Nilai Jual Garam Setara Perdagangan Komoditi Candu

Garam/Foto via kompas/Nusantaranews

Garam/Foto via kompas/Nusantaranews

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Nilai Jual Garam Setara Perdagangan Komoditi Candu. Baru-baru ini, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) PT Garam (Persero) berencana mengimpor garam dari Australia. Budi Sasongko selaku Direktur Operasional PT Garam (28/7), menjelaskan bahwa pihaknya sudah melakukan komunikasi dengan pihak Australia untuk pengadaan impor garam konsumsi.

Saat ini, lanjut dia, pihaknya masih terus melakukan negoisasi harga dengan pihak Australia agar bisa mendapatkan harga yang murah. “Kami sudah lakukan komunikasi dengan pihak Australia. Mereka sudah sepakat 10 Agustus nanti sampai,” ungkapnya.

Terlepas dari rencana impor garam oleh pemerintah, tercatat sejak masa kolonial, garam telah menjadi salah satu komoditi yang menggiurkan. Di era penjajahan misalnya, nilai jual garam memiliki nominal yang sangat tinggi. Bahkan setara dengan perdagangan komoditi candu.

Sehingga garam pada masa itu yakni di abad 19, menjadi salah satu sumber pendapatan terpenting. Dampaknya, garam dimonopoli oleh VOC dengan tujuan untuk meningkatkan pengaruh negara dalam distribusi dan penjualan komoditas tersebut.

Memasuki kemerdekaan, tahun 1957 semua lahan garam warisan pemerintah kolonial kemudian dikuasai Indonesia.

Sejak saat itu, monopoli garam mulai dihapuskan oleh pemerintah Soekarno dan petani bisa kembali memproduksi garam. Namun ketika dikelola petani secara personal dan tradisional pada dekade 1960-an, produksi garam terganggu dengan adanya kegagalan panen yang menimbulkan kelangkaan terhadap garam.

Soeharto yang kala itu melanjutkan pemerintahan Soekarno kemudian mengambil langkah sigab. Sehingga pada tahun 1970, dilakukanlah impor garam sebagai upaya untuk mengatasi kebutuhan nasional.

Baru pada medio tahun 1980-an melalui program swasembada pangan, Soeharto berhasil mengembalikan produksi garam nasional. Mata rantai terhadap ketergantungan impor garam terputus. Sebaliknya, garam nasional menjadi salah satu komiditi ekspor terbesar, bersama beras dan gula kala itu.

Editor: Romandhon

Exit mobile version