NUSANTARANEWS.CO, Banda Aceh – Banyaknya keluhan nasabah BSI di Aceh merupakan efek dari tindakan Pemerintah Aceh yang meminta Bank Konvensional untuk konversi ke Syariah yang mengasumsikan pada penerapan Qanun No 11 tahun 2018 tentang Lembaga Keuangan Syariah.
Argumen tersebut disampaikan oleh Ketua Yayasan Advokasi Rakyat Aceh (YARA) Safaruddin atau akrab disapa Safar YARA pada Selasa 4 Mei 2021
Menanggapi Penjelasan dari Dirut BSI bahwa masih perlu pembenahan terhadap operasional BSI karena BSI sendiri masih berumur 3 bulan, Tangkas Ketua YARA Itu memang Logis! Karena kendala seperti ini bukan hanya terjadi di Aceh saja karena BSI ada di seluruh Indonesia,
Namun di tempat lain mungkin tidak terlalu masalah ketika ada ATM BSI yang error seperti di Aceh mereka hanya tinggal geser saja ke mesin ATM bank Konvensional di sampingnya sehingga masalah pun selesai ketika uang sudah di tangan,” kata Safaruddin
Namun menurut Safar, beda dengan di Aceh yang ATM konvensional nya sudah banyak yang di tarik karena bank konvensional sudah di minta keluar dari Aceh oleh Pemerintah Aceh.
Kondisi erornya beberapa mesin ATM BSI ini banyak yang menyalahkan Qanun LKS, menurut Safar ini tidak tepat, karena Qanun LKS ini merupakan keistimewaan Aceh yang di berikan oleh Konstitusi,
Dalam pasal 21 Qanun No 8 tahun 2014 tentang Pokok-Pokok Syariat Islam dengan jelas menyebutkan:
(1) Lembaga Keuangan yang akan beroperasi di Aceh harus berdasarkan prinsip syariah.
(2) Lembaga Keuangan konvensional yang sudah beroperasi di Aceh harus membuka Unit Usaha Syariah (UUS).
(3) Transaksi keuangan Pemerintahan Aceh dan Pemerintahan Kabupaten/Kota wajib menggunakan prinsip syariah dan/atau melalui proses Lembaga Keuangan Syariah.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai Lembaga Keuangan Syariah diatur dalam Qanun Aceh pasal 21 inilah yang menjadi payung hukum lahirnya Qanun LKS, jadi pelaksanaan itu untuk mendorong supaya ada banyak Bank di Aceh selain yang konvensional harus ada Syariah, itu jauh sebelum Pemerintah Pusat membentuk Bank Syariah Indonesia (BSI) yang baru 3 bulan lalulalu,”jelasnya
Namun Kata Safaruddin Lebih Lanjut, di rasakan oleh masyarakat Aceh sekarang ini terkait dengan layanan BSI itu dampak dari penerapan hukum yang keliru, kami sudah menyurati Pemerintah Aceh dan DPRA jauh hari sebelum mengajukan gugatan terhadap BCA, Mandiri dan BRI agar tidak menutup kantor operasional nya di Aceh ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, namun Pemerintah Aceh dan DPRA tidak bergeming malah Pemerintah Aceh menyurati perbankan untuk mempercepat proses konversi nya alias harus cepat keluar dari AcehAceh,” imbuhnya
Katanya, Kondisi saat ini jauh hari sudah kami perkirakan dan diskusi kan dengan beberapa kawan kawan, termasuk Alm Ketua Kadin Bg Makmur Budiman, beliau sudah memperkirakan kejadian seperti hari ini dan beberapa dampak lainnya.
“Yang saya diskusikan dengan Bg Mohammad Din dari segi dampak secara perekonomian baik mikro maupun makro, saya hanya mendengar dan menyerap saja pandangan para praktisi ekonomi dan menjadikan ini sebagai alasan hukum dalam gugatan di Pengadilan Jakarta Pusat yang pada 18 Mei ini dalam agenda pembuktian surat,” ungkap Safar yang juga Ketua Jaringan Advokasi Rakyat Indonesia (JARI) .
Menurutnya, Pelaksanaan syariat Islam yang merupakan keistimewaan bagi Aceh menurut Safar adalah kelebihan yang di berikan untuk menghormati Aceh sebagai provinsi “daerah modal” dan untuk mendorong akselarasi kesejahteraan bagi masyarakat Aceh bukan justru sebaliknya, kewenangan sudah banyak di berikan oleh Pemerintah Pusat. Sekarang bagaimana kita memaknainya untuk mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh masyarakat Aceh dengan kelebihan tersebut,” pungkas Safar. (SB)