Perjuangan Santri ke Depan: Berani Masuk Digebuk alias Pre Emptive Strike

Drama Kolosal Hari Santri Nganjuk Oleh Kodim Nganjuk (Foto Kodim/Nusantaranews)

Drama Kolosal Hari Santri Nganjuk Oleh Kodim Nganjuk (Foto Kodim/Nusantaranews)

Apel Peringatan Hari Santri, Minggu (22/10/2017). Foto Muh Nurcholis/ NusantaraNews
Apel Peringatan Hari Santri, Minggu (22/10/2017). Foto Muh Nurcholis/ NusantaraNews

NUSANTARANEWS.CO, Semarang – Analis Pertahanan dan Alutsista TNI, Jagarin Pane menyatakan, sesungguhnya santri dan kiai yang jumlahnya puluhan juta adalah pelapis adonan negeri yang rahmatan lil alamin ini. Santri dan kiai adalah pelapis dominan dalam bangunan fondasi NKRI. Ini salah satu sebab mengapa eksistensi NKRI masih terjaga dan terlindungi secara utuh. Lihatlah tampilan santri dan kiai, selalu sederhana, santun, teduh dan menyejukkan.

“Perjuangan santri ke depan adalah menjaga eksistensi NKRI sebagai garis perjuangan utama. Ini sama perannya dengan TNI yang memang tupoksinya menjaga keutuhan negeri ini dari ancaman multi dimensi. Doktrin TNI selama puluhan tahun menganut azas: Masuk dulu baru digebuk, artinya kalau ada musuh datang biarkan masuk baru digebuk,” kata Jagarin di Semarang belum lama ini.

Baca Juga:

Menurut Jagarin, sekarang doktrin itu sudah mulai ditinggalkan dan berganti dengan sebutan: Berani masuk digebuk. Maka diperkuatlah alutsista AU dan AL dan menyebar pangkalan militer di Natuna, Sorong, Kupang, Tarakan, Morotai. Semua diperkuat agar musuh tidak berani masuk teritori NKRI

Perjuangan santri dan kyai ke depan, lanjutnya, juga mestinya meniru doktrin TNI. Kalau dalam pertempuran Surabaya yang heroik itu sudah berlaku rumus: Masuk dulu baru digebuk lewat resolusi jihad. “Maka perjuangan ke depan adalah berani masuk digebuk atau yang dikenal dengan istilah pre emptive strike,” ujarnya.

Adapun lawannya, sebut Jagarin, adalah Ghaswul Fikri alias perang pemikiran, perang opini, perang argumen melawan siapa saja yang hendak menggerus dan melumpuhkan NKRI dan amaliyah-amaliyah aswaja.

“Santri-santri harus siap dengan model pertempuran dan pendangkalan aqidah dengan melakukan serangan langsung sebelum lawan masuk teritori pemikiran kita,” katanya.

Simak:

Jagarin juga mengatakan bahwa, dunia maya, media sosial adalah medan pertempuran yang paling dominan. Maka para santri dan kiai harus menyiapkan pertarungan di basis lawan. Adu argumen di media sosial tidak lagi memakai model defensif pasif tetapi santri dan kyai harus bisa mengendalikan dan memenagkan jalannya pertempuran argumen dan dalil.

“Santri dan kiai harus bisa memberikan fikroh dan ghiroh ber NKRI dengan mengingat sejarah perjuangan kemerdekaan dulu. Tunjukkan kekuatan di media sosial dengan membanjirinya dengan berbagai argumen kebenaran. Jangan sampai tercipta sebuah garis demarkasi, pihak lawan yang benar dan santri kyai tidak boleh benar,” katanya.

Maka, lanjut dia, lawanlah dengan kalimat-kalimat santun yang tegas dengan segala dalil dan penjelasannya. Maka lawanlah dengan sholawat nariyah secara serentak. “Maka lawanlah dengan unjuk kekuatan di dunia nyata melalui parade besar di Hari Santri Nasional,” tandasnya. (Artikel sebelumnya: Analis Pertahanan: Kiai dan Santri Pelapis Dominan Fondasi NKRI)

Pewarta: Roby Nirarta
Editor: M. Yahya Suprabana

Exit mobile version