Pejabat Pajak Terima Suap 6 Miliar, Negara Kehilangan Pendapatan 78 Miliar

Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan (FOTO: NUSANTARANEWS.CO/RF)

Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan (FOTO: NUSANTARANEWS.CO/RF)

NUSANTARANEWS.CO – Kasubit Direktorat Penegakan Hukum Ditjen Pajak, Kementerian Keuangan berinisial HS (Handang Soekarno) diduga menerima uang suap senilai US$ 148.500 atau setara dengan Rp 1,9 miliar. Uang suap itu merupakan pemberian pertama dari total komitmen fee sebesar Rp 6 miliar.

“Ini baru pemberian pertama,” tutur Wakil Ketua KPK, Basaria Panjaitan, dalam konferensi pers, di Jakarta, Selasa, (22/11/2016).

Total komitmen fee yang bernilai fantastis tersebut, diduga berkaitan dengan sejumlah permasalahan tunggakan pajak yang membelit PT E.K Prima Ekspor Indonesia. Dimana perusahaan tersebut diwajibkan membayar tunggakan pajak sebesar Rp 78 miliar kepada negara.

“Nah kewajiban Rp 78 miliar yang harus dibayarkan itu minta dihilangkan menjadi nol. Dengan dibebaskannya pajak itu, dia (WP Pajak) harus membayar (suap) Rp 6 miliar,” imbuh Ketua KPK Agus Rahardjo.

“Saudara bisa membayangkan kewajiban pajak sebesar Rp 78 miliar dengan nego kewajiban itu hilang, dari nego itu akan dibayarkan sejumlah Rp 6 miliar kepada yang bersangkutan. Jadi saudara bisa membayangkan kita sangat prihatin karena harusnya uang itu diterima oleh negara, kemudian malah diterima oleh oknum,” tukasnya.

Sebagai informasi, KPK telah menetapkan dua orang tersangka dalam kasus ini. Mereka adalah Kasubit Direktorat Penegakan Hukum Ditjen Pajak, Kementerian Keuangan berinisial HS (Handang Soekarno) dan petinggi PT E.K Prima Ekspor Indonesia bernisial RRN (Ras Rajamohanan Nain).

Mereka menjadi tersangka usai terjaring OTT KPK pada Senin, (21/11/2016) kemarin malam di kawasan Kemayoran, Jakarta Pusat. Dalam OTT KPK menemukan uang sebesar US$ 148.500 ditangan tersangka HS.

Akibat perbuatannya itu, HS selaku penerima disangkakan melanggar Pasal 12 huruf (a), atau huruf (b), atau Pasal 11 Undang-Undang Tipikor Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah Nomor 20 tahun 2001.

Sedangkan RRN sebagai pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf (a) atau huruf (b), Pasal 13 UU Tipikor Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah Nomor 20 tahun 2001 KUHP. (Restu)

Exit mobile version