NUSANTARANEWS.CO – PT Bitcoin Indonesia mendukung larangan BI untuk tidak menggunakan mata uang virtual sebagai alat pembayaran. CEO Bitcoin Indonesia Oscar Darmawan mengaku sejalan dengan BI yang melarang menggunakan mata uang virtual sebagai alat pembayaran transaksi.
Seperti ramai diberitakan bahwa euforia masyarakat tentang bitcoin semakin meningkat, termasuk di Indonesia. Namun Bank Indonesia justru melarang penggunaan alat tukar virtual termasuk bitcoin yang tengah hangat menjadi perbincangan tersebut sebagai alat pembayaran yang sah di Indonesia.
Berdasarkan ketentuan dalam Undang-Undang No 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang – bahwa mata uang adalah uang yang dikeluarkan oleh Negara Kesatuan Republik Indonesia dan setiap transaksi pembayaran, atau kewajiban lain yang harus dipenuhi dengan uang, atau transaksi keuangan lainnya yang dilakukan di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia wajib menggunakan Rupiah, demikian siaran pers BI.
Dalam siaran pers yang dirilis Sabtu (13/1) itu, BI menyatakan alat tukar virtual seperti bitcoin berisiko tinggi terhadap pencucian uang maupun pendanaan terorisme.
BI pun dengan tegas melarang seluruh penyelenggara jasa keuangan dan penyelenggara teknologi finansial di Indonesia untuk memproses transaksi pembayaran dengan alat tukar virtual seperti bitcoin, termasuk switching maupun kliring, termasuk transfer dana.
BI mengingatkan bahwa penggunaan transasksi virtual bisa berdampak terhadap kestabilan sistem keuangan yang pada gilirannya akan merugikan masyarakat luas. Oleh karena itu, BI mengimbau agar masyarakat tidak ikut-ikutan memperjual-belikan bitcoin dan alat tukar virtual lainnya.
Sebelumnya, Otoritas Jasa Keuangan juga menyampaikan bahwa aktivitas terkait bitcoin dan alat tukar virtual lainnya harus dilaporkan dan diawasi karena belum memiliki aturan main yang jelas di Indonesia.
Sebaliknya, pelaku pasar aset digital mendesak otoritas keuangan nasional untuk menerbitkan peraturan terkait sistem aset digital. Menurut para pelaku pasar, beleid ini akan menguntungkan pemerintah karena justru dapat memonitor sekaligus memperoleh data transaksi uang digital. Data bisa digunakan untuk mengantisipasi aksi pencucian uang atau tindak kriminal keuangan lainnya.
Di sisi lain, pemerintah juga dapat mempersiapkan diri untuk menghadapi perkembangan teknologi keuangan di masa depan. (Aya)