01.
Seorang penyair datang ke kota tanpa puisi
Dan tanpa obat sakit jiwa
Maka ia memutuskan untuk meninggalkan kegilaannya
Di rumah
Dan hanya membawa celana dalam
Angin gunung meluruh
Seiring ia menjauh
Dari haiku tempat ia tumbuh
Menuju entah
02.
Sebuah kerusuhan megah terorganisasi
Setiap orang menginspirasi pagar
Dari tembok tinggi berduri kekar
Sampai anjing menjadi manusia
Dan manusia menjadi anjing
Semakin tinggi jarak
Semahal harga terbayar
Dan hidup menulis
Manuskrip kekacauannya sendiri
03.
Ia membangun mitos
Pada dinding virtual
Membentuk legenda
Dari autosensor
atas dunianya
Dan aku
Berada dalam gelembung deterjen pencair noda
Melayang
Di himpitan letusan ketakutan
Dan ledakan tangis pilu
Yang tak terbunyi
Tersembur
Diantara roda kereta
04.
Perempuan dengan renda di hatinya
Ingin memakai rok mini di jalan bebas hambatan
Ingin menari di jembatan layang
Ingin menanam padang bunga di atap pencakar langit
Ingin meluruhkan ciumannya di perempatan tanpa lampu merah
Ingin menuliskan seluruh buku puisinya di dinding kantor gubernur
Ia hanya ingin menaklukan kota
Gracia Asriningsih, lahir di Jogjakarta, lulusan jurusan Sastra Prancis, Fakultas Sastra 1994, UGM dan Master Desentralisasi dari Universitas Paris 8 (2004) Prancis. Kini bekerja sebagai penulis lepas dan penerjemah. Telah menerbitkan 2 novel ‘Place Monge’ dan ‘Sesiang Terakhir’ serta 1 kumpulan puisi Bilingual ‘hampir aku tetapi bukan.’ Tahun 2012, ia menjadi penyair keliling dalam Festival Pernyair International Indonesia. Editor buku Menolak Hukuman Mati, Perspektif Intelektual Muda (2015).
__________________________________
Bagi rekan-rekan penulis yang ingin berkontribusi (berdonasi*) karya baik berupa puisi, cerpen, esai, resinsi buku/film, maupun catatan kebudayaan serta profil komunitas dapat dikirim langsung ke email: redaksi@nusantaranews.co atau selendang14@gmail.com.