NUSANTARANEWS.CO – Strategi jitu Iran dan Qatar menghadapi Aliansi Amerika Serikat (AS), Israel dan Arab Saudi di Timur Tengah. Iran tampaknya telah menemukan cara sendiri untuk menangani sanksi dan pembatasan maksimun yang diterapkan oleh Washington.
Peristiwa penyitaan kapal tanker kimia Hankuk Chemi berbendera Korea Selatan di Selat Hormuz yang sedang menuju Fujairah di Uni Emirat Arab, pada 4 Januari – menjadi langkah kuda Iran yang sulit dilawan dalam seni diplomasi.
Korea Selatan langsung berteriak dan mengerahkan sebuah destroyer dan unit anti pembajakan Cheonghae ke Teluk Persia. Unit yang berbasis di Teluk Aden, dengan tiga speed boat, Heli Lynk anti kapal selam tampaknya hanya bersifat simbolis – bukan sebuah langkah taktis untuk melindungi kapal-kapal berbendera Korea Selatan di wilayah tersebut. Apalagi untuk menghadapi kekuatan militer Iran.
Dua hari sebelum peristiwa penyitaan kapal tanker itu, Iran mengatakan bahwa seorang diplomat Korea Selatan dijadwalkan melakukan perjalanan ke negara itu untuk bernegosiasi mengenai aset miliaran dolar yang sekarang dibekukan di Seoul. Jumlah total uang Iran yang diblokir di Korea Selatan mencapai US$ 8,5 miliar.
Menariknya, Teheran malah menyatakan kesiapannya untuk menukar uangnya dengan berbagai barang dan komoditas, termasuk bahan mentah, obat-obatan, petrokimia, suku cadang mobil, serta peralatan rumah tangga. Tawaran proposal Iran ini, tampaknya menjadi pekerjaan rumah yang menantang sekaligus menjadi motivasi yang kuat yang sulit ditolak oleh Seoul.
Di sisi lain, pada tanggal 4 Januari, Arab Saudi bersama dengan UEA, Kuwait, Mesir dan Bahrain telah mencabut blokade darat, laut dan udara Qatar yang telah berlangsung selama 4 tahun dengan tuduhan mendukung terorisme dan terlalu dekat dengan Iran.
Salah satu faktor utama yang mendorong pencabutan blokade tersebut tampaknya adalah krisis mendalam yang dialami Arab Saudi setelah kegagalannya dalam petualangan perang di Yaman. Selain terjadi peningkatan pesat dalam teknologi militer, para pejuang Yaman juga mulai memindahkan perangnya ke wilayah Arab Saudi dengan drone dan rudal-rudal modifikasinya.
Faktor lain mungkin adalah meningkatnya pengaruh Iran dan popularitasnya di antara penduduk Timur Tengah karena bertentangan dengan Aliansi AS, Israel dan Arab Saudi. Bukan hanya kata-kata, Iran juga terlibat langsung maupun tidak langsung dalam perang di Yaman, Irak, Suriah, Lebanon dan Palestina. Bahkan terbukti berani menembak drone milik AS bernilai US$ 200 Juta serta membombardir dua pangkalan militer AS di Irak tanpa balasan.
Selain itu, adalah sikap tegas Qatar sendiri yang selama diblokade malah mengembangkan aliansi alternatif – memperkuat hubungan dengan Turki, Iran dan bahkan Rusia untuk menahan tekanan yang dihadapinya.
Negara-negara monarki Teluk yang pro-Israel kemungkinan mencoba dengan pencabutan blokade ini untuk meyakinkan Doha agar secara resmi kembali bergabung dengan koalisi negara-negara monarki teluk pimpinan AS.
Meski Qatar kembali bergabung dengan koalisi di bawah tekanan AS, bukan berarti lalu bahwa Doha akan mengubah strategi regionalnya yang terbukti lebih berguna di saat krisis daripada angin surga yang ditawarkan oleh Israel. Bravo Iran Qatar! (Agus Setiawan)