Memberantas Narkoba dari Hulu ke Hilir

Jalur peredaran narkoba di Indonesia/Foto via Antara

Jalur peredaran narkoba di Indonesia/Foto via Antara

NUSANTARANEWS.CO – Tertangkapnya kapal Wanderlust di Pulau Bintan yang membawa sabu 1 ton pada Minggu (16/7/17) kemarin tak lepas dari kerja keras kepolisian dan stakeholders (pemangku kepentingan). Aksi tersebut patut kita acungi jempol.

Saya sebagai warga negara yang sudah berkeluarga dan memiliki anak merasa harus berterimakasih pada segenap pihak dalam upaya pemberantasan narkoba di negeri ini. Perasaan ini mungkin sama dengan segenap warga negara Indonesia lain di pelbagai daerah. Pasalnya, narkoba dengan segala jenisnya tak hanya bisa membunuh, tapi juga bisa merusak elemen keluarga. Jika elemen keluarga rusak, secara bertahap bak domino negara Indonesia hanya akan menjadi kenangan.

Asumsi saya tersebut tak bisa dikatakan melodramatis. Tengok saja di sekitar kita, saya yang bermukim di desa pun merasakan rongrongan barang haram tersebut merusak mental dan sendi-sendi sosial kemasyarakatan. Beberapa warga di desa kena razia dan dikenai hukuman penyalahgunaan obat terlarang, narkoba, dan psikotropika. Parahnya barang haram ini sudah merembes ke anak-anak. Ini potret di desa, apalagi di kota-kota besar di Indonesia.

Sudah tak terhitung penangkapan terhadap pengguna, pengedar, dan bandar narkoba atau sejenisnya. Bagaikan jamur di musim penghujan, satu dipetik muncul wajah lain. Lantas yang menjadi pertanyaan besar, siapa yang patut disalahkan akibat merebaknya barang-barang haram tersebut? Jangankan di lingkungan bebas, di dalam sel pun masih ada transaksi jual beli narkoba dan sejenisnya.

Tentu masalah ini harus menjadi perhatian seluruh pihak. Tidak hanya pemerintah, tapi juga seluruh elemen masyarakat dimulai dari keluarga. Saya haqqul yaqin, kita semua takkan merelakan anak, keluarga, teman dekat, guru, hingga tetangga mengkonsumsi barang narkoba dan sejenisnya. Amit-amit mengkonsumsi, menyentuh pun jangan.

Untuk itu, kita berharap pemerintah tidak tebang pilih menangkap pelaku atau pengedar narkoba. Jangan sampai ada kongkalikong antara pihak keamanan dan pelaku. Saya tidak berburuk sangka, namun ada kemungkinan beberapa oknum main mata. Kalau mental pihak keamanan cetek atau cemen, melihat uang segepok saja sudah weleh-weleh. Marilah berani menolak narkoba dan sejenisnya untuk menjaga keluarga kita, walau mungkin gaji minim.

Kesadaran dan Tanggungjawab

Mengamati pemberitan tentang narkoba, saya berasumsi ada banyak celah terjadinya transaksi. Pertama, tidak adanya kesadaran dan tanggung jawab komunal. Kesadaran dan tanggung jawab merupakan hal penting dalam memberantas segala kejahatan yang merugikan negeri ini. Ketika kesadaran dan tanggung jawab pada diri sudah tercederai maka segala lini struktur kehidupan (utamanya pemerintah) di negeri ini akan melemah dan mudah digerogoti sumber eksternal yang merugikan ikatan (bound) berbangsa dan bernegara.

Kesadaran dan tanggung jawab seseorang dalam memangku jabatan di struktur pemerintahan misalnya, merupakan hal vital dalam menjamin tercapainya sistem birokrasi yang bersih. Ketika kesadaran positif menjadi kesadaran negatif dan materialis maka secara bertahap akan menanamkan benih-benih kebohongan dan penyelewengan. Misalnya seseorang yang merasa gajinya tidak cukup maka segala sumber yang subhat (campuran halal dan haram) dapat ditempuh sebagai upaya pemuasan ego-materialis.

Kedua, lemahnya proses rehabilitasi di lapangan. Fungsi dari lembaga pemasyarakatan tidak sekedar menjadi penjara yang memasung interaksi sosial di dunia luar. Lebih dari itu ialah sebagai tempat proses rehabilitasi mental dan spiritual seseorang untuk menjadi lebih baik.

Salah satu hal yang mengakibatkan seorang pecandu dan pengedar masih bergantung pada narkoba dan obat-obatan psikotropika ialah karena lemahnya kesadaran spiritual. Tak hanya itu, lumbung uang bagi pengedar dan kartel membuat mereka tetap bertahan di bisnis haram ini. Kesadaran spiritual menjadi sangat penting ketika segala sumber solusi tidak berjalan efektif, termasuk soal kesejahteraan.

Ketiga, lemahnya efek jera terhadap pelaku atau pengedar. Efek jera sebagai upaya verbal dalam menangani penyakit masyarakat. Obat-obatan terlarang seperti ganja, kokain, narkoba, heroin, sabu-sabu, ekstasi, dan lainnya merupakan sumber penghancur generasi bangsa. Lantas apakah efektif cara yang dilakukan Duterte di Filipina? Sekali lagi jika kesadaran positif tak tertanam dalam-dalam apapun caranya akan muncul situasi yang sama dikemudian hari.

Narkoba dan sejenis efeknya tidak jauh berbeda dengan korupsi yang mendarah daging, terorisme, dan kejahatan kemanusiaan lainnya. Masih merebaknya peredaran narkoba di negeri ini disebabkan lemahnya kontrol seluruh elemen masyarakat. Hal sederhana untuk memutus peredaran narkoba dan psikotropika di negeri ini dapat dimulai dari kesadaran dini masyarakat dalam melaporkan kejadian tersebut pada pihak berwajib, serta pendidikan agama mumpuni sebagai bekal pendewasaan berfikir anak di dalam keluarga.

Mengurung para pelaku di balik jeruji besi tidak dapat menjamin mereka selesai dan sadar. Disinilah kesadaran para aparat kita diuji. Seseorang yang sakaw tidak musti diselesaikan dengan cara memberikan obat-obatan serupa yang diinginkan. Para pelaku, pengedar, dan produsen dapat dihukum seberat-beratnya. Salah satunya tidak memberikan grasi dan segala fasilitas dibatasi.

*Irwan Hayat, penulis alumnus Syariah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Kini Direktur Garda Pemuda Inisiatif Madura.

Exit mobile version