NUSANTARANEWS.CO – Sekretaris Jenderal NATO Jens Stoltenberg mengatakan bahwa NATO akan segera mulai melatih pasukan militer dan polisi Irak di Yordania. Sperti dilansir sputnik, Stoltenberg telah mengumumkan bahwa NATO akan memperluas misi pelatihan militernya tidak hanya di Irak, tetapi uga mencakup negara tetangga seperti Yordania
NATO telah memiliki tim kecil personel militer dan sipil di Irak yang akan melatih pasukan di bidang de-mining, seperti melawan bom rakitan dan bahan peledak lainnya.
Meskipun menolak untuk mengatakan berapa banyak personil yang akan terlibat dalam proyek tersebut, Stoltenberg mengatakan bahwa misi tersebut tidak akan digunakan untuk pertempuran, melainkan untuk melatih perwira Irak sehingga mereka pada gilirannya dapat melatih pasukan mereka sendiri.
Di samping Yordania, pelatihan tersebut juga akan berlangsung di ibukota Baghdad, dan kota-kota Irak lainnya.
Seperti diketahui, Irak sedang berjuang untuk keluar dari kekacauan setelah invasi militer pimpinan AS pada tahun 2003 yang menggulingkan Presiden Saddam Hussein. Setelah invasi tersebut, AS membubarkan tentara Irak yang terlatih yang berjumlah ratusan ribu personil.
Meskipun ISIS telah kalah, namun kelompok tersebut telah mengalihkan gerakannya ke bawah tanah dan masih merupakan ancaman terhadap Irak yang angkatan bersenjatanya relatif masih lemah.
Sekretaris Pertahanan AS Jim Mattis mengatakan kepada wartawan bahwa ini adalah kepentingan terbaik NATO guna mengembalikan stabilitas di Irak sesuai dengan permintaan pemerintah Irak.
“Kami akan menjalankan misi yang konsisten di Irak untuk membangun kemampuan yang mereka percaya bahwa mereka perlu mempertahankan usaha ini dan melindungi rakyat mereka dari sebuah pemberontakan jenis organisasi teroris lainnya,” katanya.
Terkait dengan rencana pelatihantersebut, The Wall Street Journal, tahun lalu dengan mengutip diplomat Arab melaporkan bahwa pemerintahan Donald Trump telah mendekati Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Yordania dan Mesir melalui misi diplomatik mereka di Washington untuk membentuk sebuah pakta pertahanan yang didukung AS untuk melawan pengaruh di Kawasan regional.
Proposal aliansi tersebut mengadopsi klausul respon kolektif, serupa dengan kesepakatan Pasal 5 NATO untuk melindungi satu sama lain jika terjadi serangan dari luar. Jika didirikan, blok tersebut juga akan berbagi intelijen dengan Israel dan menerima bantuan militer AS. (Banyu)