Ekonomi

Niko Ruru Nilai Penghapusan Amdal Dari Daftar Syarat Pengurusan Investasi Kurang Tepat

Aktivis Lingkungan Hidup Niko Ruru menilai rencana Pemerintah menghapus Amdal dari syarat kepengurusan izin investasi adalah rencana yang kurang tepat
Aktivis Lingkungan Hidup Niko Ruru menilai rencana Pemerintah menghapus Amdal dari syarat kepengurusan izin investasi adalah rencana yang kurang tepat. (Foto: Eddy S)

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Pemerintah melalui Kementerian Agraria dan Tata Ruang/ Badan Pertanahan Nasional (BPN) berencana menghapus Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) dari daftar syarat yang dibutuhkan dalam proses pengurusan izin investasi.

“Penghapusan dilakukan demi memudahkan pengusaha dalam berinvestasi di Indonesia,” tutur Menteri ATR-Kepala BPN Sofyan Djalil melalui keterangan tertulisnya, Senin (11/11/2019).

Namun Sofyan menegaskan, kendati Andal dan IMB dihapuskan dari persyaratan, Pemerintah tak akan mengorbankan kualitas tata ruang dan keberlanjutan lingkungan.

“Cara menghapus IMB tapi kualitas tujuan itu tetap bisa tercapai, salah satunya dengan adanya Rencana Detail Tata Ruang (RDTR),” tegasnya

Penghapusan IMB memang tak mungkin dilakuakn, namun Sofyan menandaskan bahwa melalui RDTR memang mungkin untuk dilakukan. Hal tersebut lantaran perizinan yang ada saat ini terdapat kesamaan substansi yang diatur dalam IMB dan RDTR.

Menganggapi hal tersebut, Aktivis Lingkungan Hidup, Niko Ruru menilai bahwa Amdal selama ini menjadi standar mengukur komitmen perusahaan sekaligus memastikan perusahaan menjalankan kewajibannya dalam melaksanakan kegiatan usaha yang berkaitan dengan dampak lingkungan yang ditimbulkannya.

Baca Juga:  Relawan Anak Bangsa Gelar Bazar Tebus Sembako Murah di Kalibawang

Ketika izin lingkungan tidak bisa terbit, ungkap Niko, berarti ada proses yang tidak bisa dipenuhi saat Amdal. Demikian juga Amdal untuk memastikan, apakah perusahaan sudah menjalankan usahanya seperti yang sudah disusun dalam KA Andal hingga RKL dan RPL.

“Dengan aturan yang ketat menggunakan Amdal saja, penyimpangan masih banyak terjadi misalnya izin usaha perkebunan yang diterbitkan mendahului Amdal,” imbunya

Niko mempertanyakan, apabila Amdal dihapus, bagaimana memastikan semua proses usaha berjalan dengan memperhatikan lingkungan hidup termasuk masyarakat di sekitarnya
Kemudian ada wacana Amdal akan diganti dengan mengacu RDTR.

“Persoalannya, siapa yang bisa memastikan izin izin diterbitkan dengan mengacu pada tata ruang?,” tandas Niko

Niko mencontohkan, di Kabupaten Nunukan, ada izin usaha perkebunan seluas 16.358 hektare yang diterbitkan diluar peruntukan untuk perkebunan seperti di hutan lindung, hutan pendidikan dan penelitian, hutan produksi bahkan di kawasan peruntukan tambang.

Akibat penerbitan izin usaha perkebunan yang yang tidak sesuai dengan peruntukan ruang, ada 14 ribu hektare izin usaha perkebunan yang diterbitkan tumpang tindih di atas izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu hutan tanaman industri PT Adindo Hutani Lestari.

Baca Juga:  Sokong Kebutuhan Masyarakat, Pemkab Pamekasan Salurkan 8 Ton Beras Murah

Belum lagi, RDTR ditetapkan dengan payung hukum peraturan daerah. Yang artinya pelanggaran pemanfaatan ruang hanya diberikan sanksi ringan berdasarkan perda.

“Seharusnya yang dilakukan pemerintah hari ini, melakukan evaluasi terhadap seluruh proses perizinan termasuk, apakah proses Amdalnya sudah benar?,” pungkas Aktivis yang bernaung dalam payung Perkumpulan Lintas Hijau tersebut. (edy/san)

Editor: Eriec Dieda

Related Posts

1 of 3,057