NUSANTARANEWS.CO – Suriah berencana borong sejumlah besar jet tempur MIG-21 bekas dari Mesir – yang merupakan negara operator alutsista asli buatan Uni Soviet terbesar di dunia. Mesir memiliki ratusan jet tempur buatan Soviet dalam layanan dan beberapa ratus lagi menjadi cadangan.
Rencana pembelian MIG-21 Mesir ini dirilis dalam laman Zaman Al Wasl (ZAW) sebuah situs berita terkemuka Suriah. Menurut ZAW, Damaskus telah mengirim delegasi militer spesialis dari komando Angkatan Udara Suriah ke Kairo untuk memeriksa jet-jet tempur yang diparkir di pangkalan udara militer Mesir. Menurut sumber militer yang terpublikasi ada sekitar 40 MiG-21 yang diparkir.
Presiden Mesir Abdel Fattah el-Sisi sebelumnya telah menyetujui kemungkinan rencana pembelian jet tempur tersebut, karena lebih masuk akal bagi Mesir menjual pesawat tempur yang akan pensiun daripada hanya diparkir di landasan.
Seperti diketahui, sebelum diinvasi oleh pasukan proksi regional bentukan Amerika Serikat (AS) dan sekutunya – Angkatan Udara Suriah adalah salah satu yang terkuat di kawasan regional. Hal itu tidak mengherankan karena mendiang Presiden Hafez al-Assad, dulunya adalah seorang pilot tempur.
Presiden Bashar Al Assad mewarisi Angkatan Udara yang kuat, salah satunya adalah tiga Brigade MiG-21: Brigade ke-73 di bandara Khalkhala (20 pesawat), Brigade ke-14 di bandara Hama dan Abu al-Duhur (40 pesawat), dan Brigade ke-24 di Deir ez-Zor dan Tabqa (25 pesawat).
Ketika pecah perang saudara yang dimotori oleh pasukan proksi regional bentukan AS dan sekutunya tahun 2011, banyak pesawat hilang dalam pertempuran atau mengalami kegagalan teknis karena tidak memiliki suku cadang. Terutama untuk pesawat generasi ketiga seperti MIG-21, MIG-23, SU-22 dan SU-24MK.
Selain itu, pemerintah Suriah juga memiliki jet tempur generasi keempat seperti MiG-29SMT dan MiG-23MLD yang saat ini terlindungi dengan aman.
Damaskus tampaknya lebih tertarik untuk membeli MiG-21 bekas sebagai tulang punggung untuk mengembalikan kekuatan angkatan udaranya sebagaimana masa kejayaan “Brigade MIG-21”.
Angkatan Udara Mesir sendiri kini sedang memodernisasi armada jet tempurnya dengan membeli jet tempur generasi 4+ seperti: Rafale, MIG-29M, SU-35, bahkan MIG-31 untuk menggantikan F-16A, Mirage 5, F-4E, dan sebagian dari MiG-21. Di luar itu, Mesir juga telah mengoperasikan satu skuadron jet tempur J-7 buatan Cina dalam layanan angkatan udaranya.
Terkait dengan rencana pembelian MIG-21 Mesir oleh Suriah, Kairo tentu sangat berkepentingan. Pertama, memperkuat armada angkatan udara Suriah untuk menghadapi banyaknya kelompok-kelompok teroris yang masih bertahan di Suriah, termasuk afiliasi Al-Qaeda dan ISIS yang juga merupakan ancaman bagi keamanan Mesir. Kedua, mempercepat modernisasi armada jet tempur Mesir dengan melepas sebagian armada MIG-21 yang akan dipensiunkan kepada Suriah. Bila kesepakatan ini berjalan dengan mulus tentu kedua negara akan saling diuntungkan.
MiG-21 menjadi pilihan favorit karena angkatan udara Suriah memang sudah akrab mengoperasikan maupun merawatnya. Pesawat tempur lincah dengan Mach 2 ini, selain irit bahan bakar juga dapat diandalkan untuk menjalankan beberapa misi tempur dalam sehari tanpa banyak kesulitan untuk persiapan lepas landas. Selain itu, dapat membawa beragam jenis bom tanpa kerumitan – lebih fleksibel dibanding MIG-29 dan MIG-23 yang lebih maju.
Setelah sembilan tahun menjalani perang melawan invasi pasukan proksi regional bentukan AS dan sekutunya, angkatan udara Suriah telah menggeser doktrin perangnya: dari pertahanan terhadap kemungkinan serangan Israel dan Barat menjadi kesiapan layangan serangan udara reguler yang dapat diandalkan berbiaya rendah untuk menghadapi musuh-musuh negara.
Lalu bagaimanakah sikap AS mengenai kesepakatan pembelian MIG-21 Mesir oleh Suriah? Bila AS tidak setuju, beranikah Mesir menentang keputusan AS? Memang belakangan ini Presiden Trump tidak banyak lagi berkoar-koar untuk menggulingkan Presiden Assad karena lebih sibuk menggarong minyak Suriah. Kita tunggu saja. (Agus Setiawan)