NUSANTARANEWS.CO – Pimpinan KPK Tak Berdaya Menghadapi Ahok. Komisi Pemberantasan Korupsi yang lebih akrab disebut KPK tampak sudah tidak berdaya menghadapi Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok dalam kasus penggusuran kalijodo dan reklamasi teluk Jakarta, dugaan korupsi dalam pembelian lahan Rumah Sakit (RS) Sumber Waras hingga aliran dana sebanyak Rp 30 miliar dari pengembang kepada relawan Ahok yakni Teman Ahok yang disebut-sebut mengandung unsur tindak pidana korupsi dan merugikan serta pengkhianatan terhadap negara. Padahal, dari sejumlah kasus tersebut, lembaga anti rasuah sendiri sudah beberapa kali menyebutkan adanya unsur pelanggaran dan menabrak UU.
Ambil contoh dalam kasus penggusuran Kalijodo dan reklamasi teluk Jakarta, ketua KPK Agus Raharjo sempat berujar bahwa tindakan Ahok tidak dilandasi oleh dasar hukum yang kuat.
“Jangan kemudian kita kalau sebagai birokrat bertindak sesuatu tanpa ada acuan peraturan perundang-undangannya. Itu kan tidak boleh. Jadi, Perda maupun pergub-nya harus disahkan terlebih dahulu. Itu yang sempurna, yah seperti itu,” katanya Agus di Jakarta, Jumat (20/5) lalu.
Ujung dari kasus tersebut, KPK menangkap Mohamad Sanusi yang menerima suap dari Ariesman yang meminta kontribusi diturunkan dari 15 menjadi 5 persen. (Baca: KPK Sebut Ahok Melanggar Hukum Terkait Barter Penggusuran Kalijodo dan Rekalmasi)
Kedua, kasus pembelian lahan Rumah Sakit (RS) Sumber Waras yang menurut hasil audit investigasi BPK terindikasi merugikan negara sebesar Rp 191 miliar. Bahkan KPK secara sepihak menyatakan tidak ada upaya melawan hukum dari pembelian lahan RS Sumber Waras.
“Penyidik kami tidak menemukan perbuatan melanggar hukum. Dari situ kan (kasusnya) sudah selesai. Karena (kalau) perbuatan melawan hukumnya tidak ada kan (penyelidikan) sudah selesai,” kata Agus di DPR, Rabu (14/6). Atas bantahan KPK, BPK sebagai pihak yang melakukan audit investigasi lantas bungkam seribu bahasa, malu didengar publik kalau harus bersitegang antar sesama lembaga negara.
Baca: KPK Tidak Temukan Pidana Kasus RS Sumber Waras, BPK Bungkam
Terakhir, muncul lagi kasus dugaan aliran dana senilai Rp 30 miliar kepada relawan Ahok, yakni Teman Ahok. Uang sebesar itu disebut-sebut berasal dari pengembang reklamasi yang digelontorkan untuk Teman Ahok melalui Staf Gubernur Ahok bernama Sunny Tanuwidjaja dan Cyrus. Bahkan, saat keluar dari gedung KPK pada Rabu (16/6) Sunny membantah kalau dirinya diperiksa Agus Raharjo dkk terkait aliran dana tersebut.
Namun, di saat yang sama Agus sendiri mengakui sudah mendapati informasi adanya aliran dana sebanyak Rp 30 miliar dari pengembang kepada Teman Ahok. Sayang sekali, Agus masih enggan lembaganya mengeluarkan surat penyelidikan untuk membongkarnya dengan dalih masih dalam tahap pengembangan.
“Informasinya sudah ada. Siapa yang kemungkinan kami gali, arahnya sudah ada. Sebenarnya tinggal memperdalam saja. Surat penyelidikan barunya belum kita terbitkan, iya akan kami terbitkan,” ujar Ketua KPK itu.
Dari sejumlah pernyataan dan sikap KPK yang cenderung enggan mengusut Ahok dan Teman Ahok, sejumlah pakar dan anggota DPR RI mulai mencium adanya ketidakberesan di lembaga ad hoc tak tersentuh publik bernama KPK itu.
Anggota komisi III DPR Nasir Djamil misalnya, ia mempertanyakan biduk dan sikap KPK yang abai atas hasil investigasi BPK dalam kasus pembelian lahan RS Sumber Waras yang melibatkan Pemprov DKI Jakarta. “Jelas ini tidak konsisten dan membuat mereka kesulitan menjawab. KPK ini sepertinya sedang memainkan peran ganda. Apabila dibutuhkan, data BPK dipakai. Sekarang (dalam kasus RS Sumber Waras), (hasil audit) BPK dicampakkan,” kata Nasir di Jakarta, Rabu (13/6). Baca: Abaikan Audit BPK, DPR Anggap KPK Kehilangan Konsistensi
Begitu pula Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) Salamuddin Daeng. Ia bahkan dengan tegas menyebutkan bahwa ada beberapa orang dari pimpinan KPK periode ini yang menjadi alat cukong dan taipan dalam membangun kerajaan bisnisnya di Indonesia. “Sebenarnya, masyarakat sekarang juga sudah tidak percaya dengan seluruh lembaga penegak hukum karena telah menjadi alat cukong dan taipan dalam membangun kerajaan bisnis di Indonesia. Tidak adanya pengusutan kasus korupsi lainnya mengindikasikan KPK telah menjadi alat cukong dan taipan,” ucap Salamuddin saat dihubungi nusantaranews.co di Jakarta, Rabu (15/6).
Baca: Beberapa Pimpinan KPK Dinilai Telah Jadi Alat Cukong dan Taipan
“Nah, hancurnya legitimasi kedua lembaga ini merupakan buah dari permainan para koruptor yang sekarang aman. Jadi tampak sekali di era sekarang elite pimpinan lembaga negara memperjuangkan diri pribadi dan keluarganya. Hasilnya statemen yang keluar dari lembaga negara sekarang adalah statemen cukong dan taipan dan para elite pimpinan lembaga negara hanya juru bicara mereka,” lanjut Salamuddin. (Baca juga: Beda Pendapat KPK dan BPK Terkait Sumber Waras Disebabkan Oleh Cukong dan Taipan)
Di tengah-tengah rasa penasaran publik terhadap kasus yang menyebutkan keterlibatan Ahok dalam sejumlah skandal korupsi, hebatnya KPK dalam waktu bersamaan juga gencar melakukan penangkapan (Operasi Tangkap Tangan atau OTT) terhadap sejumlah hakim dan panitera yang tertangkap basah melakukan tindakan suap-menyuap. KPK tampak rajin membidik para pejabat lembaga pengadilan, bahkan sangat masif. Tak cukup hakim dan panitera, KPK kini bahkan tengah sibuk membidik artis dangdut Saipul Jamil yang diduga melakukan tindakan suap terhadap panitera Pengadilan Negeri Jakarta Utara bernama Rohadi.
“Tapi saat ini masih dilakukan pengembangan. Nanti penyidik akan melakukan pemeriksaan dulu kepada yang bersangkutan (SJ) dan akan melakukan koordinasi untuk menghadirkan yang bersangkutan,” ujar Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (16/6). Baca: Babak Baru Kasus Pencabulan Oleh Saipul Jamil di KPK
Kini, KPK sedang melakukan pemeriksaan lebih mendalam untuk menetapkan hakim Ifa Sudewi dan Saiful Jamil sebagai tersangka. Ya, KPK kini tengah sibuk membidik Saiful Jamil.
Dari deretan kasus di atas, bukan kebetulan terjadi dalam waktu bersamaan sebagai bagian dari kerja KPK mengurusi para koruptor negeri ini sehingga muncul kesan seakan-akan lembaga anti rasuah sengaja hendak menutupi kasus yang melilit Ahok. Ada apa dengan pimpinan KPK? (Red)
Artikel terkait: Meski Sudah Tahu Ada Aliran Dana Rp 30 M Ke Teman Ahok, KPK Enggan Keluarkan Surat Penyelidikan