Puisi Muhammad Alamsyah Alam
RIMBA
Karts membentang, gagah tadah langit senja,
Tegak, menapak, kepak sayap tornado dari daratan para pendongeng
Gemulai nyiur padanya, simpan pesan di gerimis senin pagi
“pergi tuan ! Desus sanca, rupa tarantula, jari-jari benalu, murka
Membakarmu dari getah – getah pinus dan ranting – ranting cemara yang marah mendesau “
Rimba gelap berloreng tentara
Pun bersemayam arwah – arwah purba menggantung di pucuk -pucuk daun dewadaru
Ia lah sukma belantara mayapada, tafakkur di lebat jati
Berlafads doa, usir dosa karma tuan pada hutan
Di tebing kapur berkali
Diterjal air terjun
Di jenggot beringin sajen
Di bilah tuak lontar
Biar raga dikoyak malam
Di mangsa waktu di balutan embun, pulas di sarang kunang- kunang, lelap di nyanyian alam
Ikutlah padaku kawan
Balas budi meski hanya lestari
Satulah aku
Tuan di hamparan belantara
Anging lembah barat daya,merasuk jiwa
Ao …….masuk menusuk, dingin menggigil
Getar tubuh berujung di paru – paru abu
Teranglah aku bersama dekapan sang gagak
Mencumbui fajar di lereng perbukitan
Mengalun kisah di saran anoa
Bercerita tentang monyet menimang anak
Jiwa merdeka,
Damai mengenang rindu di tengah perdu rimbanya belantara
ADAM
Merangkai masa lalu berdebu
Jadilah intan bermutu manikam
Tuhan mengutuk jiwa jadi Adam
Membungai mimpi mendulang jingga
Larilah jika kau sanggup berlari !
Tapi aku kira tidak
Karena langkah rindumu tersimpan di ujung kukuku
AIR MATA KARAENG
Air mata karaeng
Kucur di lubang karang
Tasbih kerang
Gerincing
Senandung puja
Lumpuh dalam sujud yang terbuang
DEMI MALAM
Demi malam yang panjang
Kita rebus angsa yang perawan
Tumpahlah darah di jalan
Terhapus malam semalam
Terputar pagi kembali pada gelap
Syair –syair jiwa masih terbaca
Pada tatapan cinta yang tajam
Tertikam pada lara yang mati mengeram
Sandarlah pada pundakku
Karena semalam air mata yang tumpah
Tak mungkin lagi terpungut jadi mutiara
Beningnya air hujan tengah malam
Tak mungkin lagi jadi mega membias pelangi
Menyerahlah pada waktu
Reduplah nirmala dikoyak koyak mangsa gelapnya dusta
AIR HITAM
Air hitam itu, pada telaga merenung bayang, cermin langit,
Ludah sukma diayun – ayun ilusi mimpi
Air hitam itu, ditulisnya peradaban pada akar – akar teratai berpucuk,
Mendayuh terapung, terambing dicubiti siang,
malu menegur asin pada garamnya air mata awan
Air hitam itu, dilukisnya jiwa yang tenang, bisu, tetapi keruh padanya, pilu,
mengaduhlah pada ketitir yang itari lengkung dunia, bertengger pada reranting kilat badai
Air hitam itu, warna rindu, menabur cinta pada dinginnya temaram,
meredam benci yang di tepi rerumputannya bersandar seribu duka mengapit
Air hitam itu, sketsa para lelaki yang ditelanjangi kebodahan semalam,
potret bangkai tersembunyi di dasar palung terdalam, bau comberan
Air hitam itu, bentang selimut panjang bagi kelara yang meninggalkan rumpun barisan
di tengah persaingan menjilat kasih sayang mentari
Air hitam itu, dipan bagi kelaras gugur di tengah subuh
Air hitam itu, neraka galagasi terjatuh dari Jaring-jaringnya yang curam
Air hitam itu, kopi basi diteguk para pejantan dari arah negeri yang mati suri,
jadi tinja, hidangan plankton – plankton kerdil
Air hitam itu, adalah air mata air
Hitam pada air
NEGERI BUDAK IBLIS
Alam kelabu
Hamparan gelap menelan jiwa
Berpijak pada ruang kepalsuan
Tiang pelayaran di anjungan kapal retak
Gemuruh petir dari barat
Melukis riwayat
Kebenaran sembunyi
Tak nampak pada jalan menuai bakti
Antara dirgantara
Para praja berjaga
Suara sepatu militer tua
Di jalan bergaris darah
Tak seirama dalam perang menantang
Suara bakti kemanusiaan didustakan
Lempar jauh dari kehidupan
Pelor bahkan teluh lempar terlempar
Air mata dari mata yang buta
Adalah makna kebohongan belaka
Terlalu sempit bumi
Dihuni perempuan sundal
Lahir dari rahim ibu yang mandul
Di jalan, zina tak bisa dijinakkan
Apalagi ekstasi, perlahan bunuh generasi
Dalam birokrasi
Hukum jadi mayat
Dikafani aturan dari siapa yang berduit
Inilah negeri
Dalam sejarah
Jadi budak-budak iblis
Muhammad Alamsyah Alam lahir di Maros, 17 September 1985.. Aktif menulis puisi, cerpen dan esai. Aktif dalam kegiatan kebudayaan baik skala lokal maupun nasional. Lelaki yang akrab di safa Alam, saat ini dalam proses persiapan penyelesaian studi pasca sarjana di Universitas Negeri Makassar jurusan seni Rupa. kecintaanya terhadap seni sastra tidak membuat bakatnya dalam seni lukis terlupakan. Giat melahirkan lukisan -lukisan eksperimental yang abstrak dan natural. Separuh Karya-karrya lukisnya dapat ditemukan di galeri Benteng Fort Roterdam Makassar.
__________________________________
Bagi rekan-rekan penulis yang ingin berkontribusi karya baik berupa puisi, cerpen, esai, resinsi buku/film, maupun catatan kebudayaan serta profil komunitas dapat dikirim langsung ke email: [email protected] atau [email protected].