NUSANTARANEWS.CO, Lamongan – Tuduhan bahwa pasangan Cagub-Cawagub Jatim nomor urut satu, Khofifah Indar Parawansa-Emil Elestianto Dardak memanfaatkan Program Keluarga Harapan (PKH) di Kabupaten Lamongan tak terbukti.
Hal itu seiring dengan keputusan Sentra Gakkumdu (Penegakan Hukum Terpadu) yang menolak menindaklanjuti laporan salah seorang warga yang juga pengurus Parpol, Khotamin terkait dugaan pelanggaran pidana Pemilu di Desa Kendalkemlagi, Kecamatan Karanggeneng, Lamongan.
Baca Juga:
- Janjikan Suntik Suara 1,2 Juta, PPP Jatim Optimis Khofifah-Emil Menang Pilgub
- Reno Klaim Kalangan Nasionalis dan Marhaeinis Jatim Dukung Khofifah-Emil
- Pendukung 70 Persen, Zulhasan: PAN Penentu Kemenangan khofifah-Emil
- Tren Terus Naik, Khofifah-Emil Terkuat Dibanding Gus Ipul-Puti di Pilgub Jatim
Sentra Gakkumdu yang di dalamnya terdapat Panwaslu, Polres dan Kejaksaan Negeri Lamongan, memutuskan bahwa kasus yang dilaporkan tidak ada unsur tindak pidana Pemilu baik secara formil maupun materiil. Karena itu laporan tidak dapat ditindaklanjuti ke tingkat penyidikan alias dihentikan. “Sudah dibahas di Sentra Gakkumdu. Setelah dikaji tidak terpenuhi unsur tindak pidana pemilihan. Jadi tuduhan dugaan pidana pemilihan itu tidak benar,” tutur Ketua Panwaslu Lamongan, Tony Wijaya, Rabu (2/5/2018).
Selain itu, fakta lain terungkap, ternyata Panwaslu Lamongan dalam mengeluarkan tiga poin rekomendasi lewat Status Laporan No 003.o/LP/PG/Kab/16.19/IV/2018 tanpa melakukan klarifikasi terlebih dahulu ke tim pasangan calon yang dilaporkan.
Fakta itu terungkap saat Tim Hukum dan Advokasi Khofifah-Emil Dardak melakukan audiensi dan klarifikasi ke kantor Panwaslu Lamongan, Rabu (2/5) sore. Meski pihak Panwaslu mengaku sudah mengirimkan surat undangan klarifikasi, tim pemenangan Khofifah-Emil di Lamongan merasa belum menerimanya.
“Saya tidak merasa menerimanya,” tutur Katua Tim Pemenangan Khofifah-Emil di Lamongan, Debby Kurniawan usai memberikan klarifikasi ke kantor Panwaslu Lamongan. “Tapi kami tetap memberikan klarifikasi meski rekomendasi Panwaslu untuk KPU Lamongan sudah keluar.”
Dalam klarifikasinya, Debby juga menegaskan kalau Alat Peraga Kampanye (APK) berupa stiker yang disebut dibagikan usai pencairan PKH, bukanlah APK dari tim paslon nomor satu.
“Selain bukan kami yang mencetak APK, yang bersangkutan pun (pembagi stiker) bukan anggota tim pemenangan paslon nomor satu,” katanya. Karena itu, Debby menyayangkan Panwaslu yang buru-buru mengeluarkan rekomendasi tanpa melakukan klarifikasi.
Sementara Tim Hukum dan Advokasi Khofifah-Emil, Hadi Mulyo Utomo menambahkan, ada beberapa beberapa catatan bahwa yang dilaporkan tidak terbukti dan memenuhi unsur. Di antaranya terkait dugaan pidana Pemilu dengan memanfaatkan PKH sama sekali tak terbukti.
“Terbukti pembagi stiker bukan pendamping PKH, tapi salah satu keluarga penerima manfaat. Sehingga dia tidak dapat disimpulkan sebagai orang yang punya wewenang sebagai pengendali PKH. Sedangkan yang membagi pun bukan bagian dari tim paslon nomor satu,” katanya.
Hadi berharap, setelah persoalan ini selesai ke depan semuanya bisa sama-sama saling berkoordinasi dengan baik, lebih hati-hati dan bijaksana dalam mengungkap sesuatu. “Sebab ini terakit dengan nama baik dan tentu kita tidak boleh ceroboh dalam memutuskan. Ke depan kami berharap hubungan dan sinergitas akan terjalin semakin baik. Jadi semuanya sudah clear, sudah selesai,” katanya.
Sementara itu Tony saat ditanya mengapa mengeluarkan rekomendasi tanpa didahului rekomendasi terhadapan tim paslon, dia menyatakan prinsip Panwaslu memastikan semua paslon mendapat perlakuan setara.
“Ketika ada laporan, kemudian ada temuan, kita tetap harus proses sesuai dengan paraturan yang ada. Saya tidak bisa komentar banyak silakan dilihat status tentang laporan (yang tertempel di kaca pintu kantor Panwaslu), biar bahasanya sama dan tidak multitafsir” katanya.
Terkait terlapor yang tak terbukti membagikan stiker, mengapa Panwaslu tetap mengeluarkan rekomendasi sanksi dan pembinaan untuk pendamping PKH? “Jadi gini, ada program yang seharusnya berjalan sesuai mekanisme tapi tidak sesuai. Itu di Peraturan Bawaslu No 14/2017 mengatakan, ketika ada kesalahan dalam prosedur maka diberikan kepada dinas terkait untuk melakukan pembinaan,” jelasnya.
Meski demikian, dia menegaskan hal itu tidak ada kaitannya dengan pidana Pemilu. “Ndak ada, ndak ada (kaitannya dengan pidana Pemilu),” imbuhnya.
Namun saat kembali dicecar wartawan terkait dasar mengeluarkan rekomendasi kepada KPU atas pemberian sanksi administratif, Toni buru-buru menyudahi proses wawancara. “Sudah ya, sudah. Itu silakan tanya KPU, silakan tanya KPU. Itu KPU yang memutuskan,” ujarnya sambil masuk kantor Panwaslu tanpa menjawab pertanyaan lainnya.
Pewarta: Setya/TW
Editor: Achmad S.