Puisi Achmad Hidayat Alsair
Mimpi Ibu Mungkin Semacam Nubuat
Sebelum lahir, ibuku sekali waktu bermimpi ganjil
katanya dewasa nanti akan kutulis naskah opera sabun
paling dramatis, paling melankolis, paling panjang
sebab orang-orang di kampungku begitu memuja kemalangan
Pernah mereka rakit sebuah monumen di tapal batas desa
setelah malam tergelap turun diutus oleh langit
membopong banyak gelisah, memberi warna baru pada seluruh kening
Sekali waktu hujan tidak turun selama berbulan-bulan
maka dipanjatkan doa-doa lewat larung sesaji
tak lupa sesembahan penggalan kepala ternak belum kawin
tapi ramalan cuaca tetap sama seperti sebelumnya
mengikis harapan pembaruan salah satu segmen berita
rumah-rumah Tuhan perlahan hilang kumandang
sebab banyak doa menguap dari meja makan
Saat itu, ibuku juga bermimpi ganjil, mungkin semacam nubuat
katanya harus ditanam bibit-bibit cemara di semua bukit desa
kampungku kekurangan pohon dan merayakan tiupan debu
sejak itu, orang-orang antri menafsir bunga tidur di teras rumahku
Masa akil baligh, ibu menyuruhku menikam berbagai macam puisi
harapannya agar kelak aku kerja di ibukota bersama para arsitek dekapan
kutolak nasihatnya, kucabut semua jenis diksi dari ubun-ubun
karena kini yang berguna adalah cara menjelaskan pertempuran
di program berita tengah malam, sesuatu yang selalu ibuku tangisi
(Makassar, Februari 2017)
Achmad Hidayat Alsair, Mahasiswa tingkat akhir di jurusan Ilmu Hubungan Internasional, FISIP, Universitas Hasanuddin, Makassar. Sedang gandrung menulis fiksi dan menghindari topik pembicaraan skripsi. Yang terbaru, puisi-puisinya termasuk dalam buku antologi bersama Hari Puisi Indonesia Makassar Kata-kata yang Tak Menua (2017). Bisa dihubungi melalui sur-el [email protected].
__________________________________
Bagi rekan-rekan penulis yang ingin berkontribusi (berdonasi*) karya baik berupa puisi, cerpen, esai, resensi buku/film, maupun catatan kebudayaan serta profil komunitas dapat dikirim langsung ke email: [email protected] atau [email protected].