisian misalnya bidang Keamanan Laut, Penanganan Narkotika, termasuk hal-hal yang bersifat keamanan insani (inhuman security) lainnya.

Akibatnya, reformasi di Kepolisian tidak bisa berjalan dengan baik. Anggaran mengalami penyusutan, Kepolisian belum bisa melakukan revitalisasi instrumental, peningkatan profesionalisme dan perbaikan kesejahteraan. Dampaknya, tugas pelayaan belum cukup memberi kepuasan dan keadilaan.

Hari ini perbuatan Presiden Joko Widodo tersebut menyebabkan 1.400 Kombes tidak bisa naik pangkat ke bintang, 230 Periwira Bintang Satu yang masih antri untuk Bintang Dua, 66 Perwira Bintang Dua yang antri untuk Bintang Tiga. Perwira Tinggi Polisi Putra Papua tidak bisa dapat jabatan, sedangkan hari ini ada 2 orang putra Papua Bintang Dua di TNI menjadi Panglima Kodam (Pangdam). Mengapa? Karena keterbatasan ruang nomenklatur dan anggaran di Kepolisian Negara akibat amputasi kewenangan oleh Presiden Joko Widodo 2014-2019.

Prabowo Subianto sudah sangat memahami bahwa negara kuat karena institusi negara kuat. Semua institusi negara sangat penting karena instrumen-instrumen yang menjalankan esensi dasar adanya negara yaitu adil dan makmur. Karena itu, Prabowo Subianto 2019-2024 memahami pentingnya Kepolisian yang kuat, mandiri, modern, profesional disertai kesejahteraan yang layak sehingga akan tercipta institusi Polisi yang berwibawa, bermartabat dan terpercaya.

Calon Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto pada saat debat pertama tanggal 17 Januari 2019, Debat keempat 30 Maret 2019 dan berbagai kesempatan menekankan pentingnya negara yang kuat, negara kuat jika institusi atau lembaga negara kuat. Demikian pula ditunjang dengan pengelola negara yang profesional, bersih dan berwibawa. Keamanan Dalam Negeri terpelihara jika institusi Kepolisian Negara yang kuat. Rakyat mendapat keadilan dihadapan hukum, jika institusi Kepolisian terpercaya, bekerja secara independen, profesional, moderen, sejahtera.

Baca Juga:  Polres Sumenep Gelar Razia Penyakit Masyarakat di Cafe, 5 Perempuan Diamankan

Aparat Penegak Hukum (Polisi, Jaksa, Hakim) harus kenyang, sehat dan pintar supaya bekerja profesional, objektif dan imparsial dalam menegakan hukum.

Pandangan Calon Presiden Prabowo Subianto saat debat keempat tanggal 30 Maret 2019 memang benar. Bahwa apapun yang dilakukan pemimpin bangsa ini tentu mempertimbangkan kepentingan inti negara Indonesia (core of national interest) yaitu sesungguhnya negara yang maju dan berkembang berada pada penguatan hukum untuk mengatur ketertiban, keamanan dan rasa keadilan bagi rakyat. Kepolisian, Kejaksaan dan Kehakiman sebagai lembaga penegak hukum yang berada di beranda depan dalam sistem peradilan pidana (criminal justice system) tentu menjadi pilar terpenting bagi negara ini.

Jika membaca pandangan Prabowo Subianto sebenarnya secara tersirat menyatakan kegaulauan atas kegagalan pemerintah saat ini yang membawa bangsa Indonesia tersandera dalam ancaman dan negara makin tidak berwibawa karena perilaku amoralitas penguasa. Kebocoran keuangan negara, korupsi merajalela, memperdagangkan pengaruh, jual beli jabatan, perilaku mesum yang justru dilakukan oleh orang-orang yang melingkari istana, pusat kekuasaan negara. Pemerintah juga menyandera pilar-pilar demokrasi, hak asasi manusia, perdamain dan keadilan melalui instrumen demokrasi yaitu partai politik, media massa, lembaga penegak hukum. Bangsa ini sedang mengalami distorsi arah dan gradasi nilai-nilai konstitusi dan landasan idil.

Baca Juga:  Jokowi Tunjuk Adhi Karyono Pj Gubernur Jatim, Gus Fawait: Birokrat Cerdas Dan Berpengalaman

Prabowo Subianto sangat paham tentang Kepolisian sudah selayaknya diapresiasi. Aparat Kepolisian bertugas untuk mewujudkan salah satu inti kepentingan nasional (core of national interest) dengan memastikan kebutuhan warga negara terpenting yaitu hak atas rasa aman dan hak untuk mendapat keadilan dihadapan hukum.

Prabowo memahami Indonesia saat ini sedang menghadapi berbagai persoalan yang kompleks. Ancaman bisnis transnasional, kejahatan dunia maya (cyber crime) , terorisme, penyelundupan dan perdagangan narkotika , kejahatan perdagangan manusia (human trafficking), pencucian uang (money loundering), korupsi dan perdagangan jabatan, perilaku amoralitas pejabat negara, ancaman konflik horizontal dan konflik vertikal antara negara dan rakyat dan lain sebagainya.

Semua permasalahan di atas tidak sekadar mengancam instabilitas sosial dan integritas nasional, namun juga mengganggu nilai-nilai fundamental seperti Kebhinekaan dan Pancasila sebagai pondasi kehidupan berbangsa dan bernegara.

Kalau disimpulkan, ada dua ancaman yang dihadapi saat ini yaitu ancaman kejahatan konvensional yang membutuhkan penegakan hukum dalam sistem peradilan pidana, serta menguatnya kelompok eksklusivisme suku, agam, ras dan antar golongan serta penetrasi kapital dan hegemoni negara idikasi adanya komprador antara negara dan swasta. Selain gangguan keamanan dan ketertiban dalam negeri (internal disorder) juga ancaman eksternal (external threat) berupa ancaman negara lain, pengaruh perang proxy dan lain sebagainya.

Pada saat ini Kepolisian Negara sedang menghadapi tugas berat untuk menuntaskan berbagai persoalan keamanan dan penegakan hukum. Sebagai lembaga yang berada di beranda depan dalam sistem peradilan pidana (criminal justice system), harapan publik tertuju kepada lembaga kepolisian. Namun yang menjadi pertanyaannya adalah seberapa jauh kesiapan lembaga kepolisian untuk mampu merespons berbegai persoalan yang membelit negeri ini.

Baca Juga:  Politisi Asal Sumenep, MH. Said Abdullah, Ungguli Kekayaan Presiden Jokowi: Analisis LHKPN 2022 dan Prestasi Politik Terkini

Di satu sisi Kepolisian menerima begitu banyak pengaduan berbagai kasus. Namun di sisi lain Kepolisan juga dianggap sebagai lembaga yang lebih banyak diadukan sebagai lembaga yang belum dapat memenuhi rasa keadilan ke lembaga pengawas internal (inspektorat, propam dan kompolnas) serta lembaga eksternal kepolisian seperti Komnas HAM, Ombudsmen. Demikian pula, institusi Kepolisian mendapat sorotan publik semakin memburuk citranya sebagai penegak keadilan ketika terjadi konflik dengan mitra penegak hukum lainnya seperti KPK dan Komnas HAM.

Tuntutan dan harapan publik agar institusi Kepolisian melakukan reformasi substansial semakin besar. Itulah yang mendorong Prabowo melakukan kebijakan progresif untuk penguatan institusi yang independen dan mandiri, modernisasi instrumental, profesionalisme dan peningkatan kualitas hidup melalui perbaikan kesejahteran upa dan gaji. Itu artinya Prabowo sudah mendeteksi persoalan untuk mempermuda melakukan reformasi substansial.

Meskipun di bawah kepemimpinan Jenderal Tito Karnavian, Indonesia termasuk negara yang mengalami surplus keamanan. Namun harus diakui bahwa Kepolisian tidak bisa melepaskan diri dari tarikan dunia politik dan kepentingan penguasa. Rakyat cenderung apatis terhadap jawaban-jawaban retoris yang cenderung merespons reaksi publik dan itu tidak berarti rakyat membenci Kepolisian, justru karena menjadi tumpuan harapan dan terminal akhir pencarian keadilan.

Rakyat lebih menyukai kinerja yaitu perbaikan institusi kepolisian melalui perbaikan internal dan penegakan hukum yang berkeadilan. Itu semua karena kegagalan pemimpin tertinggi negeri ini yang tidak mampu komit untuk menerjemahkan kebijakan berdasarkan landasan konstitusi dan landasan idil.

Oleh: Natalius Pigai, Aktivis Kemanusiaan dan Ketua Tim Aparat Penegak Hukum, Komnas HAM RI 2012-2017

Related Posts

1 of 3,111