NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Bentrok antara ojek online dengan sopir angkot kembali terjadi. Sebelumnya terjadi di Tangerang, kini terjadi di Bogor. Meskipun tak ada korban tewas dalam bentrok tersebut, insiden tersebut tentu sangat mengkhawatirkan.
Anggota Komisi V DPR RI Moh. Nizar Zahro angkat suara terkait bentrok ojek online dan sopir angkot yang terjadi di Bogor tersebut. Menurutnya, seakut dan sesemarawut apapun masalah ojek online dengan sopir angkot, pada akhirnya mereka sama-sama ingin mendapatkan pendapatan dari hasil kerjanya.
“Muaranya pasti ke ekonomi. Mereka khan sama sama bekerja. Tentu mereka sama sama menginginkan pendapatan yang maksimal,” kata politisi dari Fraksi Gerindra ini.
Nizar menambahkan, baik ojek online maupun sopir angkot hendaknya membuat kesepakatan secara kultural. Rute mana saja yang dilalui oleh sopir angkot, tidak boleh dilalui oleh ojek online.
“Sopir angkot itu khan sudah puluhan tahun mencari penumpang di area area itu. Ketika ada ojek online, penumpangnya semakin sedikit. Penumpang itu sedikit banyak beralih ke ojek online. Karenanya harus ada pembagian wilayah beroperasi antara sopir angkot dengan ojek online,” tuturnya
Politisi dari dapil Madura ini juga menambahkan memang disatu sisi saat ini semakin banyak layanan transportasi baik yang konvensional maupun yang online. Sedangkan disisi lain, jumlah penumpangnya tetap malah bisa berkurang karena memiliki atau memakai kendaraan pribadi.
“Solusinya tentu selain pembagian wilayah beroperasi, meminimalisir penggunaan mobil pribadi sehingga masyarakat lebih menggunakan jasa transportasi maka akan meningkatkan jumlah penumpang. Dengan begitu maka baik yang ojek online maupun angkot sama sama mendapatkan pengguna layanan transportasi,” urainya
Mengenai maraknya bentrok antara ojek online dengan sopir angkot yang bertepatan dengan revisi permenhub no 32 tahub 2016, Nizar menilai tidak ada settingan. Menurutnya bentrok tersebut tak ada sangkut pautnya dengan revisi permenhub.
“Itu kebetulan saja. Bukan settingan. Ini masalah ojek online dengan sopir memang sudah serius. Kalau tidak ada forul forum kultural seperti pertemuan antara organda dengan perusahaan transportasi online, bentrok antar keduanya pasti terjadi lagi,” ungkapnya
Namun kendati demikian, pihaknya meminta kepada kementerian perhubungan sebelum mengeluarkan keputusan revisi permenhub no 32 tahun 2016 hendaknya mendengarkan aspirasi dari kedua belah pihak.
“Jangan sampai ketika revisi tersebut sudah disahkan masih ada salah satu pihak yang merasa dirugikan. Revisi tersebut harus sama sama menguntungkan transportasi konvensional dan online,” pungkasnya.
Reporter: Ahmad Hatim