Hukum

Sudung Situmorang Naik Pangkat, Tak Pengaruhi KPK Usut Tuntas Kasus Suap PT BA

NUSANTARANEWS.CO – Kejaksaan Agung (Kejagung) melakukan rotasi besar-besaran di lingkungan Korps Adhyaksa. Berdasarkan Keputusan Jakda Agung, sedikitnya ada 143 pejabat eselon II dan III yang digeser posisinya.  Berdasarkan SK Jaksa Agung Nomor: Kep-IV-052/C/01/2017 dan Nomor: Kep-IV-018/A/JA/01/2017 yang beredar di internal Kejaksaan, Senin (23/1/2017) kemarin, ada 112 orang pejabat eselon III yang diganti. Sementara pejabat eselon II yang digeser sebanyak 31 orang.

Sesuai dengan SK tersebut, posisi Sekretaris Jaksa Pidana Khusus (Sesjampidsus) yang kosong menyusul Arnold Angkouw memasuki masa pensiun, kini digantikan oleh Sudung Situmorang mantan Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) DKI. Untuk posisi Kajati DKI kini ditempati oleh Tony Tribagus Spontana, mantan Kajati Yogyakarta.

Diketahui saat Sudung masih menjabat sebagai Kajati DKI Jakarta saja, KPK tampak keberatan untuk menetapkan Sudung menjadi tersangka. Lantas bagaimana dengan posisi saat ini, apakah KPK akan semakin berat menetapkan Sudung menjadi tersangka?

Menanggapi pertanyaan tersebut, Juru Bicara (Jubir) KPK, Febri Diansyah menegaskan penetapan tersangka tidak tergantung pada jabatan apa yang diemban oleh yang bersangkutan.

Baca Juga:  Ahli Waris Tanah RSPON Bersyukur Warkah Terdaftar di Kelurahan Cawang

“Penetapan tersangka tentu tidak tergantung pada jabatan apa yang diemban oleh yang bersangkutan,” ucap Febri, di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Selasa, (24/1/2017).

Lebih lanjut dia mengatakan, sebagaimana Pasal 44 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002, penetapan tersangka bergantung pada dua bukti permulaan yang cukup. Apalagi dalam putusan persidangan atas pihak pemberi suap terjadi dissenting opinion (perbedaan pendapat) diantara hakim.

Adapun saat ini, fakta-fakta yang ada di persidangan dan putusan hakim dalam kasus suap kepada pihak yang memberi masih dalam proses pendalaman oleh KPK.

“Saya kira putusannya tentu akan kita pelajari lebih lanjut soal fakta-fakta persidangan tersebut,” pungkasnya.

Untuk menginngatkan kembali, walnya pada Pada 15 Maret 2016, Sudung mengeluarkan surat perintah penyidikan (sprindik) atas dugaan korupsi di PT dengan nilai kerugian negara mencapai lebih dari Rp 7 miliar. Melalui surat perintah tersebut Tomo memanggil beberapa staf PT BA (Brantas Abipraya) untuk diperiksa. Salah satunya Manager Keuangan kantor pusat Joko Widiyantoro.

Baca Juga:  Wercok Anita Diduga Intervensi Penanganan Kasusnya, Alumni Lemhannas Desak Kapolres Pinrang Dicopot

Dari laporan kesaksian beberapa staf termasuk Joko, Sudi mengetahui penanganan perkara penyimpangan dalam penggunaan keuangan PT BA telah masuk dalam penyidikan dan Sudi sebagai tersangka.

Setelah mengetahui itu, Sudi meminta Dandung untuk ikut membantu dalam menghentikan penyidikan kasus yang tengah dilakukan Kejati DKI itu. Menindaklanjuti permintaan itu, Dandung menawarkan agar persoalan tersebut diselesaikan melalui temannya, Marudut, yang dekat dengan Kepala Kejati DKI, Sudung Situmorang.

Selanjutnya, Marudut, Tomo, dan Sudung pun menggelar pertemuan di Kantor Kejati DKI. Dalam pertemuan tersebut akhirnya disepakati penyelesaian kasus akan dibicarakan oleh Marudut dan Tomo.

Mendapat laporan permintaan tersebut, Sudi pun menyetujuinya, dan meminta Dandung untuk segera mengambil uang dari kas PT BA sebesar Rp 2,5 miliar. Pada 31 Maret 2016, Dandung menyisihkan uang Rp 500 juta dari Rp 2,5 miliar, dan menyimpannya di dalam laci meja kerjanya. Ia beralasan, uang tersebut untuk membiayai makan dan golf dengan Sudung.

Baca Juga:  10 Oknum Pengawas dan Penyelenggara Pilkada Jember Ditangkap Gegara Rencana Curangi Gus Fawait

Sementara, uang Rp 2 miliar segera diserahkan kepada Marudut, untuk diteruskan kepada Sudung dan Tomo. Sesaat setelah menerima uang, Marudut menghubungi Sudung dan Tomo untuk menyerahkan uang di Kantor Kejati DKI. Tomo dan Sudung kemudian mempersilakan Marudut untuk datang. Namun, dalam perjalanan, Marudut ditangkap oleh petugas KPK.

Adapun saat ini, mjelis Hakim pada Pengadilan Tipikor Jakarta telah menjatuhkan vonis 3 tahun penjara dan denda Rp 150 juta subsider 3 bulan kurungan kepada Direktur Keuangan dan Human Capital PT Brantas Abipraya Sudi Wantoko.

Sementara, Senior Manager Pemasaran PT Brantas Abipraya Dandung divonis hukuman 2,5 tahun penjara dan denda Rp100 juta subsider 2 bulan kurungan. Sedangkan Marudut Pakpahan sebagai perantara divonis 3 tahun penjara dan denda Rp100 juta subsidair tiga bulan kurungan. (Restu)

Related Posts

1 of 59