Berita UtamaMancanegaraOpiniTerbaru

Perang Libya: Ketika Para Garong Menjadi Negara Donor Rekonstruksi Libya

Perang Libya: Ketika para garong menjadi donor rekonstruksi Libya.
Perang Libya: Ketika para garong menjadi donor rekonstruksi Libya.

NUSANTARANEWS.CO – Perang Libya: Ketika para garong menjadi donor rekonstruksi Libya. Pada 24 Maret 1999, AS-NATO melancarkan agresi militer di Yugoslavia, membombardir negara komunis yang makmur dan sejahtera itu selama hampir tiga bulan penuh. 15.000 misi pemboman udara telah membumihanguskan kota-kota dan desa-desa, menghantam pabrik-pabrik, rumah-rumah sakit, sekolah-sekolah, jembatan-jembatan, depot-depot minyak dan kantor-kantor pemerintah. Puluhan rbu orang tewas dan terlukai, termasuk penumpang-penumpang kereta api dan bus, pekerja-pekerja di stasiun pemancar televisi dan stasiun-statiun televise lainnya. Perumahan penduduk sipil baik di Serbia maupun di Kosovo diratakan dengan tanah.

Pembantaian rakyat Yugoslavia itu adalah fakta menarik bahwa NATO untuk pertama kalinya digunakan sebagai kekuatan militer untuk membunuh warga sipil Eropa. Bahkan, dijalankan secara ilegal dan brutal demi kepentingan geopolitik asing di luar Eropa.

Kini bekas Yugoslavia telah menjadi negara-negara kecil yang diperintah oleh IMF, World bank, dan kontraktor asing.

9 Maret 2011, di bulan yang sama, AS-NATO kembali mengulangi pembantaian rakyat sipil di Libya. Kali ini koalisinya bertambah dengan kelompok teroris Al-Qaeda yang sukses menjalankan misinya di Yugoslavia – dengan mementaskan teater global kebrutalan perang etnis di negara Eropa Tenggara tersebut.

Baca Juga:  Pilih Jajuk Rendra Kresna di Pileg, Inilah Pilihan Caleg Emak-Emak di Malang

Keterlibatan Al-Qaeda sebagai ujung tombak dalam agresi AS-NATO ke Libya persis seperti pementasan teater di Yugoslavia – dengan mengkriminalkan Slobodan Milosevic sebagai penjahat yang membantai rakyatnya sendiri.

Demikian pula Moamar Qaddafi, yang sebetulnya akan diberikan penghargaan oleh PBB atas peran kemanusiaannya – tiba-tiba dalam waktu singkat berubah menjadi penjahat perang yang yang harus digulingkan untuk melindungi rakyat Libya.

Resolusi Dewan Keamanan PBB 1970 tanggal 26 Februari 2011 pun turun dengan rekor tercepat sepanjang sejarah untuk memberikan “Lampu Hijau” intervensi militer. Disusul dengan Resolusi DK PBB berikutnya (UNSC 1973) yang mengesahkan Zona larangan terbang pada tanggal 17 Maret 2011.

Sementara Al-Qaeda dan afiliasinya telah membentuk pemerintahan “pro-demokrasi” yang menjadi tanda lenyapnya pemerintahan sah Libya.

Intervensi AS-NATO telah menghancurkan jerih payah Qaddafi yang telah berhasil menciptakan keadilan sosial-ekonomi bagi rakyat Libya selama tiga dekade. Mesin propaganda barat telah membalik seluruh capaian fenomenal Qaddafi.

Betapa tidak, rakyat Libya telah menikmati standar hidup yang sangat tinggi. Boleh dikata tertinggi di dunia.

Setelah agresi militer, tidak ada euforia…. Sebuah pembalikan sejarah yang tak bermoral. Prestasi telah terhapus.

Sebaliknya para pemberontak (Al-Qaeda dan afiliasinya) telah ditampilkan sebagai “pembebas” rakyat Libya – meski tidak disebutkan oleh media mainstream barat.

Baca Juga:  Gandeng Madani Institute Singapura, UNIDA Gontor Gelar Pengabdian Kolaborasi Internasional

Invasi dan pendudukan NATO telah merusak standar hidup Libya. Seluruh rakyat Libya di dorong ke dalam jurang kemiskinan yang parah.

Sejak awal tujuan pengeboman AS-NATO memang untuk menghancurkan standar hidup negara, infrastruktur kesehatan, sekolah, rumah sakit, sistem distribusi air, dan fasilitas penunjang hidup lainnya. Menurut sumber NATO sejak 31 Maret hingga 5 September telah dilakukan puluhan ribu pemboman darat dan udara terhadap sasaran sipil termasuk kawasan pemukiman, gedung-gedung pemerintah, pasokan air dan fasilitas pembangkit listrik. Ya, seluruh rakyat Libya telah dihujani bom tercanggih tanpa pandang bulu.

Dan lagi-lagi seperti di Yugoslavia, IMF dan Bank Dunia kemudian menjadi pengendali proyek pembangunan infrastruktur Libya dengan menghisap sumber daya alam Libya sebagai upahnya.

Ini Fakta Libya Sebelum Dihancurkan Imperialisme

Apa pun pandangan seseorang tentang Moamar Gaddafi, menurut Jurnalis Italia Yvonne de Vito, Libya layaknya Swiss di benua Afrika. Sangat kaya, sekolah gratis dan rumah sakit gratis untuk rakyat – jauh berbeda dengan capaian negara demokrasi gaya barat dalam konteks program Penyesuaian Struktural (SAP) standar IMF-Bank Dunia.

Baca Juga:  Layak Maju Bupati, Muda-Mudi Kristen Jember Sebut Dukungan Untuk Gus Fawait Terus Mengalir

Jamahiriya Arab Libya telah memberikan kepada warganya apa yang ditolak oleh banyak orang Amerika: Perawatan kesehatan masyarakat gratis, pendidikan gratis, sebagaimana dikonfirmasi oleh data WHO dan UNESCO.

Satu hal penting untuk negara-negara maju, mereka juga adalah “perampok” – mereka menyita aset-aset Libya di luar negeri yang mencapai US$ 150 miliar, bahkan negara-negara NATO menguasai US$ 100 miliar.

Libya sejauh ini tidak memiliki hutang. Justru sebaliknya menjadi negara kreditor yang berinvestasi di negara-negara tetangga Afrika.

Ironisnya, setelah menyita aset keuangan Libya dan menjarah kekayaan minyaknya, IMF dan negara donor (para negara maling tersebut) berjanji akan meminjamkan uangnya untuk membiayai rekonstruksi Libya.

Melalui Pertemuan Marseille, para pemimpin dunia (yang mencuri aset Libya) setuju mencairkan miliaran dolar [uang curian] untuk membantu [meminjamkan] bagi pemulihan layanan vital dan membangun kembali Libya setelah dihancurkan oleh pemboman koalisi NATO.

Selain itu, dengan gaya IMF juga menjanjikan tambahan US$ 35 miliar dalam pendanaan [pinjaman] ke negara-negara yang terkena dampak Arab Spring

Dan seperti biasa media melaporkan bahwa pembiayaan rekonstruksi Libya pasca serangan AS-NATO diberitakan bahwa bantuan disediakan setengahnya oleh negara-negara G8 dan Arab dan setengahnya lagi oleh berbagai pemberi pinjaman dan bank pembangunan. (Agus Setiawan)

Related Posts

1 of 3,049