EkonomiPolitik

Ironi Geostrategi: Garam Langka, Modus Kolonialisme Gaya Baru

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Ironi Geostrategi Garam Langka, Modus Kolonialisme Gaya Baru. Direktur program studi geopolitik dan studi kewilayahan Global Future Institute, M. Arief Pranoto menilai ironi kecil di Republik Indonesia ialah ketika garam harus impor. Padahal, dunia tahu, bahwa Nekara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara maritim. Bahkan, Indonesia memiliki daerah yang dengan penghasil garam yang tak kalah kualitasnya dibanding garang impor.

“Di negeri dua musim dengan garis pantai terpanjang setelah Kanada, ada impor garam saja sudah merupakan “ironi geopolitik,” fenomena unik, kontradiksi lagi tak masuk akal. Ketika kemudian muncul kelangkaan garam menurut framing dan labeling media, dari perspektif pola perang asimetris, kita telah masuk apa yang disebut “tema atau agenda” setelah isu (impor garam) ditelan publik tanpa ada upaya-upaya kontra dari para pihak yang berkompeten,” kata Arief dalam pesan WhatsApp yang diterima, Kamis, 27 Juli 2017.

Selanjutnya, kata dia, suatau hari nanti, jika tema “garam langka” pun ditelan publik tanpa gugatan sama sekali, maka skema kolonialisme bakal ditancapkan di republik ini. “Apa sich skemanya? Tak lain ialah perluas impor garam. Itulah modus kolonialisme gaya baru,” cetusnya.

Baca Juga:  Bangun Tol Kediri-Tulungagung, Inilah Cara Pemerintah Sokong Ekonomi Jawa Timur

“Ya. Tentunya (perluas) impor itu selain menggerus devisa, juga cerminan bahwa ketahanan pangan bahkan kedaulatan pangan sebuah bangsa tengah diserang dari luar, sedang hakiki impor adalah kebijakan pemerintah untuk menstabilkan harga ketika harga-harga sudah mencekik leher rakyat. Impor itu bukanlah ideologi yang mutlak harus  dijalankan sepanjang masa,” sambung Arief.

Dalam pandangan dia, barangkali inilah situiasi yang tengah berlangsung kini. “Ibarat peperangan konvensional, bombardier pesawat dan tank-tank kavaleri tengah menyerbu kita secara masif namun sebagaian anak negeri dan elit politiknya justru bergaduh-ria atas hal-hal yang justru bukan persoalan hulu bangsa di depan mata,” katanya tegas.

“Lagi-lagi, inilah ironi geostrategi,” pungkas Arif Pranoto.

Pewarta/Editor: Achmad Sulaiman

Related Posts

1 of 2