NUSANTARANEWS.CO – Koordinator Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan (KRKP), Said Abdullah menilai terkait rencana pembangunan lahan pertanian di beberapa daerah perbatasan harusnya dikembangkan model pertanian yang sesuai dengan kondisi alam.
“Misalnya NTT (Nusa Tenggara Timur), itu kan berbatasan dengan Timor Timur, mestinya yang dikembangkan model pertanian yang sesuai dengan kondisi alam. Misalnya kalau di sana jagung. Kan mestinya ini orientasinya ke pangan. Bukan untuk bahan energi atau pakan,” ujar Said saat dihubungi di Jakarta, Kamis (2/2/2017).
Kemudian daerah Entikong, lanjut dia, sangat mungkin dikembangkan model sawit. Tapi seharusnya memang tanaman pangan yang potensial. Sebab di regional Kalimantan masih memungkin untuk padi, palawija, jagung, dan kedelai.
Lalu Kepulauan Riau, bisa juga didorong ke tanaman pangan kalau memungkinkan, misalnya pengembangan sagu, atau agrikultur, namun tetap harus dilihat kondisi iklim mikronya.
“Itu akan sangat berbeda setiap kondisi alamnya, pilihannya begitu. Tapi bahwa yang perlu digaris bawahi, ini untuk kepentingan pangan dalam negeri dulu, jangan sampai orientasi kita membangun di perbatasan untuk ke arah ekspor. Jadi kalau sudah cukup di dalam baru berpikir ekspor,” kata Said.
Sedangkan untuk wilayah Merauke masih memungkinkan untuk mengembangkan potensi sedikit sagu. “Paling banyak memang padi. Kalau disana lahan gambut ya, air jenuh, itu bisa juga kedelai, karena teknologi dari IPB (Institut Pertanian Bogor) itu bisa kok nanam di area pasang surut, kaya gambut begitu, bisa juga kedelai. Jadi sangat mungkin di dorong potensi kedelai,” tambah dia.
Menurutnya, pengembangan pertanian di perbatasan harusnya komplit dengan kebutuhan wilayahnya.”Jadi maksud saya kalau itu ditaruh di NTT, kan orang NTT masih juga mengkonsumsi jagung, jadi sebaiknya mengembangkan komoditas yang memenuhi konsumsi di situ, supaya mereka kuat ketahan pangannya,” ungkap dia.
Selain itu, Said Abdullah berujar, untuk wilayah Papua juga mesti dilihat lebih jauh apakah perlu mengembangkan jenis pangan lain. Misalnya seperti sagu atau umbi-umbian.”Artinya masih relay dengan real. Karena Kalau lumbung itu kan ke dalam ya. Artinya untuk memenuhi kebutuhan dan cadangan kita di Indonesia dan lokal di dalam masing-masing. Kalau mau jual ya nggak lumbung konsepnya, tapi perusahaan daerah setempat yang membangun kesana,” tandasnya. (Richard)