Usman dan Harun, Kecamuk Batin Persahabatan Indonesia-Singapura

Sersan Dua Usman Janatin dan Kopral Harun Said merupakan anggota KKO (Korps Komando Operasi; kini disebut Marinir) yang tewas di tiang gantung Singapura. Foto Ilustrasi: bonnie setiawan (@bonniesetiawan)

Sersan Dua Usman Janatin dan Kopral Harun Said merupakan anggota KKO (Korps Komando Operasi; kini disebut Marinir) yang tewas di tiang gantung Singapura. Foto Ilustrasi: bonnie setiawan (@bonniesetiawan)

NusantaraNews.co – Hubungan Perhabatan Indonesia-Singapura atau RISING genap berusia 50 tahun. Acara peringatan digelar di Singapura selama dua hari 6-7 September 2017. Singapura pun menjamu Indonesia secara meriah di acara perjalanan 50 tahun hubungan diplomatik kedua negara.

Presiden Jokowi dan rombongan besarnya pun berada di Singapura selama dua hari demi merayakan ulang tahun persahabatan kedua negara yang memasuki usia setengah abad. Acara yang paling gagah adalah tampilnya 20 jet tempur F16 kedua negara membentuk formasi angka limapuluh melintas Marina Bay disaksikan PM Lee Hsien Loong dan Presiden Jokowi.

Analis Pertahanan dan Alutsista TNI menilai RISING 50 tahun atau Republik Indonesia-Singapura 50 tahun adalah sebuah perjalanan dinamika bertetangga yang diisi dengan berbagai hal mulai dari kemarahan, keramahan, keangkuhan, keanggunan dan sebagainya mewarnai jalannya pertetanggaan itu. Dimana, sejak September 1967 secara resmi hubungan diplomatik Indonesia-Singapura dibuka dengan menempatkan masing-masing Duta Besar meski “cuaca bathin” waktu itu masih penuh permusuhan sebagai dampak Dwikora.

“Belum ada setahun hubungan itu memburuk dan nyaris menimbulkan pertempuran antara kedua negara. Marinir Indonesia siap menyerbu Singapura. Sebabnya adalah dieksekusinya dua marinir Indonesia Usman dan Harun tanggal 17 Oktober 1968. Usman Harun melakukan infiltrasi dan sabotase di Orchard Road tahun 1965 ketika konfrontasi Indonesia-Malaysia memuncak. Singapura bagian dari Federasi Tanah Melayu pada waktu itu,” kata Jagarin mengenang.

Jagarin menyampaikan, jika tensi kemarahan itu berakhir dengan kunjungan PM Lee Kwan Yew ke Jakarta tahun 1973 dan menaburkan bunga di makam Usman dan Harun di TMP Kalibata. Presiden Soeharto bersedia menjamu PM Lee dengan syarat dia harus datang ke makam Usman Harun.

“Ini kemenangan diplomatik Indonesia. Dengan semangat ASEAN kedua negara mampu membangun dan merawat persahabatan berbasis keramahan dan saling menyapa,” cetus Jagarin.

“Yang heboh tentu saja ketika kita hendak memberi nama sebuah kapal perang kita dengan nama KRI Usman Harun bulan Februari 2014. Singapura mempertunjukkan diplomasi kekanak-kanakan dengan menyamai Usman dan Harun sebagai teroris,” sambung Jagarin.

Mereka, kata Jagarin, keberatan jika satu kapal perang dari tiga kapal perang yang dibeli Indonesia diberi nama kedua pahlawan nasional itu. Bahkan mereka membatalkan 100 undangan untuk Kemhan Indonesia yang akan menghadiri Singapore Airshow 2014.

Baca: Napak Tilas 50 Tahun RISING: Singapura Menjulang, Indonesia ‘Baru Mau Akan’

Dua Marinir Indonesia Usman dan Harun

Sersan Dua Usman Janatin dan Kopral Harun Said merupakan anggota KKO (Korps Komando Operasi; kini disebut Marinir) yang tewas di tiang gantung Singapura.

Usman dan Harun sendiri merupakan anggota satuan elite KKO yang ditugaskan mengebom pusat keramaian di Singapura pada 1965. Setelah tertangkap, keduanya kemudian dieksekusi dengan cara digantung pada 17 Oktober 1968. Digantungnya dua prajurit KKO mengakibatkan aksi demonstrasi terjadi di mana-mana. Rakyat menuntut agar Presiden Soeharto menyatakan perang dengan Singapura.

Dalam buku ‘Singapura Basis Israel Asia Tenggara’, Rizki Ridyasmara menuliskan; “Kala itu bahkan terdengar suara bahwa KKO sudah siap menyerang Singapura dan dalam tempo dua jam sanggup menenggelamkan negara kecil tersebut ke dasar Selat Malaka”.

Rizki menuliskan, ancaman KKO tersebut bukan gertakan semata. Saat itu, kekuatan armada perang Republik Indonesia warisan Presiden Soekarno sangat ditakuti di Asia Tenggara. “Australia pun kecut untuk berbuat macam-macam dengan Indonesia. Soekarno telah mewariskan armada perang yang kuat kepada Soeharto”, tulis Rizki.

Namun sayang, Soeharto yang baru memimpin republik ini tidak berani menyatakan perang dengan negara yang luasnya tidak lebih dari dua kali Kabupaten Karawang itu. Oleh Soeharto , keduanya langsung diberi gelar pahlawan dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta.

Selanjutnya, nama Usman dan Harun sempat akan dijadikan nama kapak perang TNI AL sebagai bentuk penghormatan kepada prajurit yang berjasa bagi bangsa dan negara.

Pemberian nama Usman Harun kepada kapal perang itu mendapat tentangan keras dari pemerintah Singapura. Kepada Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa, Menlu Singapura K Shanmugam mengajukan keberatan. Alasannya penamaan kapal perang tersebut akan melukai perasaan rakyat negeri jiran itu.

Pewarta/Editor: Ach. Sulaiman

Exit mobile version