Salah satu urusan pemerintahan Indonesia harus dikerjakan Presiden Jokowi adalah pertahanan. Saat kampanye Pilpres 2014, Jokowi berjanji di bidang pertahanan, akan menambah prajurit TNI dan anggaran lebih besar. Bahkan Jokowi berjanji akan meningkatkan 3 kali lipat anggaran pertahanan. Tetapi, menurut Jokowi, hal ini bisa dicapai jika pertumbuhan ekonomi di atas 7 % terlebih dahulu.
Selanjutnya, di dalam visi, missi dan program aksi Jokowi-Jusuf Kalla (Mei 2014), mereka berjanji melalui salah satu agenda prioritas (NAWA CITA). Yakni akan menjamin pemenuhan kebutuhan pertahanan untuk mendukung terbentuknya TNI profesional baik melalui peningkatan kesejahteraan prajurit maupun penyediaan alutsista secara terpadu di ketiga matra pertahanan dengan target peningkatan anggaran pertahanan 1,5 persen dari PDB dalam lima tahun. Mereka juga akan mewujudkan kemandirian pertahanan dengan mengurangi ketergantungan impor kebutuhan pertahanan melalui pengembangan industri pertahanan nasional serta diversifikasi kerjasama pertahanan.
Lebih jauh, dalam batas-batas tertentu janji kampanye Jokowi urusan pertahanan tertuang di dalam RPJMN 2015-2019. Sasaran ingin diwujudkan adalah peningkatan kapasitas pertahanan nasional melalui pembentukan TNI profesional dengan memenuhi kebutuhan alutsista, peningkatan anggaran pertahanan hingga mengarah 1,5 % dari PDB. Pembangunan kekuatan pertahanan tidak hanya memenuhi kekuatan pertahanan (Minimum Essential Force, MEF) tetapi juga ditujukan untuk membangun TNI sebagai kekuatan maritim regional disegani di kawasan Asia Timur. Arah kebijakan dengan strategi pembangunan di antaranya pengadaan alpalhan TNI, peningkatan kesiapan Alutsista TNI 2015-2019, selaras dengan peningkatan jumlah Alutsista tambahan tiba, peningkatan jumlah perumahan prajurit serta peningkatan kualitas dan kuantitas latihan prajurit TNI.
Untuk menilai kondisi kinerja Jokowi urus pertahanan nasional, ada dua parameter layak dijadikan standar kriteria. Yaitu (1) anggaran pertahanan, dan (2) perumahan prajurit.
Di dalam RPJMN 2015-2019 disebutkan, komitmen pemerintahan Jokowi, postur pertahanan diarahkan menuju kekuatan maritim regional yang disegani di kawasan Asia Timur. Pemerintahan Jokowi berkomitmen meningkatkan 1,5 % dari PDB dalam kurun waktu lima tahun.
Angka 1,5 % ini untuk menunjukkan adanya peningkatan dibandingkan era Presiden SBY. Selama metode RPJMN I dan II anggaran pertahanan Indonesia masih berkisar 0,8-0,9 % dari PDB nasional.
Sebagai contoh, pada 2010 hanya 0,81 % dari PDB (Rp.6.446,85 triliun, anggaran pertahanan Rp. 52,35 triliun); 2011 lebih rendah 0,78 % (PDB Rp. 7.419,19 triliun, anggaran pertahanan Rp. 57,19 triliun); 2012 menaik 0,90 % (PDB Rp.8.229,44 triliun, anggaran pertahanan Rp. 74,11 triliun); 2013 menaik 0,94 % (PDB Rp.9.083,97 triliun, anggaran pertahanan Rp. 84,94 triliun); 2014 menurun 0,81 % (Rp.9.538,20 triliun, anggaran pertahanan Rp. 86,38 triliun). Tidak ada anggaran pertahanan mencapai 1,5 % dari PDB.
Kini Jokowi sudah 3 tahun menjadi Presiden RI. Apakah janji kampanye dan target diharapkan tercapai sesuai RPJMN 2015-2019 telah berhasil? Ternyata tidak!
Setelah 3 tahun Jokowi menjadi Presiden, ternyata janji kampanye tentang 3 kali lipat kenaikan anggaran pertahanan sesungguhnya bertentangan dengan realitas obyektif. Tidak usah kan kenaikan 3 kali lipat, untuk mencapai target 1,5 % dari PDB, Jokowi juga tak mampu alias gagal.
Mengacu APBN 2015, fungsi pertahanan RAPBN Rp. 94,9 triliun; APBN Rp. 96,8 triliun; RAPBN-P Rp. 97,4 triliun; dan, APBN-P Rp. 102,3 triliun.
Jika anggaran pertahanan 2015 sesuai janji dan target 1,5 % dari PDB, maka anggaran pertahanan 2015 menjadi Rp.250 triliun. Karena itu, tidaklah keliru jika kondisi kinerja Jokowi urus pertahanan tahun 2015 dinilai buruk dan gagal.
Selanjutnya, mengacu APBN 2016, fungsi pertahanan RAPBN Rp.95,8 triliun; APBN Rp. 99,6 triliun: RAPBN-P n/a; APBN-P n/a. Sebagaimana kondisi kinerja Jokowi urus pertahanan 2015, pada 2016 tidak ada perbedaan berarti. Kondisi kinerja Jokowi urus pertahanan juga buruk, dan gagal menenuhi janji kampanye dan target diharapkan tercapai sesuai RPJMN 2015-2019.
Bagaimana kondisi kinerja tahun 2017? Juga buruk dan gagal. Dalam RAPBN 2017 ditetapkan anggaran pertahanan Rp.108 triliun. Menurut fungsinya, anggaran pertahanan ini terbesar dibandingkan lainnya meski dibandingkan APBN-P 2016 sebenarnya mengalami penurunan sekitar 0,7 persen.
Bagaimana perkiraan kondisi tahun 2018? Anggaran pertahanan tahun 2018 menjadi perhatian serius bagi Menkeu Sri Mulyani. Ia berjanji, akan menaikkan anggaran pertahanan 2018 sebesar 100 persen (sekitar Rp.216 triliun dari sebelumnya Rp.108 triliun). Tetapi, syaratnya, TNI juga harus membantu pencapaian target penerimaan pengampunan pajak (tax amnesty).
Menkeu ini hanya beri janji dan iming-iming kepada TNI. Faktanya, di dalam RAPBN 2018 anggaran pertahanan diajukan hanya Rp. 105,7 triliun turun dari APBN-P 2017 Rp.114,8 triliun. Janji Menkeu tidak terbukti.
Pada Agustus 2017, anggaran pertahanan dalam RAPBN 2018 mencapai Rp. 105,7 triliun. Angka ini sebenarnya lebih rendah dari proyeksi anggaran pertahanan 2017 sebesar Rp. 108 triliun.
Pada Oktober 2017, Menkeu Sri Mulyani kembali berjanji dan mengklaim, Pemerintah RI menambah anggaran pertahanan Rp. 25,5 triliun dalam postur sementara APBN 2018. Penambahan ini, ujar Menkeu, di antaranya untuk mendukung keamanan jelang Pilpres 2019.
Di lain pihak, bagaimana kondisi kinerja Jokowi urus pertahanan dengan parameter perumahan prajurit? Juga masih tak mampu dan gagal. Pada 2017 diperkirakan rumah prajurit masih kurang sekitar 260 ribu unit. Memang, pembangunan perumahan prajurit terus berlangsung dari tahun 2015 hingga 2017 ini. Tetapi, pembangunan sangat terbatas, belum mampu mengatasi kekurangan perumahan prajurit.
Mengapa Presiden Jokowi gagal dan tak mampu urus pertahanan? Pertanyaan ini perlu mendapatkan jawaban dengan menggunakan seperangkat teori dan studi lebih mendalam. Tetapi, bagaimanapun, faktor aktor individual dalam hal ini Presiden Jokowi turut menyebabkan kegagalan urus pertahanan Indonesia ini.
Oleh: Muchtar Effendi Harahap, Peneliti Senior NSEAS