ArtikelBerita UtamaOpiniPolitikTerbaru

PARADOX INDONESIA

PARADOX INDONESIA

Yang dimaksudkan dengan Paradox Indonesia adalah keadaan yang bertentangan sekali antara pandangan luar negeri yang memuji Indonesia sebagai negara yang sukses dalam berbagai hal dengan pendapat di dalam negeri yang mengecam banyaknya kelemahan dan bahkan kegagalan.
Penulis: Sayidiman Suryohadiprojo

 

Pujian luar negeri terakhir kepada Indonesia yang amat hebat diberikan oleh Inggris ketika Ratu Elizabeth II menganugerahkan penghargaan tinggi kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono berupa bintang The Knight Grand Cross in the Order of the Bath. Disertai berbagai pujian kepada Presiden SBY tentang suksesnya menjadikan Indonesia negara demokrasi, keberhasilan dalam ekonomi yang membuat Indonesia mengatasi berbagai masalah, dan pujian setinggi langit lainnya. Sebelumnya sudah banyak pujian dari pemimpin negara lain, termasuk AS dan Jepang.

Namun sebaliknya, di dalam negeri masyarakat mengalami tidak sedikit berbagai peristiwa buruk, seperti maraknya tawuran dan bahkan bunuh-membunuh antar-siswa SMA di Jakarta, antar-mahasiswa di Makassar, antar-rakyat desa di Lampung dan Sulawesi Tengah. Selain itu masyarakat merasakan tidak kunjung membaiknya kesejahteraan, angka kemiskinan rakyat tetap tinggi, kesenjangan antara orang kaya dan miskin lebar dan malahan terus melebar, korupsi yang tidak kunjung berkurang, dan berbagai keadaan yang menunjukkan kebobrokan. Sampai makin banyak orang bicara tentang Indonesia sebagai Negara Gagal.

Paradox ini tidak baik untuk bangsa Indonesia dan mengindikasikan kelemahan struktural berat. Tentu kita senang Presiden kita mendapat penghargaan tinggi dan pujian di mana-mana di luar negeri. Akan tetapi kita bukan burung onta yang memasukkan kepalanya dalam pasir untuk tidak melihat kondisi kelilingnya yang parah. Sebab kita bagian dari masyarakat yang masih sangat menderita yang tujuan hidupnya sejak 17 Agustus 1945 adalah hidup dalam masyarakat yang maju-adil-sejahtera dalam negara Indonesia Merdeka. Untuk itu seluruh bangsa sepakat bahwa dasar bagi Negara Republik Indonesia yang merdeka dan berdaulat adalah Pancasila. Sebab Pancasila tidak hanya mengandung nilai-nilai yang sesuai dengan perjuangan hidupnya, tetapi malahan merupakan Jati Diri Bangsa Indonesia. Bung Karno Presiden kita pertama menegaskan bahwa Pancasila bukan hasil kreasi beliau, melainkan beliau gali dari akar-akar kehidupan bangsa.

Baca Juga:  Buruknya Penegakan Hukum Tersebab Tololnya Seorang Kapolres

Maka dapat dikatakan bahwa Paradox Indonesia adalah akibat kelalaian bangsa Indonesia dan khususnya para pemimpinnya untuk secara konsekuen mengimplementasikan Pancasila. Padahal semua pihak, ya pemimpin ya rakyat, masih mengakui Pancasila sebagai Dasar Negara.

Sikap munafik ini adalah akibat perkembangan dalam perjuangan bangsa. Ketika pada 27 Desember 1949 Belanda dan masyarakat internasional mengakui kemerdekaan bangsa Indonesia, bangsa Indonesia yang keluar sebagai pemenang dari perjuangan bukan hanya para Pejuang yang secara gigih berjuang tetapi juga orang-orang Indonesia yang memihak penjajah menjadi bagian dari Indonesia. Para Pejuang Kemerdekaan telah secara rela dan legowo menerima mereka, satu sikap hidup yang baik sesuai dengan ajaran Leluhur kita. Akan tetapi sebenarnya setelah itu para Pejuang Kemerdekaan harus menjamin dan mengamankan bahwa NKRI dibangun sesuai Pancasila agar masuknya para Non-Pejuang atau bahkan Lawan-Pejuang dalam barisan Indonesia tidak merusak bangsa Indonesia. Inilah hal yang diabaikan para Pejuang sudah sejak 1950. Tidak ada usaha konsolidasi Negara Pancasila , malahan negara dibawa ke alam politik dan ekonomi yang bukan-Pancasila. Akibatnya adalah timbulnya kesempatan dan peluang bagi mereka yang pada dasarnya tidak sepaham dengan perjuangan kebangsaan Indonesia, untuk timbul kembali dan malahan menjadi makin kuat. Dan mereka mendapat dukungan luas dari negara-negara yang banyak kepentingannya di Indonesia dan kurang setuju Indonesia menjadi Negara Pancasila yang efektif dan kuat. Buat mereka Indonesia boleh merdeka tapi dalam satu Negara yang berpaham Liberalisme Barat, atau dalam Negara Komunis, atau Negara Islam, sesuai kepentingannya.

Baca Juga:  Kemenangan Pilgub Di Depan Mata, Relawan Gen Z Jawa Timur Ajak Kawal Suara Khofifah-Emil di TPS

Setelah terjadi Reformasi pada tahun 1998 pihak yang paling kuat adalah yang berpaham liberal Barat. Meskipun yang berpaham komunis berusaha bangkit kembali, namun kekalahan blok Komunis dalam Perang Dingin cukup berpengaruh. Yang mau Negara Islam makin besar dukungannya dari Timur Tengah, tetapi belum dapat mengimbangi kaum Barat. Maka Reformasi yang memang diperlukan bangsa Indonesia untuk menjadikan Negara Pancasila satu kenyataan, menjadi sasaran kaum Barat dan mereka berhasil membajaknya. Bukti sukses pertama mereka adalah UUD 1945 yang di-amandemen sehingga mulai menjauhi Pancasila. Tentu itu buat kaum Barat baru hasil pendahuluan yang harus diikuti keberhasilan lain.

Sebetulnya sejak kepemimpinan Pak Harto kaum Barat sudah membuat inroads yang penting. Mereka berhasil membawa pengendalian ekonomi makin meninggalkan pasal 33 UUD 1945 sebagai implementasi Pancasila . Meskipun fasal 33 UUD 1945 secara formal tidak diganggu, namun pengendalian ekonomi secara nyata makin dipedomani paham liberalisme Barat. Buat mereka yang berpandangan Barat atau mengutamakan pandangan Barat tidak soal bahwa rakyat Indonesia masih banyak yang miskin. Yang penting bagi mereka adalah bahwa Indonesia sesuai dengan kepentingan mereka, baik Barat itu AS atau Inggris. Bahwa Indonesia sekarang mendapat berbagai pujian dan penghargaan Barat, itu berarti bahwa Indonesia buat mereka sudah on the right track.

Buat orang yang berpikiran Pancasila tidak ada keberatan Barat senang dengan Indonesia, sebab kita selalu mengusahakan hubungan yang selaras dan harmonis dengan bangsa lain. Akan tetapi hubungan harmonis itu hanya bisa ada kalau bangsa Indonesia sendiri juga mengalami kehidupan dan perkembangan sesuai dengan tujuan hidupnya. Tidak mungkin hubungan itu harmonis kalau masih jutaan rakyat Indonesia hidup miskin, dalam ukuran Bank Dunia yang didominasi Barat itu adalah di bawah USD 2 sehari. Sedangkan kekayaan bumi Indonesia dikeruk perusahaan Barat untuk menjadikan orang mereka makin kaya.

Baca Juga:  Sering Kebanjiran, Pedagang Pasar Pabean Curhat Ke Cagub Khofifah

Sebab itu marilah para Pejuang yang masih ada mengingatkan para pemimpin kita yang berkuasa jangan bangga adanya Paradox Indonesia, tetapi lebih memperhatikan bangsanya sendiri. Boleh berbangga telah mencapai pertumbuhan ekonomi sebesar 6,5% kalau bersamaan dengan itu rakyat petani dan nelayan di desa-desa makin sejahtera hidupnya dan kemiskinan makin hilang dari kehidupan Indonesia. Juga baru bangga mewujudkan demokrasi di Indonesia kalau makin hilang kesukaan penggunaan kekerasan dan tawuran antar-pelajar/mahasiswa dan antar-suku. Makin toleran sikap dan pandangan para penganut agama sehingga tidak ada lagi perkelahian antar-penganut agama serta pengrusakan gereja dan mesjid. Memperhatikan bangsa sendiri sehingga terwujud Indonesia yang Tata Tentrem Karta Raharja, bangsa Indonesia yang Maju-Sejahtera Lahir Batin. Bangsa Indonesia dengan Ketahanan Nasional yang ulet dan tangguh sehingga dapat hidup harmonis bersama bangsa-bangsa lain di dunia.(as/sayidiman.suryohadiprojo.com)

Related Posts

1 of 48