NUSANTARANEWS.CO – Peringatan 20 tahun pembantaian NATO terhadap rakyat Yugoslavia. Forum Beograd bekerja sama dengan Dewan Perdamaian Dunia pada 22 sampai 23 Maret 2019 lalu di Belgrade mengadakan konferensi internasional peringatan 20 tahun agresi NATO terhadap Yugoslavia.
Acara peringatan agresi NATO terhadap Yugoslavia ini dihadiri lebih kurang 200 peserta dari 35 negara. Penyelenggaraan kegiatan ini memang didedikasikan untuk memberikan penghormatan kepada para korban yang terbunuh akibat pemboman membabi buta selama hampir tiga bulan oleh NATO dua puluh tahun silam.
Secara aklamasi, Forum Belgrade mengutuk agresi NATO dan menegaskan bahwa serangan brutal yang menewaskan orang tua dan anak-anak tersebut adalah tindakan ilegal, tanpa ada mandat dari Dewan Keamanan PBB. Sekaligus menegaskan bahwa NATO secara terang-terangan telah melanggar prinsip-prinsip perdamaian dunia.
Baca juga: George Soros dan Revolusi Warna di Bekas Blok Soviet
Pembantaian rakyat Yugoslavia pada tahun 1999 adalah fakta sejarah kelam NATO. Sekaligus fakta bahwa NATO untuk pertama kalinya digunakan sebagai kekuatan militer untuk membantai warga sipil Eropa. Bahkan, NATO terbukti menjalankan operasi militer ilegal dan brutal demi kepentingan geopolitik asing di luar Eropa.
Tegasnya, NATO telah menjadi aliansi militer global yang ofensif bagi kepentingan hegemoni geopolitik Washington. Dengan demikian, AS memiliki landasan jangka panjang untuk menempatkan pasukannya di wilayah Balkan.
Agresi ilegal dan brutal NATO terhadap Yugoslavia boleh dibilang adalah serangan langsung terhadap sistem keamanan dan perdamaian di Eropa yang telah dibangun sejak berakhirnya Perang Dunia Kedua. Dengan kata lain, Yugoslavia merupakan contoh konkrit bagi negara-negara Eropa atau sekutu yang tidak sejalan dengan kepentingan global AS.
Bukan itu saja, model agresi NATO ini juga telah menjadi model global bagaimana Washington melakukan intervensi, termasuk memanfaatkan terorisme dan separatisme sebagai alat penaklukan dan penggulingan pemerintahan yang sah, yang tidak sejalan dengan kepentingan Washington.
Baca juga: Jaringan Perdagangan Senjata Global Ciptakan Perang Abadi
Tidak mengherankan bila para peserta konferensi menyatakan dukungan dan solidaritasnya terhadap rakyat Yugoslavia, serta mencegah kelanjutan agresi NATO yang lain. Konferensi juga mendukung upaya Serbia untuk mempertahankan kedaulatan dan integritas teritorialnya sendiri, termasuk penyelesaian status Kosovo dan Metohija di masa depan yang sejalan dengan hukum internasional dan Resolusi 1244 Dewan Keamanan PBB.
Selanjutnya, konferensi juga menuntut tanggung jawab agresor atas kejahatan perang yang dilakukannya. Rakyat Yugoslavia berhak meminta ganti rugi, dan menuntut secara hukum kejahatan perang terhadap para pemimpin NATO secara bertanggung jawab.
Catatan penting konferensi lainnya adalah situasi dunia saat ini memang sedang mengalami periode peningkatan ketidakpercayaan, ketegangan dan eskalasi ancaman intervensi serta konflik baru di mana akar penyebabnya adalah agresivitas NATO. Oleh karena itu, konferensi mengutuk semua penyalahgunaan institusi internasional seperti Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), OSCE, UNESCO WTO dan lainnya.
Konferensi juga menyerukan kepada semua kekuatan damai di dunia untuk bergabung memperjuangkan kepatuhan terhadap hukum internasional yang didasarkan pada Piagam PBB guna memperkuat peran Perserikatan Bangsa-Bangsa dan organisasi internasional lainnya sekaligus dan menuntut segera mengakhiri perlombaan senjata baru dan pelanggaran perjanjian internasional.
Peserta konferensi juga menyatakan keprihatinan mendalam atas penarikan unilateral AS dalam perjanjian-perjanjian internasional, khususnya Perjanjian Tingkat Menengah (NF). Mereka menuntut untuk menghormati sepenuhnya perjanjian yang ada, dan pembaruan negosiasi tentang penghentian atau pengamanan keamanan di benua Eropa.
Sebuah pernyataan dibuat bahwa perdamaian, demokrasi dan kemajuan membutuhkan perubahan radikal dalam hubungan global, ketaatan pada kesetaraan kedaulatan, tanpa campur tangan dan multikulturalisme. Stabilitas, tatanan internasional baru membutuhkan kepatuhan terhadap kepentingan bersama dan saling menghormati dengan memperhatikan prinsip-prinsip hukum internasional dan Piagam PBB. (Agus Setiawan)