HukumPolitik

Hapus Perda, Mendagri Dinilai Gagal Jalankan Fungsi Executive Preview

ILUSTRASI
ILUSTRASI

NUSANTARANEWS.CO – Hapus Perda, Mendagri Dinilai Gagal Jalankan Fungsi Executive Preview. Pengamat Hukum Tata Negara dari Sinergi Masyarakat untuk Demokrasi Indonesia (SIGMA), M. Imam Nasef, menilai bahwa instruksi pemerintah untuk mencabut sejumlah Peraturan Daerah (Perda) tanpa didahului kajian mendalam tentu kontraproduktif dengan upaya mewujudkan good governance. Menurut Imam, banyaknya Perda yang dibatalkan oleh Pemerintah Pusat, itu menunjukkan bahwa Menteri Dalam Negeri (Mendagri) telah gagal dalam melakukan tugasnya.

Imam menuturkan, pembatalan 3.143 perda oleh pemerintah dengan dalih menghambat investasi di daerah itu justru menunjukan kegagalan Mendagri dalam melakukan fungsi preview terhadap perda-perda tertentu. Sebab, lanjut Imam, dalam Undang-Undang Pemerintah Daerah (UU Pemda), Mendagri diberi kewenangan untuk melakukan evaluasi terhadap rancangan perda (raperda) yang terkait dengan fiskal daerah seperti raperda APBD, pajak, retribusi dan lain-lain serta raperda tentang tata ruang sebelum disahkan. (Baca: Presiden Joko Widodo Batalkan 3.143 Perda)

“Yang menjadi pertanyaan besar, kalau dari sejumlah Perda itu sekarang dinyatakan bertentangan dengan ketentuan lebih tinggi, lantas mengapa dahulu pada saat dilakukan evaluasi ketika masih dalam bentuk rancangan, Perda-perda tersebut diloloskan?,” ujar Imam seperti dikutip dari siaran pers yang diterima nusantaranews.co Jakarta, Rabu (15/6/2016) malam.

Baca Juga:  Dana BUMN 4,6 Miliar Seharusnya bisa Sertifikasi 4.200 Wartawan

Selain itu, Imam menambahkan, agresifitas Pemerintah Pusat dalam membatalkan Perda, pada titik tertentu akan mempersempit ruang gerak Pemda dalam melaksanakan otonomi daerah. “Karena Perda merupakan salah satu instrumen penting yang dimiliki pemerintahan daerah dalam melaksanakan otonomi daerah,” kata Imam.

“Pemerintah sebagai state official terikat dengan sejumlah asas dalam melaksanakan tugasnya. Di antaranya asas kepastian hukum, akuntabiltas, kecermatan dan  kehati-hatian. Kalau dalam membatalkan Perda tidak ada kajian terlebih dahulu, maka Pemerintah dalam hal ini Mendagri  sangat potensial melanggar sejumlah asas tadi,” ungkap Imam.

Imam menjelaskan, jika merujuk kepada ketentuan Pasal 250 dan 251 Undang-Undang (UU) Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah (Pemda), hanya ada tiga  alasan suatu Perda dapat dibatalkan baik secara kumulatif maupun alternatif, yaitu bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih  tinggi, bertentangan dengan kepentingan umum dan bertentangan dengan kesusilaan.

Nah, kalau Mendagri tidak melakukan kajian terlebih dahulu, bagaimana dapat menguji dan memastikan perda-perda tersebut bertentangan dengan ketiga hal itu? Pengujian ini sangat penting agar keputusan yang diambil Mendagri mencerminkan asas kepastian hukum dan akuntabilitas,” ujarnya.

Baca Juga:  Ahli Waris Tanah RSPON Kirim Surat Terbuka ke AHY 

Oleh karena itu, Imam mendorong para kepala daerah yang menemukan adanya indikasi pembatalan Perda yang tidak didasarkan pada tiga alasan tersebut untuk melakukan “perlawanan” melalui jalur yang konstitusional untuk mengkaji ulang keputusan Mendagri.

“Jalur yang dimaksud bisa dengan mengajukan keberatan secara langsung kepada Mendagri atau dengan mengajukan gugatan hukum,” kata Imam. (Deni)

Related Posts

1 of 3,049