NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Kabiro Humas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Febri Diansyah mengaku akan mengajukan banding terhadap vonis yang dijatuhkan majelis hakim pengadilan tindak pidana korupsi kepada Irman dan Sugiharto.
“Banding dilakukan karena menurut KPK ada sejumlah fakta fakta dipersidangan baik itu keterangan saksi atau bukti bukti yang belum dipertimbangkan oleh hakim, sehingga ada beberapa nama yang belum muncul di putusan ditingkat pertama tersebut,” ujarnya di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Senin, (7/8/2017).
Fakta-fakta hukum yang dimaksud adalah hilangnya sejumlah nama-nama besar dari daftar penerimaan uang bancakan proyek pengadaan e-KTP. Mereka yang dimaksud diantaranya, Annas Urbaningrum sejumlah US$ 5,5 juta, Melcias Markus Mekeng sejumlah US$ 1,4 juta, Olly Dondokambey sejumlah US$ 1,2 juta, Tamsil Lindrung sejumlah US$ 700 ribu, Mirwan Amir sejumlah US$ 1,2 juta, Arief Wibowo sejumlah US$ 108 ribu, Chaeruman Harahap sejumlah US$ 584 ribu dan Rp 26 miliar, Ganjar Pranowo sejumlah US$ 520 ribu, Agun Gunandjar Sudarsa, selaku anggota Komisi II dan Banggar DPR RI sejumlah US$ 1,047 juta, Mustoko Weni sejumlah US$ 408 ribu, Ignatius Mulyono sejumlah US$ 258 ribu, Taufik Effendi sejumlah US$ 103 ribu, Teguh Djuwarno sejumlah US$ 167 ribu, Rindoko, Nu’man Abdul Hakim, Abdul Malik Haramaen, Jamal Aziz dan Jazuli Juwaini selaku Kapoksi Pada Komisi II DPR masing-masing sejumlah US$ 37 ribu, Yasona Laoly sejumlah US$ 84 ribu, Khatibul Umam Wiranu sejumlah US$ 400 ribu, M. Jafar Hafsah sejumlah US$ 100 ribu, dan Marzuki Ali sejumlah Rp 20 miliar.
Sedangkan dalam vonis terhadap dua mantan Pejabat Ditjen Dukcapil Kemendagri Irman dan Sugiharto, hanya ada tiga nama anggota DPR RI yang turut menerima uang haram proyek yang dikorupsi hingga Rp 2,3 triliun. Mereka adalah politikus Hanura Miryam S Haryani sejumlah US$ 1,2 juta, politikus Partai Golkar Markus Nari sejumlah US$ 400 ribu dan Rp 4 miliar, serta politisi Partai Golkar Ade Komarudin sebesar US$ 100 ribu.
KPK berharap dalam proses banding nanti, majelis hakim ditingkat yang lebih tinggi dapat mempertimbangkan secara lebih komprehensif.
“Sehingga masyarakat bisa mengetahui siapa saja pihak-pihak yang diduga terlibat kasus e-KTP, termasuk sejumlah indikasi aliran dana kepada sejumlah pihak,” pungkasnya.
Pewarta: Restu Fadilah
Editor: Ach. Sulaiman