NUSANTARANEWS.CO – Ketua Mahkamah Agung (MA) Republik Indonesia (RI) Muhammad Hatta Ali diminta mengundurkan diri dari jabatannya. Hatta dinilai gagal dalam mengupayakan reformasi di sektor peradilan dan pemberantasan mafia peradilan.
Ada beberapa kasus pelanggaran yang bisa dijadikan tolak ukur rendahnya keinginan para elit mengubah citra lembaga tersebut salah satunya adalah tertangkapnya kembali dua hakim dalam Operasi Tangkap Tangan oleh (OTT) KPK pada Senin, (23/5/2016) lalu, yakni Jenner Purba dan Toton, dari Pengadilan Negeri Kepahiang, Bengkulu.
“Dia ketua MA (Muhammad Hatta Ali) dan pejabat-pejabat di dalamnya itu harus di ganti dan mundur. Apalagi MA yang saat ini dipimpin oleh dia (Muhammad Hatta Ali), semasa jabatan dia inikan tidak ada yang berubah,” tegas Margarito saat dihubungi nusantaranews.co di Jakarta, Kamis, (26/5/2016).
Lebih lanjut dia mengatakan banyaknya pejabat peradilan yang baru-baru ini ditangkap oleh KPK membuktikan bahwa Mahkamah Agung (MA) gagal dalam menjalankan fungsinya sebagai pengawas.
“Jadi tidak bisa MA terus menerus seperti ini, harus ada langkah-langkah perbaikannya. Misal, seperti di bidang struktur, lalu di bidang penanganan perkara, dan proses-proses penanganan perkara, proses persudangan, proses banding harus dibuka secara transparan kepada publik,” katanya.
“Kalau sekarang inikan tertutup. Ya memang MA mengatakan bahwa proses persidangan di MA bisa diakses oleh masyarakat. Tapi pada kenyataannya, apa yang dikatakan oleh MA bahwa semua perkara bisa di akses itu hanya omong kosong kok! Yang ditulis di website MA lain, yang diputuskan lain, dan hasilnya juga lain, jadi semua itu hanyalah omong kosong,” tegasnya.
Diketahui, Janner dan Toton ditangkap setelah diduga menerima suap terkaur perkara korupsi yang sedang ditangani oleh keduanya di Pengadilan Tipikor Bengkulu. Penangkapan bermula terjadi saat penyerahan uang dari Mantan Kepala Bagian Keuangan RSUD M Yunus Bengkulu, Syafri Syafi’i, dan Mantan Wakil Direktur Keuangan RSUD M Yunus Bengkulu Edu Santroni sebanyak Rp 150 juta. Uang tersebut diduga sebagai pelicin untuk membebaskan terdakwa yakni ES dan SS dari tuntutan. Saat ini keduanya tengah terlibat kasus hukum di Pengadilan Tipikor Bengkulu karena kasus korupsi di RS M Yunus Bengkulu tahun 2011.
Dengan ditangkapnya Jenner Purba dan Toton artinya menambah panjang daftar hakim yang ditangkap oleh KPK. Hakim Pengadilan Tipikor sendiri, sudah ada enam orang yang ditangkap KPK. Hakim Pengadilan Tipikor yang pertama adalah Kartinni Juliana Mandalena Marpaung dari Pengadilan Tipikor, Semarang, Jawa Tengah yang ditangkap KPK pada, Jumat, (17/8/2012) silam. Kartini ditangkap bersama Heru Subandono yang juga berprofesi sebagai hakim di Pengadilan Tipikor Pontianak. Keduanya tertangkap rangan usai melakukan transaksi suap di Halaman PN Semarang.
KPK juga pernah menahan hakim Pengadilan Tipikor Semarang, Pragsono yang ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap penanganan perkara korupsi di DPRD Grobogan, Jawa Tengah pada Desember 2013 silam. KPK menetapkan Pragsono sebagai tersangka pada Juli 2013 silam. Pragsono ditetapkan sebagai tersangka bersana hakim Ad Hoc Tipikor Palu, Sulawesi Tengah, Asmadinata.
Selanjutnya adalah Hakim Ad Hoc Pengadilan Tipikor Bandung, Jawa Barat, Ramlan Comel. Ramlan ditahan sebagai tersangka karena kasus dugaan suap penanganan perkara korupsi bantuan sosial (bansos) di Pemerintah Kota Bandung.
Sementara itu, di luar hakim Tipikor ada tiga hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Medan, Sumatera Utara yang ditangkap tangan oleh KPK pada Kamis, (9/7/2015). Ketiga hakim tersebut adalah Tripeni Irianto Putro, Amir Fauzi, dan Dermawan Ginting. KPK juga menangkap Syamsir Yusfan selaku Panitera Sekretaris PTUN Medan dan OC Kaligis selaku pengacara.
Tidak hanya itu, sebelumnya lembaga antirasuah itu juga menangkap sejumlah hakim yakni Syarifuddin Umar selaku Hakim PN Jakarta Pusat, Imas Dianasari selaku Hakim Ad Hoc Pengadilan Hubungan Industrial PN Bandung, Heru Kisbandono selaku Hakim Pengadilan Tipikor Pontianak, Kalimantan Tengah, dan Setyabudi Tejocahyono selaku Wakil Ketua PN Bandung. (Restu F)