Kesehatan

Prof Indriyanto: BPOM Harus Obyektif, Tidak Politisasi Perizinan dan Vested Interest Kewenangan

Prof Indriyanto: BPOM Harus Obyektif, Tidak Politisasi Perizinan dan Vested Interest KewenanganBadan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). (Foto: Ilustrasi/Ist)
Prof Indriyanto: BPOM Harus Obyektif, idak politisasi perizinan dan vested interest kewenangan. Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). (Foto: Ilustrasi/Ist)

NUSANTARANEWS.CO – Prof Indriyanto: BPOM harus obyektif, tidak politisasi perizinan dan vested interest kewenangan. Pakar hukum dari Universitas Indonesia, Indriyanto Senoadji meminta Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) bersikap obyektif terkait obat virus corona (Covid-19) yang dikembangkan Universitas Airlangga (Unair) dengan dukungan Badan Intelijen Negara (BIN) dan TNI Angkatan Darat (AD).

“BPOM harus obyektif, tidak melakukan politisasi perizinan dan vested interest kewenangan. Seharusnya penilitian yang inovatif dan progresif atas uji temu obat corona dari integrated state institution Universitas Airlangga didukung bersama BIN dan TNI AD haruslah diapresiasi sebagai buah prestasi kebanggaan anak bangsa dan negara,” ujar Indriyanto lewat keterangan tertulisnya seperti dikutip redaksi, Sabtu (22/8/2020).

Menurutnya, klaim menemukan obat corona tersebut merupakan hasil dari kombinasi sejumlah obat yang telah diuji dalam tiga tahap. Tim Unair-BIN-TNI AD mengklaim 85% sampel yang diujicobakan dengan obat tersebut sembuh berdasarkan hasil tes PCR. Proses penyembuhan disebut berlangsung mulai dari 1-3 hari.

Baca Juga:  Hari Polio Sedunia, Cagub Luluk Ajak Gerakan Pencegahan Polio

“Sebagai lembaga beradab, persoalan administratif perijinan dari BPOM itu seharusnya dikomunikasikan dengan persuasi terintegrasi dan koordinasi berimbang (soft integrated and balances coordinated) secara baik denga Unair, TNI AD dan BIN, bukan cara-cara terbuka dan tidak edukatif yang berdampak pada kerjasama lembaga penelitian. Apapun apresiasi patut diberikan kepada Unair yang akan lakukan evaluasi uji klinis tersebut,” paparnya.

Dia menuturkan, pola terbuka provokatif yang tidak edukatif BPOM ini terkesan adanya politisasi perizinan yang bernuansa vested interest yang berbungkus Kelembagaan BPOM.

“Apalagi stigma adanya Standar Ganda BPOM terkait persoalan pemberian izin, termasuk juga izin kepada obat HerbaVid19, obat tradisional Covid-19 yang didaftarkan PT Satgas Lawan Covid-19 DPR, pabrik obat yang berlokasi di Jakarta Utara,” tuturnya.

Kemudian, lanjut dia, kekurangan-kekurangan persyaratan teknis administratif tentang alasan demografi, pola kesakitan/simptom, sampel uji klinis yang belum acak, sebaiknya dikomunikasikan dengan soft integrated and balances coordinated.

“Sehingga ke depan tetap menjaga kredibiltas kelembaga pemohon izin dan pemberi izin, dan tidak terkesan adanya vested interest atas stigma kewenangan kelembagaan BPOM,” pungkasnya. (eda/bro/yk)

Related Posts

1 of 3,052