SAGL, Senjata Jenis SAGM untuk Keperluan Prajurit Tempur

40x46 mm Stand Alone Grenade Launcher (SAGL). (Foto: Arsenal JSCo)

40x46 mm Stand Alone Grenade Launcher (SAGL). (Foto: Arsenal JSCo)

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Ratusan senjata dan amunisi milik Polri masih tertahan di Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, Banten, pada Minggu, 1 Oktober 2017. Kabarnya, senjata-senjata itu ditahan oleh Badan Intelijen Strategis TNI karena belum diberikan izin.

TNI sendiri perlu memastikan senjata sebanyak 280 yang diimpor Polri dari Bulgaria itu. Pasalnya, senjata-senjata yang dimiliki Polri belakangan diketahui berstandar militer, padahal polisi maupun Brimob bukanlah kombatan atau bukan prajurit tempur. Sehingga, spesifikasi senjata api milik Polri tidak boleh menyerupai TNI. Polri bukanlah institusi kombatan laiknya tentara, melainkan non-kombatan.

Senjata yang ditahan di Bandara Soetta disinyalir bukan standar Polri. Diketahui, senjata yang diimpor dari Bulgaria itu berjenis SAGL kaliber 40x46mm, atau mudahnya 40mm. Senjata ini masuk dalam kategori senjata berat sehingga kepemilikannya harus mendapat izin Badan Intelijen Strategis TNI. Salah satu spesifikasi SAGL adalah sebagai senjata pelontar granat 40mm, yang merupakan kaliber untuk granat militer.

Tingkat kerusakan granat kaliber 40mm lebih rendah jika dibandingkan dengan HE Grenade dan M24 Grenade. Meski demikian, pengguna tetap dapat membawa lebih dari satu kaliber granat sehingga bisa membuat ledakan beberapa kali. Dan jumlah kaliber granat yang dapat dibawa juga tergantung dari jenis senjatanya.

Umumnya, membeli senjata jenis SAGL selalu diikuti dengan pembelian amunisi jenis 40×46 mm RLV-HEF, 40×46 mm RLV-HEF-1, 40×46 mm RLV-HEFJ, 40×46 mm RLV-HEDP-1, 40×46 mm RLV-TB, 40×46 mm RLV-AD, 40×46 mm RLV-P, dan 40×46 mm RLV-TPM.

Jenis-jenis amunisi yang biasanya dibeli bersamaan dengan SAGL. (Foto: arsenal-bg.com)

Sebagai contoh, pada Februari 2016 lalu sebuah rekaman video yang dipublikasi kantor berita ANNA News memuat tentang ditemukannya amunisi jenis 40×46 mm RLV-HEF di Suriah. Sebuah jenis amunisi yang sudah sangat dikenal NATO karena diproduksi secara luas ke seluruh dunia. Dan kelompok oposisi Suriah diketahui secara aktif menggunakan amunisi jenis ini, bahkan dijadikan sebagai amunisi utama mereka dalam pertempuran melawan pasukan pemerintahan Bashar Al-Assad yang didukung Rusia dan Iran.

Yang menarik, situs Arm Ament Research mengingatkan bahwa jika menemukan jenis amunisi tersebut dalam keadaan utuh setelah dilontarkan oleh senjata api, agar jangan sekali-kali mendekati apalagi menyentuhnya. Sebab, semua senjata dan amunisi itu berbahaya. Perlakukan semua amunisi seolah-olah masih aktif sampai orang secara pribadi mengkonfirmasinya. Jika menemukan persenjataan yang tidak meledak (UXO) atau peledak sisa-sisa perang (ERW), disarankan selalu ingat akronim “ARMS”; hindari area (Avoid), pecahkan semua informasi yang relevan (Record), tandai area untuk memperingatkan orang lain (Mark) dan carilah bantuan dari pihak berwenang (Seek).

Sederhananya, SAGL adalah senjata pelontar granat yang umumnya digunakan militer untuk keperluan pertempuran. Selain SAGL, ada pula jenis lainnya yakni SAGM (Small Arms Grenade Munitions). SAGM digunakan untuk meluncurkan granat dengan target musuh yang bersembunyi di balik benda keras. Misal, tembok.

Di kalangan militer Amerika Serikat (US Army), SAGM sudah aktif digunakan tentara. Ide menggunakan SAGM setelah adanya sebuah pertanyaan, bagaimana menghancurkan musuh yang berlindung di balik benda keras? Stephen Gilbert menjawab, solusinya adalah gunakan SAGM.

Sekadar informasi, Stephen Gilbert adalah seorang veteran (perwira) Perang Dunia II yang pernah bergabung dengan Supplementary Reserve yang terdiri dari anggota Angkatan Pasukan Kanada pada tahun 1939 dan bertugas di Resimen Redlight Ulster ke-3 di Prancis. Ingatan masa perangnya sangat kuat dalam peristiwa Dunkirk di mana Gilbert ikut terlibat dalam Evakuasi Dunkirk atau penyelamatan atas prajurit Sekutu dari Perancis ke Britania Raya selama Perang Dunia II. Karir terakhirnya di Pusat Pengembangan dan Teknik PBB di Picatinny Arsenal, New Jersey. Ia juga dikenal sebagai seorang novelis. Gilbert tercatat sebagai salah satu dari 10 insinyur yang merancang SAGM lewat program Joint Service Small Arms yang dibuat melalui tiga tahap (2011, 2013 dan 2015).

Tentara Amerika Serikat menggunakan SAGM dalam sebuah demonstrasi latihan. (Foto: Army.mil)

Terlepas dari itu, SAGM adalah sebuah senjata berat yang bertujuan untuk memfasilitasi prajurit tempur, dengan kemampuan menembakkan granat berkecepatan rendah 40mm dari peluncur granat M203 atau M320 dengan kepastian jika target bersembunyi di belakang benda maka akan hancur dan rusak.

Belum ditemukan sumber akurat apakah SAGL ini adalah bentuk lain dari SAGM. Namun yang jelas, SAGM bukan peluncur granat tunggal melainkan selalu bergandengan dengan senjata tempur seperti SS. Sementara, SAGL adalah senjata pelontar granat militer tunggal yang sangat efektif digunakan saat bertempur melawan target atau musuh pada area berjarak hingga 400 meter. Dan peluncur granat, SAGL dimaksudkan untuk melontarkan granat dengan kecepatan rendah dengan target efektif minimum 150 meter, 350 meter (menengah) hingga 400 meter (maksimum).

Soal jarak target ini, SAGL berselisih 100 meter dibanding SAGM. Sebab, jarak target SAGM maksimum pada kisaran 500 meter. (ed)

(Editor: Eriec Dieda)

Exit mobile version