NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Anggota Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, Masinton Pasaribu menilai bahwa kasus dugaan korupsi pengadaan Kartu Tanda Penduduk berbasis elektronik (e-KTP) memiliki daya rusak bagi marwah DPR. Terlebih bagi para Anggota DPR yang namanya disebut dalam dakwaan Jaksa KPK atas terdakwa Irman dan Sugiharto.
Masinton menjelaskan memiliki daya rusak yang dimaksud adalah karena saat dakwaan tetsebut dibacakan. Secara otomatis opini masyarakat sudah terbentuk, kalau diduga korupsi oleh KPK, pasti bersalah.
“Dan ini merugikan anggota DPR karena daya rusaknya luar biasa,” ujar Masinton dalam diskusi publik bertajuk ‘Perang Politik e-KTP’, di Warung Daun Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu, (18/3/2017).
Atas dasar itu, Ia meminta KPK untuk tidak mengumbar sebut nama-nama Anggota DPR itu, sebab dampaknya luar biasa. Seyogyanya kata dia, KPK harus fokus terlebih dulu pada pelaku utamanya, dan tidak dengan mudahnya menyebut banyak nama.
“Harusnyakan fokus dulu, siapa pelaku utamanya, sasar ke sana dulu. Jangan kemana-mana dengan menyebut banyak nama-nama. Bayangkan, opini orang, kalau sudah disebut KPK pasti dinilai bersalah,” ucap dia.
Diketahui dalam kasus ini, KPK mendakwa Irman memperkaya diri sebesar Rp 2.371.250.000, US$ 877.700 , dan Sin$ 6.000.Sementara itu, Sugiharto mendapatkan uang sejumlah US$ 3.473.830.
Selain memperkaya diri sendiri, para terdakwa juga memperkaya orang lain. Berikut daftarnya berdasarkan dakwaan yang disusun jaksa KPK:
1. Gamawan Fauzi (saat itu Menteri Dalam Negeri) sejumlah US$ 4,5 juta dan Rp 50 juta
2. Diah Anggraini (saat itu Sekretaris Jenderal Kemendagri) sejumlah US$ 2,7 juta dan Rp 22,5 juta
3. Drajat Wisnu Setyawan (Ketua Panitia Pengadaan e-KTP) sejumlah US$ 615.000 dan Rp 25 juta
4. Enam anggota panitia lelang, masing-masing sejumlah US$ 50.000.
5. Husni Fahmi sejumlah US$ 150.000 dan Rp 30 juta
6. Anas Urbaningrum sejumlah US$ 5,5 juta
7. Melcias Marchus Mekeng (saat itu Ketua Banggar DPR) sejumlah US$ 1,4 juta
8. Olly Dondokambey sejumlah US$ 1,2 juta
9. Tamsil Lindrung sejumlah US$ 700.000
10. Mirwan Amir sejumlah US$ 1,2 juta
11. Arief Wibowo sejumlah US$ 108.000
12. Chaeruman Harahap sejumlah US$ 584.000 dan Rp 26 miliar
13. Ganjar Pranowo sejumlah US$ 520.000
14. Agun Gunandjar Sudarsa selaku anggota Komisi II dan Badan Anggaran DPR RI sejumlah US$ 1,047 juta
15. Mustoko Weni sejumlah US$ 408.000
16. Ignatius Mulyono sejumlah US$ 258.000
17. Taufik Effendi sejumlah US$ 103.000
18. Teguh Djuwarno sejumlah US$ 167.000
19. Miryam S. Haryani sejumlah US$ 23.000
20. Rindoko, NU’man Abdul Hakim, Abdul Malik Haramaen, Jamal Aziz, dan Jazuli Juwaini selaku Kapoksi pada Komisi II DPR RI masing-masing US$ 37.000
21. Markus Nari sejumlah Rp 4 miliar dan US$ 13.000
22. Yasona Laoly sejumlah US$ 84.000
23. Khatibul Umam Wiranu sejumlah US$ 400.000
24. M Jafar Hapsah sejumlah US$ 100.000
25. Ade Komarudin sejumlah US$ 100.000
26. Abraham Mose, Agus Iswanto, Andra Agusalam, dan Darma Mapangara selaku direksi PT LEN Industri masing-masing mendapatkan sejumlah Rp 1 miliar
27. Wahyudin Bagenda selaku Direktur Utama PT LEN Industri sejumlah Rp 2 miliar
28. Marzuki Ali sejumlah Rp 20 miliar
29. Johanes Marliem sejumlah US$ 14.880.000 dan Rp 25.242.546.892
30. Sebanyak 37 anggota Komisi II yang seluruhnya berjumlah US$ 556.000. Masing-masing mendapat uang berkisar antara US$ 13.000-18.000
31. Beberapa anggota tim Fatmawati, yakni Jimmy IskandarTedjasusila Als Bobby, Eko Purwoko, Andi Noor, Wahyu Setyo, Benny Akhir, Dudi, dan Kurniawan masing-masing sejumlah Rp 60 juta
32. Manajemen bersama konsorsium PNRI sejumlah Rp 137.989.835.260
33. Perum PNRI sejumlah Rp 107.710.849.102
34. PT Sandipala Artha Putra sejumlah Rp 145.851.156.022
35. PT Mega Lestari Unggul yang merupakan holding company PT Sandipala Artha Putra sejumlah Rp148.863.947.122
36. PT LEN Industri sejumlah Rp 20.925.163.862
37. PT Sucofindo sejumlah Rp 8.231.289.362
38. PT Quadra Solution sejumlah Rp 127.320.213.798,36
Reporter: Restu Fadilah