NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Pemerintah akan menata ulang regulasi terkait impor senjata. Kaji aturan dimaksudkan agar tidak ada silang pendapat antara institusi mengenai pengadaan senjata baik oleh institusi militer atau non-militer.
Menurut dia, banyaknya regulasi yang mengatur mengenai pengadaan senjata api, yang telah diundangkan sejak 1948 sampai 2017, mengakibatkan perbedaan pendapat yang berkembang di berbagai institusi yang menggunakan senjata api
“Akibat perbedaan pendapat yang berkembang di institusi yang menggunakan senjata api, maka segera dilakukan pengkajian dan penataan ulang tentang berbagai regulasi sampai kebijakan tunggal sehingga tidak membingungkan institusi yang menggunakan senjata api,” ujar Wiranto.
Keputusan penataan ulang regulasi itu diambil dalam rapat koordinasi impor senjata yang digelar di kantor Kemenko Polhukam, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Jumat (6/10/2017).
Baca juga: TNI-Polri Gelar Pertemuan, Ini Hasil Pengecekan Senjata di Bandara Soetta
Rapat tersebut diikuti Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Jenderal Budi Gunawan, Kapolri Jenderal Tito Karnavian, Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo, Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu dan Dirjen Bea-Cukai Kementerian Keuangan Heru Pambudi.
Wiranto menjelaskan sejumlah regulasi pengadaan senjata api dari tahun 1948-2017. Aturan soal pengadaan senjata disebut Wiranto diatur dalam 4 Undang-Undang, 1 Perppu, 1 Inpres, 4 Peraturan Setingkat Menteri dan 1 Surat Keputusan.
Wiranto menjelaskan, bahwa TNI melalui Sapta Marga keempat, Polri melalui Tribata ketiga, serta institusi pendukung lainnya yang sekarang juga merupakan lini pertahanan dan keamanan negara akan saling bahu membahu.
“Oleh sebab itu, berbagai upaya untuk memecah belah soliditas aparat pertahanan dan keamanan negara harus kita hentikan dan kita netralisir untuk kepentingsn bangsa dan negara,” tegasnya.
Simak: Unik! Polri Impor 5.932 Butir Peluru, Parade dan Defile di HUT TNI 2017 Kerahkan 5.932 Prajurit
Selain itu, Wiranto juga meminta kepada seluruh institusi dan juga masyarakat untuk tidak memperkeruh suasana kembali.
“Selanjutnya yang terpenting adalah kami mohon kepada institusi negara maupun masyarakat untuk memahami hal ini. Dan tidak lagi dikembangkan di ruang publik. Hal yang kurang jelas tentu bisa ditanyakan kepada institusi terkait,” tutur dia.
Pewarta: Ricard Andhika
Editor: Ach. Sulaiman