Simalakama Kotak Pandora
Oleh : Rizqi Awal*
NUSANTARANEWS.CO – Kotak Pandora identik dengan tokoh mitologi Yunani Kuno, bernama Pandora yang dinikahi oleh Epimetheus karena pesonanya yang tiada tara. Sebagai hadiah pernikahan, para dewa mengumpulkan hadiah dan berupa kotak serta melarang Pandora untuk membukanya.
Kotak Pandora itu semula menjadi sesuatu yang berharga, namun karena rasa penasaran yang ada maka Pandora tergesa-gesa dan membukanya. Alhasil, Pandora yang terbuka itu justru membawa angin suram bagi kehidupan dunia, dan yang tersisa adalah Harapan.
Kemerdekaan Indonesia semenjak 17 Agustus 1945, yang dilandasi atas berkat dan rahmat Allah Yang Maha Esa. Maka, sekumpulan para intelektual menghadiahkan negeri ini dengan sistem Demokrasi sebagai jalan perjuangan dan arah kapal ini nanti kan bergerak.
Hadiah Demokrasi ini, sebenarnya tak pernah terlintas dari benak para pahlawan dahulu, hanya saja, Belanda, Inggris dan Portugis yang bertahun-tahun menjajah Nusantara, memberikan hadiah berupa Demokrasi atas nama kebebasan dan kemerdekaan.
Alih-alih meniru sifat dan kejayaan Demokrasi dari barat, ternyata hanya sebuah simalakama bagi negeri ini. Demokrasi dianggap sebagai barang jualan para mereka yang punya kuasa, sehingga mengatas-namakan kepentingan rakyat untuk sejatinya kepentingan individu dan golongan.
Alhasil, semenjak 1945 hingga hari ini, Demokrasi telah melahirkan Korupsi, Kejahatan diktator, liberalisme, Komunis dan ekonomi Kapitalisme. Pembunuhan dan tragedi berdarah berkali-kali terjadi. Demokrasi sekali lagi hanya menyisakan nama “harapan” sebagaimana sisa dari “Kotak Pandora”.
Hadiah yang dititipkan dari penjajah inilah yang justru membawa petaka dan celaka. Sistem kontrol kekuasaan tidak pernah merujuk kepada keadilan dan kebenaran, yang ada tetap dibawah trah dan kontrol dari the invisible hand. Sebagaimana Kotak Pandora, Demokrasi yang dibawa oleh Barat itu semata-mata hanya untuk mengontrol dan meneruskan penjajahan ala “milenium” hari ini.
Dan kita akan menunggu, jebakan-jebakan “Kotak pandora” apalagi yang lahir dari Demokrasi, dan kembali mereka yang mengusung dan The Invisible Hand itu menyuarakan, “harapan” sementara kerusakan dan petaka dari demokrasi itu terus hadir untuk Indonesia.
*Rizqi Awal, Ketua Eksekutif Komunitas Politik Pembebasan