NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Tanpa tanda tangan Presiden Soekarno, Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo tentu tidak akan ditembak mati 56 tahun silam.
Namun sebagai kepala negara dan pemerintahan, Bung Karno harus menunaikan tugas kenegaraannya. Dan setelah tiga bulan eksekusi terhadap Kartosoewirjo tertunda, September 1962 akhirnya Bung Karno menggoreskan tanda tangannya di atas berkas vonis kawan seperjuangannya itu sembari meneteskan air mata. Jelas, Bung Karno tidak kuat menandatangani surat perintah eksekusi mati tersebut. Pasalnya, Kartosoewirjo adalah kawan seperjuangan dan teman sejak kecil.
Kartosoewirjo akhirnya dieksekusi mati pada 5 September 1962 di sebuah pulau di Kepulauan Seribu, Jakarta.
Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo (SMK) adalah seorang pejuang Indonesia yang memproklamirkan Negara Islam Indonesia (NII) pada 7 Agustus 1949. Tepat empat tahun pasca proklamasi kemerdekaan RI pada tahun 1945. Kartosoewirjo memproklamasikan NII di Desa Cisampah, Kecamatan Ciawigilir, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat.
Proklamasi NII ini muncul lantaran polemik Pancasila sebagai dasar negara. Bung Karno mengusulkan 5 asas Pancasila dalam pidatonya pada 1 Juni 1945 sebagai landasan falsafah bernegara. Bung Karno menyebut 5 asas yang diusulkannya itu sebagai Pancasila.
Menurutnya, Pancasila merupakan ideologi yang tumbuh dari bumi pertiwi sesuai dengan pergulatan batin, intelektual dan budaya luhur bangsa Indonesia.
Sejumlah literatur sejarah menyebutkan bahwa usulan Pancasila sebagai falsafah (ideologi) negara yang disampaikan Bung Karno merupakan jalan tengah dari berbagai ideologi yang berkembang waktu itu. Dan kompromi terakhir tentang landasan falsafah negara Pancasila dengan rumusan seperti dalam Pembukaan UUD 45 terjadi tanggal 18 Agustus 1945.
Terlepas dari itu, sejak Pancasila disepakati sebagai dasar RI, polemik terus berkembang. Tak sedikit kalangan yang tidak menyetujuinya. Kelompok Muso disebut-sebut pertama kali melakukan perlawanan dengan memproklamirkan Negara Madiun sebagai poros Soviet pada tahun 1948. Pemerintah kemudian menganggapnya sebagai pemberontakan (Pemberontakan Madiun) sehingga ditumpas oleh pemerintah RI.
Setahun kemudian, Kartosoewirjo memproklamirkan Negara Islam Indonesia (NII) di Jawa Barat. Tentaranya diberi nama Tentara Islam Indonesia (TII). Alhasil, pemerintah Indonesia menuduh Kartosoewirjo melakukan gerakan separatis sehingga harus ditumpas.
Perlawanan sengit diperagakan Kartosoewirjo dan NII/TII yang dipimpinnya. Hal ini tak terlepas dari telah menyebarnya gerakan Kartosoewirjo ke berbagai daerah tak hanya di Pulau Jawa tetapi juga sudah menyebar di Sumatera dan Sulawesi.
Namun, pada 4 Juni 1962 NII/TII berakhir yang ditandai tertangkapnya Kartosoewirjo. (red/ed)
Editor: Banyu Asqalani & Eriec Dieda