Ekonomi

Catatan dan Pertanyaan Kritis Teruntuk Kementerian Pertanian Soal Swasembada Pangan

Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman bersama petani. Foto: Dok. Kementan
Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman bersama petani. Foto: Dok. Kementan

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Catatan dan pertanyaan kritis teruntuk Kementerian Pertanian soal visi dan misi swasembada pangan. Salah satu kementerian yang memiliki peran penting dalam penguasaan sektor hajat hidup orang banyak ialah Kementerian Pertanian. Selama era pemerintahan Presiden Soeharto, kementerian ini memegang peranan kunci dalam mendukung keberhasilan program-program pertanian pemerintahan mencapai sasaran pembangunan 5 tahunan.

“Publik mengetahui capaian yang telah dicatatkan dan menjadi perhatian dunia internasional, yaitu keberhasilan dalam berswasembada beras pada bulan Nopember 1984 melalui penghargaan yang diterimabdari lembaga pangan dunia, FAO,” ujar Ekonom Konstitusi, Defiyan Cori, Jakarta, Senin (4/3/2019).

Keberhasilan ini , kata dia, meskipun masih disanggah oleh Menteri Pertanian Amran Sulaiman, harus dipandang sebagai sebuah pengakuan obyektif dunia internasional atas pencapaian sebuah program yang berprioritas, terencana dan terarah serta adanya disiplin program dan anggaran.

“Sebaliknya, apakah yang sudah dicapai oleh Kementerian Pertanian yang juga mempunyai sasaran (target) swasembada beras atau pangan sampai dengan 4 tahun terakhir ini? Kenapa awal Januari 2018 pemerintah berencana melakukan impor beras sebesar 500 ribu ton? Lalu bagaimana dengan produksi jagung dan bahan pangan pokok lainnya?,” ucapnya.

Baca Juga:  DPRD Nunukan Fasilitasi RDP Petani Rumput Laut Dengan Pemerintah

Menurut dia, salah satu penyebab tidak tercapainya sasaran swasembada adalah ketidakpaduan program dan ketidakakuratan data di masing-masing kementerian dan lembaga pemerintahan.

“Justru hasil rapat koordinasi yang rutin dipertanyakan tindaklanjutnya,” cetusnya.

Sebagai contoh kecil, lanjut Defiyan, yang berdampak besar atas konsistensi sebuah program dan anggaran adalah kebijakan Kementerian Pertanian melalui program 10 juta ekor ayam secara tiba-tiba untuk masyarakat yang berdampak pada pengalihan anggaran dari program lain yang sedang berjalan sejumlah Rp 780 miliar.

“Kebijakan program yang diputuskan ditengah jalan ini tentu akan mengganggu kesinambungan program lain yang telah dirancang dan direncanakan secara matang sejak awal, tentu akan mengganggu kinerja program yang dipotong anggarannya,” kata Defiyan.

“Kebijakan yang seperti ini dan dilakukan di tengah jalan jelas menunjukkan bahwa Menteri Pertanian tak mematuhi perencanaan program yang telah disusunnya dan berbuat sekehendak hati atau merevisi sesuai seleranya,” lanjut dia.

Terlebih jika program penyediaan 10 juta ekor ayam untuk masyarakat ini dilakukan bukan oleh direktorat teknis atau struktur kementerian yang memiliki kewenangan dalam mengelola program tersebut.

Baca Juga:  Kemitraan Jobstreet by SEEK dan APTIKNAS Hadirkan Jutaan Lowongan Pekerjaan

“Meskipun daging ayam melalui pengembangan ternak ayam merupakan kebutuhan pokok masyarakat, akan tetapi permasalahan yang sering muncul di tengah pasar dan masyarakat dan butuh pendanaan yang besar adalah masalah ketersediaan daging sapi, yaitu selisih antara produksi dan konsumsi dalam negeri,” paparnya.

Dibandingkan dengan peternakan ayam yang dapat dikelola secara mandiri oleh Rumah Tangga (RT), sambung Defiyan, pengelolaan ternak sapi relatif lebih sulit dan membutuhkan modal yang cukup besar. Jika sebuah Rumah Tangga membeli pedet (anak sapi), dengan harga Rp 10-15 juta per ekor sudah bisa membeli 500 sampai dengan 1.000 ekor ayam.

Sementara itu, jumlah 1 ekor sapi belum tentu mampu menunjang kehidupan dasar sebuah Rumah Tangga peternak sapi yang harus membuat kandang, pakan dan nutrisi yang memadai dalam beternak sapi. Untuk itulah peran pemerintah, dalam hal ini Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan sangat dibutuhkan dalam memberikan alokasi dan membina lokasi atau lahan peternakan sapi yang mampu menjawab sasaran (target) swasembada daging sapi yang ditetapkan pada Tahun 2022.

Baca Juga:  Rakyat Banyak Kesulitan, Kenaikan Pajak PPN 12 Persen Layak Dikaji Ulang

“Bahkan potensi pembukaan lapangan kerja dan mengurangi pengangguran juga lebih efektif melalui pengembangan industri peternakan sapi ini,” terangnya.

(gdn/eda)

Editor: Eriec Dieda

Related Posts

1 of 3,065