NUSANTARANEWS.CO, Sumenep – Permohanan pernikahan dini di Pengadilan Agama (PA) Kabupaten Sumenep, Madura, Jawa Timur mencapai 55 perkara. Padaha tahun 2017 fenomena ini mencapai 43 perkara, sedangkan tahun 2018 hingga bulan April sebanyak 12 perkara.
Menurut Pelaksana Tugas Sementara (Plt) Ketua Pengadilan Agama (PA) Sumenep, Subhan Fauzi, banyaknya pemohonan pernikahan dini hingga 55 perkara disebutnya akibat pergaulan bebas di kalangan remaja. Hal itu berimbas pada tingginya angka pernikahan dini.
“Angka pemohon pernikahan dini terbilang cukup tinggi sampai 55 perkara, penyebabnya dipici kareana pergaulan bebas,” jelasnya, Kamis (19/4/2018).
Baca juga: Yayasan Sayangi Tunas Cilik: Stop Pernikahan Dini Anak Perempuan
Saat ini, kata Fauzi, ada 12 perkara yang baru masuk di meja PA. Dari beberapa perkara tersebut ada beberapa pemohon yang sudah melansungkan ke pelaminan. Dia juga tidak menapik masih terdapat perkara yang sedang dalam proses pemeriksaan, sehingga nantinya akan disidangkan.
Lebih lanjut Fauzi menuturkan biasanya wali mempelai perempuan mengajukan surat dispensasi nikah dini karena terdapat beberapa faktor. Salah satunya takut terjadi perzinahan atau perbuatan yang dilarang oleh agama. Hal tersebut yang menjadi dasar orang tua mengajukan dispensasi nikah dini.
“Para orang tua takut terjadi hal hal yang tidak diinginkan oleh anaknya. Sehingga lebih memilih mengajukan dispensasi nikah dini,” ungkap Fauzi.
Baca juga: KOPRI PB PMII: Pernikahan Dini Berdampak Buruk Bagi Kesehatan Perempuan
Sekadar diketahui, aturan perundang-undangan yang berlaku, usia pasangan yang diperbolehkan melangsungkan pernikahan untuk laki-laki 19 tahun sedangkan perempuan sudah berusia 16 tahun.
Fenomena pernikahan dini diketahui memang marak, khususnya di tanah air. Banyak pihak yang menentang fenomena pernikahan dini di Indonesia. Ambil contoh misalnya Yayasan Sayangi Tunas Cilik (YSTC) pada peringatan Hari Anak Perempuan Internasional (HAPI) tahun 2017 lalu, di mana mereka mendorong anak-anak perempuan Indonesia untuk mendapatkan pendidikan yang lebih tinggi sekaligus menghindari pernikahan di usia dini.
Baca juga: Pernikahan Dini Bukan Jalan Keluar dari Kemiskinan
Ketua Yayasan Sayangi Tunas Cilik (YSTC) Selina Sumbung, menggarisbawahi sisi akses pendidikan perempuan yang dinikahkan di usia anak. Menurut Survei Sosial dan Ekonomi Nasional (Susenas) tahun 2012 dari jumlah total populasi perempuan berusia 20-24 tahun, 25 persen di antaranya menikah sebelum usia 18 tahun.
Pernikahan dini pada masanya adalah peristiwa yang lazim dalam suata tatatan masyarakat tertentu di banyak daerah di Indonesia. Salah satu faktornya adalah hukum adat yang berkaitan dengan hubungan kekerabatan. Selain itu juga persoalan ekonomi. Ada juga penyebab lain, yakni hamil di luar nikah.
Baca juga: Perlu Ada Sosialisasi Bahaya Pernikahan Anak
Di Madiun misalnya lagi, tak sedikit warga di daerah ini melaksanakan pernikahan dini. Hal itu bisa ditemukan dalam catatan Pengadilan Agama Kabupaten Madiun, Jawa Timur yang jumlahnya mencapai puluhan permohonan dispensasi pernikahan sejak bulan Januari hingga Oktober tahun 2017. Permohonan dispensasi pernikahan diajukan lantaran mempelai masih di bawah umur.
Data pengadilan setempat mencatat, selama bulan Januari hingga Oktober 2017, telah ada 37 pasangan anak belum cukup umur yang mengajukan dispensasi menikah karena calon mempelai wanita telah telanjur hamil. (red)
Editor: Alya Karen