NUSANTARANEWS.CO – Sampai hari ini sudah hampir 100 orang warga Palestina di Tepi Barat terluka dalam demonstrasi menentang kebijakan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump yang mengakui Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel. Menurut Bulan Sabit sebagaimana dilansir Aljazirah, Kamis (21/12), para korban kebanyakan terluka oleh tembakan peluru baja berlapis karet pasukan Israel.
Konfrontasi langsung dengan tentara Israel terjadi setelah demonstrasi “Hari Kemarahan” yang digelar di berbagai wilayah Tepi Barat yang diduduki termasuk Hebron, Nablus, Bethlehem dan Yerikho.
Sedangkan demonstrasi terbesar dimulai di pos pemeriksaan militer Qalandia. Menurut seorang wartawan local, diperkirakan 5.000 orang warga Palestina turun ke jalan melakukan demonstrasi di sana.
Sejumlah politisi bahkan ikut dalam demonstrasi tersebut, termasuk Menteri Kesehatan Jawad Awwad, pemimpin Hamas Jamal al-Taweel, dan juru bicara Fatah Osama Qawasmeh. Aktivis lokal Mariam Barghouti mengatakan demonstrasi di Qalandia berubah menjadi kekerasan ketika pasukan Israel mulai menembakan gas air mata.
Dunia internasional pun akhirnya kembali bereaksi keras atas aksi pasukan militer Israel yang terus melakukan intimidasi dan kekerasan di wilayah pendudukan. Bahkan belakangan mulai terlihat perilaku maling Israel yang terus menjarah sumber daya alam Palestina seperti air dan gas di seluruh wilayah pendudukan (sejak 1967).
Penyensoran media terhadap kebrutalan, pencurian dan perilaku korup Israel di wilayah Palestina kini mulai terbuka. Dunia Internasional, khususnya publik barat mulai melek matanya melihat pembersihan etnik di Yerusalem Timur, termasuk penindasan Israel yang menjadikan warga Palestina sebagai kuli yang dibayar rendah.
Padahal dunia internasional sudah menyerukan agar Israel menghormati Konvensi Jenewa Keempat, hukum yang mengatur perlakuan terhadap warga sipil di bawah pendudukan militer. Di mana Israel tidak hanya berkewajiban melindungi kesejahteraan warga sipil tersebut, tapi juga tidak boleh memindahkan penduduknya ke wilayah lain dalam keadaan apapun.
Dunia internasional tidak menyadari bahwa pengurungan jutaan orang Palestina ternyata sangat menguntungkan Israel – terutama karena masyarakat dunia (Barat) menganggap Israel telah menjalankan kewajiban Konvensi Jenewa untuk menyediakan makanan, pendidikan dan kebutuhan kemanusiaan lainnya. Israel ternyata benar-benar memanfaatkan dana bantuan kemanusiaan tersebut bagi kepentingan ekonominya, dengan mengkonversi dana-dana bantuan dunia tersebut menjadi shekel yang menopang mata uangnya.
Sehingga wajar saja bila Israel tidak peduli dengan seruan-seruan dunia Internasional, karena pendudukan wilayah Palestina selama ini ternyata telah menopang ekonominya secara signifikan. Dengan kata lain, Israel selama ini ternyata hanya menjadi maling dan koruptor besar di Palestina. (Banyu)