Hukum

Polemik Tentang Revisi UU KPK Disebut Hanya Soal Metode Pendekatan Semata

kpk, ott, mesuji, lampung, tangkap tangan, daerah lampung, febri diansyah, kepala daerah, nusantaranews
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). (Foto: Istimewa)

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Guru Besar dari Universitas Krisnadwipayana, Prof Indriyanto Seno Adji mengatakan polemik tentang revisi UU KPK hanyalah soal metode pendekatan saja. Pasalnya, revisi harus dipahami dari sisi restorative justice atau deterrent effect (efek jera).

“Sangat dipahami bahwa pelaksanaan UU KPK setelah 17 tahun berjalan memerlukan evaluasi dengan basis penguatan filosofi arah dan tujuan UU ini yaitu rehabilitasi dengan basis pencegahan,” ujar Indriyanto melalui keterangannya, Jakarta, Sabtu (7/9/2019).

Dia menuturkan, inisiatif DPR atas UU KPK ini memiliki pendekatan filosofi keadilan restoratif yang menghendaki adanya suatu rehabilitasi sistem pemidanaan dan tidak semata-mata deterrent effect.

“Dari perjalanan kasus-kasus korupsi, pola dan cara penindakan dengan efek jera tidak memberikan manfaaat pengembalian optimal keuangan negara. Karena itu fiilosofi pencegahan dengan rehabilitasinya menjadi basis yang utama,” terangnya.

Terlepas setuju tidaknya, lanjutnya, enam titik evaluasi UU KPK sebagai mixed methods merupakan gabungan atas evaluasi pola pencegahan dan penindakan, sebagai sesuatu yang wajar dan baik ke depan.

Baca Juga:  Bagai Penculik Profesional, Sekelompok Oknum Polairud Bali Minta Tebusan 90 Juta

“Salah satu evaluasi pasal, misalnya, tentang dewan pengawas adalah sesuatu yang wajar, karena pada negara demokratis, bentuk auxiliary state body seperti KPK (yang super body) disyaratkan adanya badan pengawas yang independen (MA dengan KY, Polri dengan Kompolnas, Kejaksaan dengan Komjak),” jelas Wakil Ketua Pansel KPK ini.

Misalnya juga, tambah Indiyanto, soal penghentian penyidikan bertujuan untuk memenuhi asas kepastian hukum dan keadilan bisa diterapkan dalam kondisi yang limitatif dan eksepsional sifatnya.

“Misalnya saja, seorang ditetapkan tersangka saat proses penyidikan dan kemudian menderita sakit yang secara medis dinyatakan unfit to stand trial secara permanen (tidak layak diajukan ke pengadilan), maka orang tersebut harus dihentikan penyidikannya,” ujarnya.

Terkait adanya keberatan dari masyarakat sipil anti korupsi dan pengamat, Indriyanto menyebut karena persepsi dan pola pendekatannya yang berbeda dan masih dengan pendektan efek jera.

Mixed Methods DPR tanpa menghilangkan pola Penindakan KPK, diapresiasi sebagai usulan inisiatif DPR yang wajar dan prospektif ke depan, sehingga tidak perlu dicurigai dan adanya kekhawatiran. Ada mekanisme hukum untuk mencurahkan ketidaksetujuan itu melalui otoritas yudikatif dan tidak perlu mengambil jalan prosesual eksekutif yang tidak menjadi otoritas atas inisiatif revisi UU ini,” paparnya. (eda/nus)

Baca Juga:  PWI Minta Ilham Bintang dan Timbo Siahaan Ditegur Keras, Ini Jawaban Dewan Kehormatan

Editor: Eriec Dieda

 

 

 

 

 

 

 

Catatan redaksi: Artikel ini telah mengalami perubahan judul pada Sabtu 7 September 2019 pukul 10: 26 WIB

Related Posts

1 of 3,051